Erick terlihat frustasi. Usahanya mencari Lexa gagal. Dia tidak menemukan kehadiran Lexa di sekolah.
Ana yang melihat Erick yang gusar dipojok kelas sedikit khawatir.
"Hey jagoan, kenapa mukamu ditekuk gitu sih?"
Sindir Ana.
"Kamu lihat Lexa ga hari ini?" Tanya Erick cepat.
"Mmm... ga tuh. Dia kayaknya ga masuk hari ini."
"Kenapa?" Balas Erick.
Ana menjawab dengan gelengan kepala saja.
Erick terdiam.
"Lexa, kemarin ga cerita apa-apa sama kamu soal Adhit atau yang lain?" Tanya Erick penasaran.
"Soal Adhit?? Emang kenapa Lexa dengan Adhit?" Tanya Ana heran.
"Ga.."
"Tunggu deh, ada apa sih Rick?" Telisik Ana.
Erick menggeleng membiarkan Ana berkutat dengan pikirannya sendiri.
Erick berada di depan rumah Lexa sekarang. Bersiap menanti kedatangan pemilik rumah untuk datang menemuinya karena sudah sejak tadi Erick mengetuk pintu rumah Lexa. Lama Erick menunggu. Tapi hasilnya nihil. Erick mencoba untuk berkeliling ke area belakang rumah, tapi dihentikan oleh suara Martha yang memanggilnya.
Erick sudah berganti baju, memakai kaos oblong warna putih dan celana katun selutut. Dia sudah siap untuk santap siang dengan ibunya yang hari ini izin tidak bekerja karena baru pulang perjalanan dinas pagi tadi.
"Mama... Tante Ratih ada di rumah ga?"
"Ada.. Barusan dia kesini. Pinjem telepon Mama. Ga tau nelpon siapa." Balas Martha yang menyodorkan sepiring nasi kepada Erick.
"Kalau Lexa? Mama hari ini lihat dia ga??" Tanya Erick lagi.
"Lexa? Ga tuh.. Bukannya berangkat sekolah?" Tanya Martha tapi tak dijawab oleh Erick.
"Kenapa, Rick? Mukanya jadi lemes gitu?"
"Ga, Ma... Ga pa pa."
Mereka pun menikmati santap siang dengan damai.
Hari sudah mulai sore. Erick masih penasaran kemana Lexa hari ini. Dia menatap jendela kamar Lexa sedari tadi. Tapi tetap saja tidak menemukan jawabannya. Akhirnya dia berinisiatif untuk datang kembali ke rumah Lexa.
"Tante... Ini Erick. Boleh Erick masuk?" Ucap Erick sambil mengetuk pintu berkali-kali.
"Tante Ratih? Tante di dalam kan?"
Lama Erick mengetuk pintu, tapi tetap tidak ada jawaban.
Erick memberanikan diri untuk memutar ke belakang rumah Lexa. Berhenti di jendela kamar yang selalu dia awasi. Mencoba melongok ke seluruh area kamar yang bercat putih. Bersih dan rapi. Tidak berpenghuni. Erick masih menyusuri samping rumah itu sampai ke taman belakang. Hasilnya pun sama. Nihil. Erick kembali ke rumah dengan keadaan kecewa.
****
Erick masih memandang bangku kosong di depannya. Hatinya tak tenang. Sudah 2 hari bangku ini kosong. Kata Irma Lexa sedang izin pergi ke kota untuk menemui saudaranya. Erick merasa hampa. Tak bergairah. Irma yang menjelaskan dengan baik pelajarannya menjadi tak berguna untuk Erick yang belum bisa menerima bahwa Lexa pergi tanpa memberi tahu apapun kepadanya.
Jam pelajaran di sekolah dilewati Erick dengan muka bosan. Jadi ketika bel masuk berbunyi, Erick langsung cepat-cepat ingin pulang. Berharap Lexa sudah ada di rumah.
"Rick... Tungguin!" Sapa Ari sambil berlari kecil menjangkau Erick yang sudah berada agak jauh dari tempatnya.
"Kenapa sih buru-buru amat! Lagi jadi buronan?" Tanya Ari merangkul teman baiknya itu.
"Berisik... Cepetan pulang!" Gerutu Erick.
Keduanya melenggang meninggalkan sekolah. Bercanda riang menghabiskan waktu perjalanan menuju rumahnya masing-masing.
Di seberang jalan, terlihat Adhit yang akan memboncengkan Rachel dengan sepeda motornya. Adhit terlihat sigap memasang helm di kepala Rachel. Erick mengentikan langkahnya dan mulai menatap mereka dengan muka geram. Diseberang, Adhit sudah siap melaju dengan motornya tapi tertahan ketika melihat Erick. Sepertinya tatapan Erick membuat Adhit tersengat.
Ari segera mengarahkan Erick untuk berlalu dan tidak mempedulikan mereka. Ari paham akibatnya, bisa jadi ada perang dunia kalau Erick terus bertatap-tatapan dengan Adhit. Ari sedikit memaksa tubuh Erick untuk bergerak. Tak mudah memang untuknya menggerakkan tubuh Erick yang kaku karena emosi. Terlihat Adhi melaju dengan menunjukkan senyum sinis pada Erick. Dan Erick bertingkah seolah menendang bola, melampiaskan kekesalannya.
****
Tiga hari sudah berlalu. Erick masih berharap pada jendela yang dia lihat pagi ini membuat dia lega. Tapi rupanya Erick masih harus bersabar.
Erick berjalan menuruni tangga menuju meja makan untuk menikmati sarapan yang Martha hidangkan. Tapi terkejutnya Erick melihat sosok Martha sedang mengobrol dengan Rachel.
"Ngapain kamu disini?" Ketus Erick melihat Rachel.
"Mampir..." Jawab Rachel enteng.
"Yuk sekalian sarapan bareng Erick ya.." Ucap Martha yang menggandeng Rachel dengan hangat.
"Terimakasih tante.." Balas Rachel terdengar manja.
"Erick ga mau sarapan, Ma.. Erick makan di kantin aja." Ucap Erick yang lekas pergi meninggalkan Martha dan Rachel yang terdengar memanggilnya.
Erick berangkat dengan muka kesal. Hari berat pasti akan dilaluinya.
Di kelas Erick sudah ramai. Teman-teman sekelasnya sudah banyak yang datang tepat waktu kecuali Lexa yang masih belum menampakkan diri.
"Permisi, Bu Irma.." Ucap seorang perempuan dari luar ruang kelas. Sepertinya memohon izin kepada Irma agar bisa menemuinya.
"Oh Bu Lusi... Ya, Bu.." Irma langsung datang menghampiri atasannya itu.
Ada pembicaraan serius dari kedua wanita dewasa itu.
"Sebentar ya anak-anak. Ibu ada urusan sebentar. Helen, tolong lanjutkan catatan Ibu, ya!" Pamit Irma yang berlalu mengikuti Lusi.
Erick berjalan menuju ke arah toilet. Bukan untuk membuang hajat disana tapi untuk melarikan diri dari kelas yang membuatnya bosan tanpa kehadiran Lexa. Belum sempat sampai tujuan, Erick berlari kecil menuju koridor sekolah yang menuju ke gerbang utama. Mengejar seseorang yang tampaknya dia kenal.
"Tante... Tante Ratih.." Teriak Erick kepada wanita yang membuatnya berlari.
Ratih mendengar sapaan Erick dan menghentikan langkahnya.
"Erick.." Ucap Ratih dengan muka sayu.
"Tante abis ngapain disini?" Sambut Erick dengan sedikit ngos-ngosan.
"Mmm.. tante ada perlu dengan wali kelas kalian." Jawab Ratih halus.
"Mana Lexa, tante?" Tanya Erick menggebu.
"..... Lexa ada di rumah.." Jawab Ratih sedikit ragu-ragu.
"Kenapa dia ga masuk sekolah, tante?" Erick mulai khawatir.
Ratih hanya membalasnya dengan senyuman.
"Maaf, Tante... Erick ga bisa nepatin janji Erick. Erick ga berhasil jagain Lexa dengan baik." Ucap Erick kecewa.
Ratih berjalan maju mendekatinya, menyentuh lengan Erick. Mengelus lembut punggung Erick. Menahan perasaan yang berkecamuk dalam sanubarinya.
"Ga pa-pa... Kamu udah sangat membantu tante dan Lexa.." Ucapan Ratih sedikit parau. Matanya terlihat berkaca-kaca.
"Kamu harus masuk ke kelas, Nak... Bu Irma pasti sudah nunggu kamu." Pinta Ratih.
Erick sedikit enggan meninggalkan Ratih, ingin rasanya dia mengikuti Ratih saja ketimbang kembali lagi ke kelas. Tapi tatapan teduh Ratih membuat Erick tak kuasa menolak. Erick menuruti Ratih yang mengamatinya pergi menuju ruang kelas.
Irma terlihat duduk dengan raut wajah yang tegang begitupun dengan teman-temannya. Suasana kelasnya mendadak sepi. Erick izin masuk ke kelas segera duduk di kursinya. Tak mempedulikan ekspresi teman-temannya yang mendadak aneh.
"Baiklah, sesuai permintaan Bu Lusi. Untuk hari ini, kelas kita sampai disini dulu. Akan ada rapat mendesak juga dengan ibu kepala sekolah. Jadi ibu minta, kalian langsung pulang ke rumah. Kerjakan tugas Matematika halaman 112 bagian A dan B. Mengerti?" Perintah Irma yang dibalas anggukan paham oleh para muridnya.
Begitu pengumuman pulang cepat diumumkan Irma, Erick tanpa pikir panjang langsung pergi dan bergegas pulang ke rumah. Akan ada hal istimewa menunggu Erick di rumah.
"Rick!" Teriak Ari yang terlihat cemas.
"Pulang dulu, Ri..." Erick berlalu melambaikan tangan pada sahabatnya itu. Ada senyum semangat yang terukir dari wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments