Tetangga

......And I don't want the world to see me

…....'Cause I don't think that they'd understand

.......When everything's made to be broken

.......I just want you to know who I am

Gelegar lagu dari Go Go Dolls masih terngiang di headphone yang terpasang di kepala remaja berambut gondrong tak sampai bahu yang acak-acakan itu. Sambil kepalanya manggut-manggut mengikuti iringan musik kesukaannya itu. Matanya terpejam dan sesekali tangannya berekspresi seolah sedang memukul sebuah drum. Tak mempedulikan Wanita yang sudah siap untuk mencabut handphone miliknya.

Zzzrrttt

Headphone sudah ada di genggaman sang wanita.

Matanya melotot memandang sang remaja yang sedikit kesal dengan aksinya, tapi terlihat tak kuasa menunjukkannya karena yang dia hadapi adalah ibunya. Martha.

"Sudah ngerjain tugasnya belum??"

Tanya Martha yang menunjukkan sikap galak tapi terlihat manis bagi Erick.

"Sudah, Mama.... Sudah aku kerjakan semua. Bahkan PR lusa juga sudah aku kerjakan."

Erick membalas pertanyaan sang Mama seraya menggoda sang mama dengan mencolek dagunya. Mamanya hanya berdecak. Sambil mengacak-acak kepala sang buah hati pertanda gemas.

Erick sudah duduk di sudut ranjang bersandar di tembok yang penuh dengan coretan dan gambar-gambar band idolanya. Gitar yang sedari tadi diam pun sudah dia pegang dan hendak dia mainkan.

"Kamu tau, Rick... Kita punya tetangga baru loh. Katanya sih datang dari kota."

Martha memulai percakapan dengan anak laki-laki keduanya. Sementara Erick masih saja asyik memetik gitar sambil bergugam seperti sedang menyanyikan sebuah lagu.

"Katanya sih, yang pindah itu cewek remaja sama ibunya. Besok, Mama mau coba cari tahu sekalian anterin mereka makanan akh. Gimana Rick menurutmu?"

Tanya Martha yang dibalas anggukan persetujuan dari anaknya yang masih saja sibuk dengan lagu yang dia gumamkan sendiri.

"Ya udah, Istirahat sekarang. Besok sekolah. Mama ga mau bangunin kamu pake teriak-teriak, ya!"

Gertak sang Mama yang masih belum digubris sang anak.

"Eriiiiick..."

Sapa Martha dengan suara agak meninggi.

"Siap, Mamaku sayaaaank!"

Jawab Erick yang menggoda Mamanya dengan ekspresi bak seorang ajudan yang diperintahkan tuannya. Mamanya hanya terkekeh melihat polah anak bujangnya.

Erick masih melanjutkan aktifitasnya memetik gitar. Sampai tiba-tiba terdengar suara decit jendela yang terbuka. Tadinya dia tidak merasa penasaran dengan suara itu, tapi entah kenapa mengingat mamanya yang membahas tetangga baru mulai mengusik Erick.

Perlahan Erick melangkahkan kakinya ke dekat jendela kamarnya yang berada di lantai kedua. Dari sini dia bisa melihat jendela yang sudah terbuka. Sudah sekian lama rasanya tak melihat jendela dekat rumahnya terbuka sepeti malam ini. Karena memang pemilik rumah sebelum tetangga baru ini sudah lama mengosongkan rumah.

Perhatian Erick tertuju pada sebuah jemari-jemari lentik yang keluar dari balik jendela. Jemarinya seperti menari pelan berdansa dengan hembusan angin. Erick masih dengan seksama melihat pemandangan di bawahnya. Sampai akhirnya muncul sebuah raut wajah cantik, menunjukkan senyum kecil yang manis ke langit. Senyum itu jelas dia tunjukkan ke langit, tetapi Erick ikut merasa berdesir melihatnya.

Mata Erick masih terpaku pada senyum itu. Tanpa sadar, Erick juga sudah menyeringai seperti membalas senyuman dari si gadis. Erick dibuatnya tersipu malu dan menundukkan kepalanya sambil sesekali menggeleng merasakan ada yang aneh dalam dirinya. Dan saat kembali menatap ke bawah, si pemilik senyum sudah tak terlihat. Erick berusaha mencari, tapi hasilnya nihil.

***

Matahari begitu terasa masuk ke peraduan Lexa, yang tertidur cukup pulas di ranjangnya.

Jendelanya masih terbuka. Sehingga sinar matahari begitu leluasa merasuk ke dalam kamarnya.

Ratih sudah berada di kamarnya, dia sudah setengah jongkok melihat lekat keponakannya itu dengan rasa bangga sambil terus mengelus rambut hitam Lexa yang terurai.

Lexa sedikit membuka matanya. Samar dia melihat Ratih didekatnya. Matanya dia gerakan perlahan agar pandangannya terlihat jelas.

"Bangun yuk, Nak.. Sudah pagi."

Pinta Ratih.

Lexa tersenyum manis melihat Ratih. Dan berusaha untuk memulihkan kesadaran setelah tertidur malam tadi.

"Ayo, mandi. Lalu sarapan. Kita akan bersiap ke sekolah. Tante mau anterin kamu ke sekolah. Ayo, bangun!"

Tangan Ratih yang hendak terangkat oleh tubuhnya langsung diraih Lexa.

"Apa tidak apa-apa tan? Kalau Lexa bersekolah??"

Pandangan Lexa nanar menatap Ratih.

"Lexa... Takut..."

Kata-kata Lexa segera dibalas senyum oleh Ratih.

"Takut kenapa, Nak? Kamu hanya bersekolah. Kan kamu selalu pengin tamat SMA. Ini ada kesempatan baik loh, Nak... Jangan takut. Kamu tidak melakukan kesalahan. Apa yang harus kamu takutkan?"

Ucapan Ratih meyakinkan Lexa sambil membelai rambut Lexa. Dan sepertinya cukup ampuh, terbukti Lexa langsung mengangguk perlahan tapi pasti mengiyakan kata-kata Ratih.

****

"Selamat Pagi..."

Ucapan hangat dari luar rumah menghentikan aktifitas Ratih di dapur yang sedang menyiapkan bekal makan siang untuk sang keponakan. Perlahan Ratih menghampiri pintu depan rumahnya untuk membuka pintu.

Dari balik pintu yang sudah terbuka terlihat Martha yang tersenyum ramah menyambut Ratih. Ratih pun tak kalah membalas senyum ramah juga kepada Martha.

"Saya Martha."

Sambil mengulurkan tangannya kepada Ratih.

"Ratih yang masih ragu-ragu karena tangannya basah hanya bisa menyatukan tangan dihadapan Martha. Sambil memperkenalkan diri.

"Mohon maaf, tangan saya masih basah. Karena selesai mencuci tangan."

Permohonan maaf Ratih karena tidak bisa membalas tangan Martha yang memberi salam.

"Tidak apa-apa, Bu.. Maaf kalau kedatangan saya mengganggu. Saya hanya ingin mengucapkan selamat datang di lingkungan kami. Ini saya ada sedikit makanan untuk cemilan Ibu di rumah."

Tangan Martha menyodorkan sebuah rantam berwarna putih kepada Ratih.

"Wah... Ga usah repot-repot Bu Martha."

"Tak apa Bu Ratih. Ini hanya makanan ringan saja. Tolong diterima agar kedepannya kita bisa menjadi tetangga yang baik.''

Ucap Martha dibalas senyum bahagia dari Ratih yang menerima rantam ucapan selamat datang dari tetangganya. Pertemuan singkat itu diakhiri dengan Martha yang pamit undur diri.

****

Lexa dan Ratih sedang berjalan menuju lokasi sekolah yang memang hanya beberapa blok dari rumahnya. Karena mereka tidak memiliki kendaraan, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki. Pagi itu cukup lengang. Suasana lingkungan mereka juga masih cukup asri. Tidak banyak bangunan disekitarnya. Jarak antara rumah satu dengan rumah lainnya cukup luas. Sangat memungkinkan untuk dijadikan taman kecil seperti jarak rumah antara Lexa dan Erick.

'Tiiiiittt'

Suara klakson sebuah mobil menghentikan canda mereka dan segera melirik ke asal suara.

"Ibu Ratih... Mau kemana?"

Kaca jendela yang terbuka itu memberikan jawaban kepada Ratih bahwa yang membunyikan klakson menyapa mereka adalah Martha.

"Ke Sekolah, Bu. Mau mengantar keponakan saya."

Jawab Ratih dengan senyum ramahnya.

"Sekolahnya dimana?"

"Di SMA Bakti Bangsa, Bu.."

"Kebetulan sekali, ayo naik, Bu.. Jalan kita searah. Mari naik!" Pinta Martha yang sudah turun membukakan pintu mobil bagian belakang dan depan agar keduanya masuk.

"Ga usah, repot-repot Bu Martha. Kami akan berjalan kaki saja. Lagian sekolahnya kan dekat."

Tutur Ratih yang berusaha menolak secara halus ajakan Martha.

"Tidak apa-apa Bu Ratih. Silahkan masuk. Saya tidak merasa direpotkan."

Mata Martha melirik Lexa dan hendak merangkul tubuh Lexa agar mau masuk ke mobilnya. Tapi Lexa dengan sigap menepis dan menghindari Martha dengan tatapan panik.

Martha agak kaget melihat sikap Lexa. Tapi Ratih buru-buru mencairkan suasana.

"Maaf Bu Martha, kami berjalan kaki saja."

Martha tak putus asa.

"Ayolah Bu Ratih. Jangan tolak tawaran saya."

Pinta Martha penuh harap.

Ratih tak kuasa menolak.

Dia melirik Lexa untuk ikut serta dengan Martha. Karena akan sangat sulit jika menolak ajakan Martha. Dia pasti akan mengajaknya di kesempatan yang lain.

Ratih berusaha mengajak Lexa dengan menggandeng tangan Lexa. Lexa dengan yakin menggeleng. Lexa terlihat takut. Tapi Ratih meyakinkan dengan senyuman yang menenangkan hati Lexa seperti biasanya.

***

"Saya juga punya anak yang satu sekolah dengan Lexa."

Ucap Martha sambil melirik dua penumpang yang duduk di belakangnya.

"Namanya Erick. Mungkin seumuran dengan keponakan Bu Ratih. Atau saya panggil Mbak Ratih Saja?"

Tanya Martha tersenyum sambil menunggu jawaban dari Ratih.

"Panggil Ibu saja Bu Martha."

Jawab Ratih dengan mengembangkan senyum yang selalu menenangkan. Apalagi untuk Lexa.

Tak lama mendengar obrolan Martha yang menceritakan aktifitasnya sebagai seorang tenaga kesehatan di puskesmas daerah tersebut, mobil itu berhenti tepat di depan pintu gerbang bertuliskan SMA Bakti Bangsa.

"Kita sudah, sampai.."

Kata Martha menggetarkan tubuh Lexa. Terlihat mukanya menjadi pucat pasi. Ratih berusaha memegang erat tangan Lexa yang sudah berasa dingin.

"Terimakasih, Bu Martha. Maaf jadi merepotkan Bu Martha." Tukas Ratih kepada Martha.

"Jangan sungkan Bu Ratih... Lexa, jangan tegang ya... Kamu pasti dapat banyak teman disini."

Ucap Martha enteng.

Selesai melambaikan tangan pada Martha yang berlalu dengan mobilnya, Lexa masih terpaku. Tubuhnya kaku. Keringat dingin sudah mulai bercucuran. Wajah ayunya semakin memucat mengisyaratkan ketakutan yang dalam.

Ratih masih mengamati Lexa. Mata Ratih berkaca-kaca. Tapi cepat dia sembunyikan. Berusaha mempererat genggaman tangannya pada tangan Lexa yang dingin. Menguatkan Lexa lagi dengan senyuman khasnya yang selalu membuat Lexa terlena. Senyum tulus Ratih yang merupakan tante yang menjelma menjadi sosok Ibu yang kuat untuknya.

Perlahan keduanya saling menatap dan melangkah pasti memasuki gerbang kokoh yang akan menjadi saksi dari perjalan hidup mereka.

Terpopuler

Comments

RahMana Lava

RahMana Lava

aduh erik pintarnya,,, PR untuk lusa pun sudah di kerjakan hiihii....

2022-05-29

0

lihat semua
Episodes
1 Gadis Hening itu...
2 Awal Baru
3 Harapan
4 Tetangga
5 Permulaan
6 Perkenalan
7 Kegelisahan Ratih
8 Tatapan
9 Teman
10 Beban Tersembunyi
11 Menepis Jarak
12 Sebuah Perhatian
13 Pertolongan
14 Rival
15 Hujan Pertama
16 Antara Lexa dan Rachel
17 Gerimis dalam Hati
18 Kekesalan Erick
19 Don't Leave Me
20 Masa Lalu
21 Masa Lalu (2)
22 Masa Lalu (3)
23 Janji Erick
24 Pencarian Lexa
25 Kamu Tak Sendiri
26 Kepercayaan dan Keberanian
27 Janji Lexa
28 Lexa, Pulang...
29 Sebuah Usaha
30 Sebuah Permintaan
31 Keadaan Lexa
32 Hari-hari Bersama
33 Ketulusan
34 Semua Hanya Mimpi
35 Alexa Diandra Putri
36 Kenapa Tuhan?
37 Salam Perpisahan
38 Tanah Merah
39 Harus Bangkit
40 Antara Lexa dan Rachel (2)
41 Bunga Daisy
42 Antara Ratih dan Angga
43 Antara Ratih dan Angga (2)
44 Tidak Ingin Sia-sia
45 Bertemu Angga Lagi
46 Penjaga Lexa
47 Semangat Lexa
48 Berita Tak Terduga
49 Berita Tak Terduga Lainnya
50 Ratih dan Kenangannya
51 Pilu Yang Tak Kunjung Usai
52 Berharap Indah Pada Waktunya
53 Bertemu Ayah dan Ibu
54 Terimakasih Lexa
55 Memori Erick
56 Senyum yang Selalu Dirindukan
57 Tamu Malam
58 Menemukan Sosok Kakak
59 Melepaskan Belenggu Perasaan
60 Hari Pertemuan (1)
61 Hari Pertemuan (2)
62 Harapan Martha
63 Takdir Tuhan
64 Jalan Yang Dipilih Erick
65 Buku Harian Lexa
66 Harapan Baik Laksana Kupu-kupu
67 Ke Kota
68 Di Kota
69 Kebahagiaan Yang Datang
70 Kembali Sekolah
71 Mengisi Ruang Hampa
72 Kembali
73 Makan Malam
74 Hanya Untuk Erick
75 Pengumuman
76 Menyampaikan Semua
77 Setiap Saat, Setiap Waktu
78 Angga Menginap
79 Bertemu Adhit
80 Langkah Baru
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Gadis Hening itu...
2
Awal Baru
3
Harapan
4
Tetangga
5
Permulaan
6
Perkenalan
7
Kegelisahan Ratih
8
Tatapan
9
Teman
10
Beban Tersembunyi
11
Menepis Jarak
12
Sebuah Perhatian
13
Pertolongan
14
Rival
15
Hujan Pertama
16
Antara Lexa dan Rachel
17
Gerimis dalam Hati
18
Kekesalan Erick
19
Don't Leave Me
20
Masa Lalu
21
Masa Lalu (2)
22
Masa Lalu (3)
23
Janji Erick
24
Pencarian Lexa
25
Kamu Tak Sendiri
26
Kepercayaan dan Keberanian
27
Janji Lexa
28
Lexa, Pulang...
29
Sebuah Usaha
30
Sebuah Permintaan
31
Keadaan Lexa
32
Hari-hari Bersama
33
Ketulusan
34
Semua Hanya Mimpi
35
Alexa Diandra Putri
36
Kenapa Tuhan?
37
Salam Perpisahan
38
Tanah Merah
39
Harus Bangkit
40
Antara Lexa dan Rachel (2)
41
Bunga Daisy
42
Antara Ratih dan Angga
43
Antara Ratih dan Angga (2)
44
Tidak Ingin Sia-sia
45
Bertemu Angga Lagi
46
Penjaga Lexa
47
Semangat Lexa
48
Berita Tak Terduga
49
Berita Tak Terduga Lainnya
50
Ratih dan Kenangannya
51
Pilu Yang Tak Kunjung Usai
52
Berharap Indah Pada Waktunya
53
Bertemu Ayah dan Ibu
54
Terimakasih Lexa
55
Memori Erick
56
Senyum yang Selalu Dirindukan
57
Tamu Malam
58
Menemukan Sosok Kakak
59
Melepaskan Belenggu Perasaan
60
Hari Pertemuan (1)
61
Hari Pertemuan (2)
62
Harapan Martha
63
Takdir Tuhan
64
Jalan Yang Dipilih Erick
65
Buku Harian Lexa
66
Harapan Baik Laksana Kupu-kupu
67
Ke Kota
68
Di Kota
69
Kebahagiaan Yang Datang
70
Kembali Sekolah
71
Mengisi Ruang Hampa
72
Kembali
73
Makan Malam
74
Hanya Untuk Erick
75
Pengumuman
76
Menyampaikan Semua
77
Setiap Saat, Setiap Waktu
78
Angga Menginap
79
Bertemu Adhit
80
Langkah Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!