Langit gelap, gemuruh terdengar bersahutan di langit. Tepat pukul lima sore, Tasya bergegas keluar dari kantornya. Wanita cantik itu menghentikan langkahnya saat berada di lobby kantor itu. Ia menatap hujan yang turun tanpa sempat gerimis sebelumya. Air hujan seakan tercurah dari langit. Tasya hanya bisa menunggu hujan sedikit mereda, karena ia memarkirkan mobil nya di depan kantor tersebut.
Tasya melirik ke arah sofa yang terdapat di lobby kantor itu. Lalu ia bergegas menghampiri sofa itu dan duduk di sana. Tasya mengeluarkan ponsel nya dan mengecek pesan-pesan yang belum sempat ia baca, setelah seharian ia sibuk bekerja untuk masa depan nya dan Rafis, putra semata wayangnya. Matanya tertuju kepada satu pesan yang tertuliskan nama mantan mertuanya, yaitu ibu dari Antoni. Dengan ragu, Tasya membuka pesan tersebut dan mencoba membacanya satu persatu. Karena mantan mertuanya itu mengirim pesan berkali-kali kepada dirinya.
Tasya, bagaimana kabar Rafis?
Mengapa kamu tidak menjawab pesan saya?
Tasya, kamu mau memutuskan silaturahmi saya dengan cucu saya ya? Mentang-mentang kamu sudah mencampakkan anak saya. Sekarang kamu mau ambil cucu saya satu-satunya!
Tasya, jawab!
Terlihat juga beberapa panggilan tak terjawab di kolom WhatsApp chat antara Tasya dan mantan mertuanya itu.
Tasya menghela nafas panjang, lalu ia menyenderkan punggungnya di senderan sofa tersebut. Matanya menatap ke langit-langit lobby tersebut.
"Kenapa sih bude tidak pernah berubah?" Gumam nya.
Ya, karena masih memiliki hubungan kerabat, Tasya memanggil mertuanya itu dengan sebutan bude. Begitulah sosok mantan mertuanya itu. Selalu berpikir negatif dan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu tanpa tabayyun sebelumnya.
Tasya yang lelah, terlihat malas untuk membalas pesan dari mantan mertuanya itu. Lalu matanya kembali menatap keluar kantor, hujan terlihat semakin deras. Lagi-lagi Tasya menghela nafas panjang. Pikiran nya tertuju kepada Rafis, balita yang terlahir dari pernikahan antara dirinya dan Antoni. Rafis ia titipkan kepada baby sister yang bekerja di rumah nya. Sebagai seorang ibu, pikirnya tidak pernah tenang saat meninggalkan anak semata wayangnya itu untuk bekerja. Setiap hari ia hanya ingin cepat pulang, hanya untuk segera memeluk Rafis dengan erat.
"Andaikan aku bertemu dengan orang yang tepat, mungkin aku tidak perlu lagi bekerja. Aku akan melayaninya dengan baik dan mendekap Rafis sepanjang waktu." Keluh Tasya, di dalam hatinya.
Tiba-tiba, matanya tertuju kepada seorang yang baru saja keluar dari lift. Matanya terus memperhatikan orang tersebut yang sedang melangkah menuju ke luar kantor itu.
"Mas Banyu?" Gumam Tasya.
"Apa benar itu Mas Banyu? Sepertinya iya..." Tasya berusaha kembali menegaskan tatapan nya kepada lelaki yang kini menghentikan langkahnya di depan kantor tersebut. Karena penasaran, Tasya beranjak dari duduk nya dan bergegas menghampiri lelaki yang juga sedang menunggu hujan reda di luar lobby kantor itu.
"Mas Banyu," Sapa Tasya.
Lelaki itu menoleh dan menatap Tasya dengan seksama. Keningnya mengerut, tanda ia mencoba mengingat sosok wanita yang memanggil namanya itu.
"Masih ingat dengan saya?" Tanya Tasya.
Perlahan, ekspresi wajah Banyu mulai terlihat santai, tanda ia telah mengingat wanita yang berdiri di depan nya itu.
"Teman nya Queen kan?" Tanya Banyu.
"Iya Mas," Tasya tersenyum semringah, karena ia merasa di ingat oleh Banyu.
"Kok disini?" Tanya Banyu lagi.
"Ini kantor ku Mas."
"Hah?" Banyu terlihat terkejut dengan jawaban Tasya. Beberapa kali ia mampir ke kantor rekanan nya ini, tetapi tidak sekalipun ia pernah melihat Tasya.
"Aku sering kesini. Tetapi, baru kali ini aku melihat kamu," Ucap Banyu dengan berterus terang.
"Ah, aku baru kerja disini Mas." Tegas Tasya.
"Ooooo... pantas saja." Banyu tersenyum kecil. Saat itu juga Tasya terpaku pada senyum manis yang dimiliki lelaki itu. Hari ini ia baru melihat bila Banyu benar-benar tersenyum dengan tulus. Saat ia bertemu dengan lelaki itu di komplek pemakaman, tidak sekalipun ia melihat Banyu benar-benar tersenyum dengan tulus. Melihat senyuman Banyu yang Tasya tahu bila Banyu masih terus berduka akan kepergian istri dan calon buah hatinya pun membuat Tasya tersenyum bahagia.
"Mas sendiri ngapain disini?" Tanya Tasya yang penasaran akan adanya Banyu di kantor tempat dirinya bekerja.
"Hmmm, ada urusan." Ucap Banyu singkat.
Tasya mengangguk paham, lalu ia berdiri tepat di samping Banyu. Mereka berdua menatap air hujan yang terus tercurah dari langit.
"Kenapa masih disini?" Banyu berusaha memecah kesunyian antara dirinya dan Tasya.
"Hujan mas," Sahut Tasya.
"Memang tidak bawa mobil?" Tanya Banyu lagi.
"Saya parkir disana mas," Tasya menunjuk lapangan parkir yang terguyur air hujan yang deras.
"Oh," Banyu mengangguk paham. Dirinya pun sama, ia menunggu hujan sedikit reda agar ia bisa berlari ke arah lapangan parkir itu.
Dan hening....
.
"Pertemuan kita sampai disini, wassalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh," Ucap Putra, saat ia mengakhiri jam pertemuan nya dengan para mahasiswa dan mahasiswinya di sebuah kampus tempat dirinya bekerja.
Putra adalah seorang dosen, ia baru saja pindah ke kampus itu. Sebelumnya ia mengajar di sebuah kampus di Kota Bandung. Tetapi ia merasa dirinya harus pindah ke Jakarta, untuk menemani Banyu yang sedang patah hati karena di kehilangan Tika. Putra adalah adik yang baik, ia sangat perhatian dengan Banyu, kakak satu-satunya. Karena hanya Banyu lah saudara yang ia miliki. Ia tidak memiliki adik atau pun saudara yang lain nya.
Seorang mahasiswi menghampiri Putra, mahasiswi yang cantik itu pun tersenyum kepada Putra yang sedang membereskan buku bawaan nya yang terlihat berantakan di atas mejanya.
"Pak, saya mau tanya masalah..."
Putra menatap mahasiswi nya dengan tatapan yang terlihat begitu yang mempesona, sehingga mahasiswi nya itu tak sanggup melanjutkan kata-kata yang akan ia ucapkan kepada Putra.
"Ya?" Tanya Putra.
"Anu pak, hmmm..."
Putra tersenyum, yang membuat mahasiswi nya membeku.
"Mau tanya apa?"
"Anu.. hmmm.. materi yang tadi, saya belum paham pak,"
"Oh.. maka kamu harus lebih memperhatikan apa yang saya terangkan," Ucap Putra, sembari kembali membereskan buku-bukunya.
Mahasiswi itu terdiam, lalu ia menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Iya pak, maaf."
Putra kembali menatap gadis cantik itu dan mulai tersenyum.
"Mau saya antar kan pulang? Kamu bukan tidak mengerti materinya, kamu sedang berusaha mendekati saya."
Mahasiswi itu terperangah dan membalas tatapan Putra.
"Pak... saya..."
Temui saya diparkiran." Putra berlalu dari hadapan mahasiswi itu.
Mahasiswi itu terdiam, ia menatap punggung Putra yang berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Lalu mahasiswi yang bernama Wina tersebut tersenyum penuh arti. Siapa yang tidak terpesona dengan sosok Putra, laki-laki tampan dengan tubuh yang atletis serta penampilan yang sangat menarik? Ditambah dengan gaya Putra yang terlihat sedikit cuek dan nakal, membuat saliva membanjiri rongga mulut mahasiswi yang berada di kelasnya.
"Akhirnya..." Gumam mahasiswi tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
novita setya
putra nackal iq
2022-06-25
2
Muh. Yahya Adiputra
ternyata putra mendapatkan mahasiswi yg centil juga.. sangat cocok dengan dirimu yg jugA plaboy😂😂😂
2022-04-07
1
Muh. Yahya Adiputra
mantan ibu mertua mu sama saja seperti antoni yg tdk punya hati😒😒😒
2022-04-07
1