Jam pelajaran sudah berakhir, para siswa kelas X.2 SMA Bhakti Bangsa sudah selesai berdoa dan memberi salam kepada Irma. Kini mereka satu per satu sudah pergi meninggalkan sekolah, termasuk Lexa yang sudah menggendong tas cokelat di punggung yang terbalut hoody hitam.
Suara kakinya pelan tapi pasti melangkahkan kaki melewati koridor demi koridor area sekolahnya tanpa mempedulikan keadaan sekitar, berjalan sendiri menuju gerbang utama sekolah. Masih dengan earphone yang selalu setia menempel dikedua telinganya melantunkan lagu milik Michael Buble yang berjudul Home.
"Lexa...."
Suara itu menyapa Lexa berbarengan dengan tepukan kecil di pundak Lexa.
Lexa kaget dibuatnya dan segera melirik seseorang yang mengganggu ketenangannya.
"Pulang bareng, ya..."
Tukas pemilik wajah ayu berkacamata yang Lexa yakini adalah teman sekelasnya yang bernama Ana.
Belum sempat Lexa menjawab, lengannya sudah lebih dulu ditarik oleh Ana. Lexa tak bisa mengelak. Mau tidak mau badan Lexa juga ikut serta mengiringi langkah Ana yang sudah berbicara kesana-kemari memperkenalkan dirinya kepada Lexa.
Mereka berjalan beriringan dengan lengan yang saling bertaut. Lexa tampak risih, tapi Ana seakan tidak peduli dia terus saja mengoceh apa saja, padahal yang dia bicarakan adalah hal-hal yang sebenarnya tidak ingin Lexa tahu.
Berkali-kali Lexa menunjukkan senyum masam, tapi berkali-kali juga Ana tetap tak mengindahkannya. Dia malah menunjukkan wajah riang kepada Lexa. Lexa yang tahu kondisinya akan sulit, berusaha untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Matanya terpejam seperti hendak mengumpulkan keberanian untuk menghadapi sikap Ana.
"Gimana Lex, menurutmu?"
Tanya Ana yakin.
Lexa yang sedari tadi tidak mendengarkan apapun, sedikit bingung untuk menjawab. Lexa akhirnya mengambil sikap diam seribu bahasa.
"Gimana menurutmu?? Besok kita ke Perpustakaan kan ya??"
Tanya Ana sekali lagi, memperjelas pertanyaannya agar Lexa menyudahi kebingungannya.
Menyadari pertanyaan Ana itu, Lexa tanpa sadar menjawab dengan anggukan saja kepada Ana walaupun terlihat ragu-ragu.
"Okeee..."
Jawab Ana dengan ekspresi yang riang.
Percakapan sepihak masih terus berjalan sampai tak sadar sudah meninggalkan sekolah tempat mereka mencari ilmu dan sampai di sebuah persimpangan. Ana menyudahi obrolan di antara mereka. Dia berpamitan kepada Lexa karena arah rumah Ana berseberangan dengan jalan ke rumah Lexa.
"Sampai ketemu di sekolah, Lex..."
Salam Ana yang meninggalkan Lexa sambil melambaikan tangan dan berlari kecil ke seberang jalan menjauh dari Lexa yang terlihat sangat lega.
Lexa melanjutkan perjalanan menuju ke rumahnya. Dia kembali menyibukkan diri dengan menautkan earphone yang sedari tadi menjuntai di jaketnya, berusaha memutar tombol play lagu kesukaan yang sempat terhenti karena kedatangan Ana. Lexa lekas memutar MP3 Player miliknya yang dia sembunyikan di saku jaket. Kembali menikmati keheningan dan ketenangan yang dia buat sendiri menyusuri jalanan lengang menuju rumahnya, tanpa menyadari seseorang sudah setia sejak tadi mengikutinya.
****
Lexa sedang asyik bersantai di kursi busa buatan Ratih sambil terus membaca buku di tangannya. Semangat belajarnya luar biasa. Berulang kali Lexa membaca salinan catatan yang Irma tulis di papan tulis kelasnya. Sampai setiap detail kata-kata bahkan ejaannya sudah dia hafal dalam pikirannya.
Blajar membuat Lexa candu. Sejak Lexa kembali bersekolah, membaca buku catatan sekolah adalah hobinya. Sedangkan buku-buku novel dan lainnya kini sedikit terlupakan.
Lexa masih benar-benar dalam keadaan santai merebahkan tubuhnya di kursi busa, kepalanya sedikit dia sandarkan ke kursi empuk itu, kedua tangannya masih asyik memegangi buku yang sedang dia baca lewat bibirnya, sementara kaki-kaki jenjangnya menempel di karpet bulu. Sampai kemudian dia mendengar suara yang agak berisik dari balik jendela kamarnya. Lexa cermat mendengarkan dengan seksama suara berisik itu. Lexa yang penasaran akhirnya memutuskan bangkit dari keasyikannya menuju ke asal suara yang dimaksud.
Lexa mengamati ke sekeliling area diluar jendela kamarnya. Sedikit mengerutkan dahi karena sejauh matanya memandang tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya perihal suara yang dia dengar tadi. Lexa masih memfokuskan pendengarannya, dan berhasil mendengar asal suara yang dia maksud dari arah atas.
Sementara dari asal suara yang Lexa dengar, Erick terperanjat. Tak mampu menguasai diri sampai oleng, jatuh menimpa kursi belajarnya. Dia spontan panik, karena sosok Lexa muncul tanpa permisi. Lexa pun tak kalah kaget. Tak disangka suara yang mengusiknya berasal dari rumah Erick. Lexa buru-buru berbalik dan langsung menuju ranjangnya dengan salah tingkah, ketika melihat Erick berada di ujung penglihatannya. Lexa berusaha menguasai dirinya dan mengatur nafas.
Di akhir nafas yang sudah dia atur ada senyum manis tersungging menghias wajah polosnya yang tampak menggemaskan.
****
Pagi menyapa Lexa penuh gairah. Setelah selesai sarapan, Lexa berpamitan kepada Ratih untuk berangkat ke sekolah. Lexa tampak penuh semangat sehingga Ratih merelakan keponakannya pergi ke sekolah dengan wajah yang tak kalah sumringah. Perasaan Ratih bahagia, melihat gadisnya terlihat sangat energik. Tak ada lagi muka lesu, pucat nan menyedihkan terpancar dalam wajah Lexa. Sungguh tidak ada yang bisa menggambarkan kebahagian Ratih saat ini.
Lexa berjalan santai menuju sekolahnya. Setelan bajunya kini sama dengan teman-teman di sekolahnya. Tak perlu waktu lama untuk Ratih menyelesaikan jahitan seragam baru Lexa, karena kebutuhan keponakannya selalu menjadi hal yang paling utama.
Gadis itu sedang melewati rumah Erick dan sedikit melirik rumah bercat kuning bergaya klasik itu seperti sedang mencari seseorang. Dan benar, sesosok tubuh tak lama muncul dari balik pintu.
"Hai, Nak Lexa..."
Sapa Martha yang muncul dari balik pintu yang Lexa amati sehingga membuat Lexa menghentikan langkahnya dan dengan segera menjawabmya dengan anggukan dan sedikit senyum.
"Mau berangkat ke sekolah?"
Tanya Martha lagi yang dijawab anggukan yang sama seperti sebelumnya.
"Tantemu ada di rumah, Nak?"
Lanjut Martha yang masih dijawab anggukan oleh Lexa.
Martha tertegun sebentar. Kemudian mencoba mencairkan suasana dengan memanggil anaknya yang kebetulan masih belum berangkat ke sekolah.
"Rick... Ayo cepat! Ini ada Lexa.. Ayo sekalian berangkat bareng aja..."
Teriak Martha menyapa anaknya yang tadi masih sibuk merapikan sepatunya.
Mendengar ucapan Martha, Lexa tak menyadari bahwa dirinya sekarang mematung menanti Erick keluar tepat di depan rumahnya.
Tak lama sosok yang dimaksud Martha keluar dari dalam rumah dengan gaya khas seperti biasa. Rambut gondrong yang hampir sebahu dan agak ikal itu serasi dengan wajahnya yang tampan. Setelan seragam kotak-kotak dengan celana abu-abu menutupi kakinya yang jenjang tinggi semampai menyamai Martha. Tas selempang hitam polos dengan banyak coretan tinta putih melingkar di tubuhnya yang ramping, dan tak ketinggalan sepatu kets hitam bertali putih melengkapi penampilan andalannya.
Erick berjalan menuju Martha yang sudah turun ke halaman rumahnya. Memberi salam dengan mencium telapak tangannya dan memberi Martha sedikit pelukan.
Martha sudah mempersilahkan keduanya untuk segera berangkat. Berjalan beriringan menuju ke sekolah, melangkah bersama menikmati hawa pagi khas daerah pegunungan yang asri, ditemani sinar mentari pagi yang masih tersipu menunjukkan sinarnya. Berjalan dalam hening tapi menenangkan. Sambil sesekali berbalas senyum persahabatan yang manis. Mereka tampak serasi dengan setelan seragam yang sama.
****
Bel istirahat berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas. Sementara Ana datang menghampiri Lexa, ingin menagih janji.
"Hai, Lex... Ayo ke Perpustakaan."
Pinta Ana tanpa basa-basi. Dan tanpa penolakan Lexa mengiyakan ajakan Ana tersebut.
Dengan hangat, Ana meraih lengan Lexa agar berjalan mengikutinya.
Ana dan Lexa masih berkeliling mencari buku-buku yang menarik. Sesekali Ana menunjukkan sebuah buku kepada Lexa dan menyuruhnya untuk berkomentar apakah buku tersebut menarik atau tidak. Dan Lexa hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan saja.
Sosok Ana adalah pribadi yang menyenangkan. Dia pintar membawa suasana menjadi hangat. Lexa paham betul sikap Ana yang dengan entengnya bercerita banyak hal kecil yang biasa menjadi menarik untuk didengar, karena Ana menceritakannya penuh ekspresi dan tawa yang renyah, sehingga yang mendengarkan akan terbawa suasana yang diciptakan oleh Ana. Dia juga pandai membuat orang di sekelilingnya merasa nyaman. Hal ini dapat dibuktikan karena Ana memang memiliki banyak teman dari hasil sikap ramahnya itu. Termasuk Lexa yang juga dibuat nyaman oleh Ana.
Keduanya duduk di kursi panjang dekat jendela. Dari tempat mereka berada, mereka bisa melihat taman sekolah yang ditumbuhi beberapa pohon bonsai rimbun beralas rumput hijau yang menjadi batas antara perpustakaan dengan ruang guru.
Keduanya asyik membahas banyak buku yang mereka pilih. Walaupun dengan suara yang lirih mereka terlihat cukup intens mengobrol. Lexa sanggup menimpali pertanyaan Ana yang serba ingin tahu tentang buku-buku yang mereka pilih tersebut. Karena dari sekian banyak buku yang mereka pilih, sebagian besar adalah buku yang pernah Lexa baca dan Lexa miliki di lemari bukunya.
Dalam sekejap mata, Lexa merasakan tentram menyeruak di dalam relung hatinya. Lexa seperti mendapat keajaiban. Gadis itu seperti mendapatkan kembali kekuatannya yang sudah lama hilang, terkubur oleh kegelisahannya sendiri. l
Bertemu dengan Erick dan Ana membuatnya menyadari satu hal, Lexa pantas memiliki teman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Aymeera
siap, Kakak....
2022-07-10
0
Kaisar Tampan
Aku udah mampir kak.
bantu dukung karyaku juga ia.
simpanan brondong tampan
terima Kasih
2022-07-08
0