Martha masih terlihat berpikir sambil mengendarai mobilnya menuju puskesmas tempat kerjanya. Dia adalah seorang tenaga kesehatan senior di daerahnya. Matanya masih mengisyaratkan sedang memikirkan sesuatu. Dia masih belum habis pikir ketika melihat Lexa yang tampak begitu aneh. Dia berusaha memikirkan jawabannya sendiri, sehingga ada raut muka frustasi. Martha langsung mengambil Handphone miliknya, dan mencari kontak bernama Irma.
"Selamat Pagi, Bu Irma... Apakah Erick sudah sampai di Sekolah? Dia ga terlambat kan?"
Tanya Martha setelah seorang bernama Irma mengucapkan kata halo dan ucapan selamat pagi
Agak lama mereka mengobrol via telepon seluler dan sepertinya Martha puas dengan jawaban yang diberikan Irma kepadanya dan segera mengakhiri panggilannya. Dan sekarang mobilnya sudah terparkir di tempat kerjanya. Dan dia segera masuk dan memulai aktifitasnya disana.
****
"Selamat Pagi Bu Ratih. Kami sudah menunggu anda. Mari silahkan duduk"
Ucap wanita paruh baya yang di meja kerjanya terpampang papan nama Kepala Sekolah.
"Saya Lusi, Kepala Sekolah disini. Saya sudah melihat data diri Lexa yang anda kirimkan via email. Saya cukup tertarik, karena saya rasa Lexa anak yang pintar melihat nilai rapornya. Tapi kenapa dia berhenti sekolah selama 1 tahun ke belakang?"
Tanya Lusi sambil mengamati Ratih dan Lexa bergantian.
"Begini Bu Lusi, Lexa sedikit sakit selama 1 tahun ini. Jadi saya lebih memilih fokus untuk pengobatannya."
"Oh.. Begitu rupanya? Sakit apa Lexa?"
Sebelum menjawab pertanyaan Lusi, mereka bersamaan menoleh ke arah pintu yang sudah berdiri sesosok wanita tinggi cantik dengan seragam bernuansa hitam mengembangkan senyum kepada mereka.
"Maaf mengganggu Bu Lusi. Ibu memanggil saya?"
"Oh ya, Bu Irma. Perkenalkan, ini Lexa. Dia akan jadi murid anda mulai sekarang."
Irma menatap Lexa dengan muka ramah yang menyejukkan.
Ratih berusaha mengarahkan Lexa untuk menghampiri Ibu Gurunya. walau dengan terbata-bata langkah Lexa mencapai tempat Ibu gurunya berdiri.
"Ayo, Lexa... Kita masuk ke kelas kita. Nama Ibu, Bu Irma. Jangan sungkan, ya.."
Tangan Irma mencoba merengkuh badan kurus Lexa, tapi segera ditolak karena Lexa langsung memilih menyingkir dengan wajah tertunduk.
Irma berusaha memahami, dia hanya memberi isyarat untuk Lexa agar mengikutinya.
"Mohon maaf, Bu Ratih. Saya ada acara penting sekarang. Tidak bisa menemani anda berkeliling sekolah Lexa. Saya harap Ananda Lexa betah dan kerasan disini."
Ratih menjawab dengan anggukan yang sedikit ragu-ragu. Bu Lusi pun mempersilahkan Ratih pergi meninggalkan ruangannya.
Ratih berjalan menyusuri lorong demi lorong sekolah Lexa yang cukup luas, terlihat di setiap kelas terdapat taman kecil dan bangku dari bebatuan yang cukup untuk membuat para siswa bercengkrama dengan riang di bawah rindangnya pohon. Suasana sekolah Lexa begitu asri, sejuk dan bersih. Ratih tersenyum kecil membayangkan keponakannya bisa belajar dan bermain disini. Pasti akan sangat menyenangkan.
****
"Perhatian anak-anak! Ibu mau memperkenalkan teman baru kalian di kelas ini. Ayo Masuk!"
Irma menyuruh Lexa untuk masuk, sementara Lexa masih terpaku di tempatnya.
Kakinya seperti dicengkeram tangan besar yang membuatnya sulit bergerak. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi pelipis dan mulai turun ke samping wajahnya. Lexa menelan ludah dalam-dalam menatap Irma dengan tatapan ketakutan. Tapi Irma berusaha meyakinkan Lexa dengan memberi senyum anggun seperti yang biasa Ratih berikan untuknya.
Irma menganggukkan kepalanya memberi Lexa keyakinan untuk melangkah. Lexa melangkah agak gontai. Tetapi dia beranikan diri untuk masuk ke dalam kelasnya. Dia masih tertunduk, belum berani memperlihatkan wajah kepada teman-temannya yang terlihat penasaran.
"Nah, anak-anak... Ini dia teman baru kalian yang datang dari Jakarta. Ayo, Nak.. Perkenalkan dirimu!"
Pinta Irma dengan tutur kata yang sopan dan hangat.
Dengan keberanian yang tersisa dalam dirinya, Lexa mulai membalikkan badannya menghadap ke teman-teman sekelasnya. Seragam putih abu-abu yang sudah lama dia tak kenakan memperjelas statusnya yang kini sebagai seorang siswa menengah atas. Perlahan dia angkat kepala yang dia tundukkan saja sedari tadi. Menatap ke sekeliling ruangan tempat teman-teman barunya yang juga menatapnya dengan ramah.
"Nama Saya, Lexa... Alexa Diandra Putri. Salam kenal." Ucap Lexa.
Perkenalan Lexa yang singkat disambut hangat oleh teman-temannya yang langsung menyapanya dengan sebutan Lexa secara bersamaan.
"Lexa, boleh duduk di bangku kosong yang di dekat jendela itu, ya.."
Irma menunjuk bangku no 2 dari belakang dekat dengan jendela yang mengarah ke taman belakang dan langsung menghadap lapangan basket. Bangku itu akan menjadi miliknya selama dia berada di kelas ini.
Dari belakang bangku yang diduduki Lexa, ada seseorang yang menatapnya dalam. Seperi pernah melihat Lexa sebelumnya. Dia mengamati Lexa yang berjalan ke arahnya dengan seksama. Sementara masih sibuk dengan perasaannya yang tidak karuan tapi berusaha sebisa mungkin menguasai dirinya agak terlihat biasa saja.
Si pemilik mata yang sedari tadi menatap Lexa dalam-dalam kemudian mengakhiri pikirannya, dia tersenyum hangat menyambut Lexa yang sudah duduk di depannya.
"Erick Erlangga..."
Teriak Irma diiringi tawa dari teman-temannya.
"Ya, Bu..."
Dengan sigap Erick bangun pertanda dia siap mendapatkan apapun dari sang guru. Tawa teman-temannya melihat tingkah Erick masih menggema di dalam ruangan itu.
Erick menahan malu namum tetap tampil santai demi menjaga image di depan teman barunya itu.
"Ambil buku kumpulan puisi di perpustakaan. Kita akan mempelajari Puisi sekarang. Persiapkan buku Bahasa Indonesianya!"
Pinta Irma yang langsung ditindak lanjuti oleh Erick yang segera berlari kecil menepuk pundak Ari untuk ikut bersamanya ke Perpustakaan.
****
Bel istirahat sudah berbunyi. Irma sudah mengakhiri pelajaran tentang puisi sebelum akhirnya keluar dari ruangan kelas menuju ruang guru.
Sementara di kelas, teman-teman Lexa sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ada yang bersiap menuju kantin, ada yang masih merapikan buku-bukunya, ada juga yang masih sibuk mengerjakan tugas yang Irma berikan.
Lexa menatap keluar ruangan, memperhatikan beberapa siswa yang sedang lalu lalang. Ada juga yang sedang asyik bermain basket. Pandangan Lexa tertuju pada sebuah kursi panjang dekat taman yang berhadapan langsung dengan kolam ikan berhias air mancur.
"Ehemmmm, Lex..."
Belum sempat Erick melanjutkan sapaannya, Lexa sudah berdiri dan dengan cepat menghindari Erick untuk pergi keluar dari ruangan kelasnya itu.
Erick sedikit terkejut dengan sikap Lexa yang tiba-tiba menghilang sebelum sempat memperkenalkan dirinya kepada Lexa. Erick menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya dan sedikit berdecak. Mendengus kesal tapi tersenyum menertawakan dirinya sendiri yang diacuhkan Lexa.
"Ayo ke kantin, traktir aku makan!"
Ucap Ari sambil menyeret Erick yang seketika terhuyung untuk menuruti ajakan Ari.
****
Erick dan kawan-kawannya sedang bercengkerama melewati koridor-koridor kelas setelah kenyang menghabiskan semangkuk bakso yang dia beli dari kantin. Tawa renyah dan gurauan khas anak laki-laki remaja mengikuti langkah mereka. Erick bersama empat temannya berjalan beriringan tanpa mempedulikan teman lain yang kesusahan menemukan jalan untuk lewat.
Erick adalah pemuda tinggi, kurus dan tampan seusianya. Perawakan jangkis dengan model rambut agak panjang dan kusut tidak mengurangi pesonanya di mata remaja wanita. Erick bisa dibilang laki-laki favorit di sekolahnya setelah Adhit yang juga berperawakan hampir sama dengannya. Bedanya, Adhit berambut pendek rapi karena memakai gel rambut yang membuatnya sedikit bergaya. Adhit adalah seorang atlet basket di sekolahnya. Sedangkan Erick adalah drummer andalan band di sekolahnya. Kedua perangai mereka juga berbeda. Adhit lebih flamboyan, sedangkan Erick cuek dan tidak mudah diatur. Keduanya cukup populer di sekolah, sama-sama menonjol dengan bakatnya masing-masing. Erick berada di tingkat pertama sekolah menengah atas, sedangkan Adhit tepat satu tingkat di atasnya.
****
Lexa membuka kotak bekal yang Ratih siapkan. Dia melihat ada beberapa potongan buah pisang dan apel disana. Sementara botol minum berisi asir putih berdiri tegak di sampingnya.
Lexa memakannya dengan lahap. Sambil mendengarkan musik kesukaannya lewat earphone yang dipakai. Menyendiri ditengah ramainya suasana sekolah. Duduk di kursi panjang yang dia lihat di kelas. Membaca buku sekumpulan puisi yang tadi dibahas bersama gurunya Irma.
Lexa semakin asyik dengan kesibukannya, sampai dia tidak menyadari bahwa Erick sudah tepat berdiri di depannya.
"Halo..."
"Hai...."
"Weh...."
Suara itu bergantian terucap dari mulut Erick, tapi Lexa acuh. Mungkin karena Lexa semakin menyelami setiap bait dari puisi yang dibacanya atau mungkin karena lagu-lagu favoritnya sedang mengalun indah di telinganya sehingga dia tak mempedulikan sekitar.
Erick terlihat agak kesal. Berkali-kali dia memperhatikan Lexa dengan teliti. Dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki. Erick terpaku pada jemari Lexa yang lentik. Dan ya, jelas. Dia adalah tetangganya. Lexa adalah tetangganya. Si pemilik jari lentik dan wajah cantik yang dia lihat dari jendela kamarnya. Menatap dalam dan tersenyum senang. Menikmati semilir angin di bawah sinar keemasan rembulan malam itu. Tak salah lagi, gumam Erick meyakinkan dirinya dalam hati, walaupun Lexa masih saja acuh akan kehadirannya.
Sebuah permulaan bagi Lexa dan Erick untuk saling menyapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments