Pagi yang cerah kembali menyapa Lexa yang sedang duduk santai di depan meja belajarnya setelah menyelesaikan sarapannya bersama Ratih. Hari ini adalah hari minggu. Hari paling diinginkan pelajar, karena di hari itu mereka bisa bersantai di rumah atau sekedar melakukan aktivitas lain selain belajar. Tapi tidak dengan Lexa, dia seperti tidak terpengaruh dengan hari minggu atau bahkan hari libur lainnya karena Lexa masih saja berkali-kali membaca buku pelajarannya, bahkan sesekali mencoba mengerjakan beberapa soal matematika yang dia buat sendiri. Terlihat jelas bahwa Lexa sangat menikmati hari minggu yang berharga itu dengan belajar seharian. Sampai tak menyadari bahwa Ratih sudah berada di sampingnya dan sudah perlahan mengelus rambut hitam Lexa yang dia kuncir mirip ekor kuda.
"Tante..."
Ucap Lexa yang sedikit mendongakkan kepalanya ke arah Ratih. Tak lupa seraya mengembangkan senyum mahalnya di hadapan Ratih.
"Lagi ngapain? Libur-libur gini masih saja sibuk belajar."
Tukas Ratih penuh kasih sambil menatap lembut Lexa.
Lexa masih tersenyum menjawab pertanyaan Ratih.
"Ayo, temani tante. Kita beres-beres di kebun belakang ya?!"
Pinta Ratih yang dibalas anggukan pasti oleh Lexa.
****
Keduanya sudah berada di kebun belakang rumah. Menyiapkan peralatan kebun, bersiap untuk menata tanaman yang sudah Ratih siapkan. Tepat di samping pintu belakang rumah, deretan tanaman yang sudah Ratih tanam sebelumnya bermekaran dengan indah. Bunga-bunga itu bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti tiupan sang angin yang mengajaknya bergurau. Sementara di sekeliling area kebun belakang sudah berjejer rapi tanaman bonsai warisan pemilik lama yang sudah rapi oleh tukang kebun yang Ratih sewa kemarin. Tak jauh dari pintu belakang, ada ayunan panjang yang cukup untuk dua orang sudah terpajang disana. Di dekat ayunan, Ratih tanami bunga-bunga seribu cantik yang memenuhi tanah sampai di area pojok. Sedangkan area di depan ayunan masih terlihat kosong, belum mulai ditanami tanaman apapun sebagai penghias.
Ratih memberi instruksi kepada Lexa untuk menggali tanah yang masih kosong agar tanaman yang sudah Ratih siapkan bisa menjadi penghuni lahan tersebut.
Lexa sudah memakai sarung tangan plastik berwarna kuning yang sudah Ratih siapkan dan segera menyibukkan diri untuk menggali tanah menggunakan sekop berukuran sedang. Sedangkan Ratih terlihat sedang merapikan tanaman dengan gunting agar tanaman tersebut nampak indah menurutnya. Ratih tampak jago merawat tanaman, terlihat dari gayanya yang luwes memotong dedaunan yang dirasanya menganggu.
Tak lama berselang, Erick tampak muncul dari samping rumah membawa sebuah kantong plastik ditangannya dan menyaksikan Ratih dan Lexa yang tampak asyik berkebun.
Erick melihat Ratih duduk di hamparan rumput fokus merapikan tanaman. Tak jauh dari Ratih berada, tampak Lexa yang sedang melepas sarung tangannya. Mulai menggeraikan rambut dan menggulungnya tinggi di kepala yang memperlihatkan leher jenjangnya. Sepertinya gaya rambut kuncir kudanya mengganggu aktifitasnya berkebun. Erick mengamati keduanya. Tak tega rasanya mengganggu kesenangan mereka. Tapi apalah daya, barang bawaannya cukup penting untuk Ibunya.
"Permisi, tante...."
Sahut Erick cukup keras, sehingga memecah konsentrasi Lexa dan Ratih yang sedari tadi sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Sontak Ratih segera terbangun dari duduk santainya di tanah.
"Oh.. Nak Erick. Ada apa ya?"
Jawab Ratih penasaran dengan kehadiran Erick. Sementara Lexa mengamatinya dari tempatnya berada.
"Maaf, tante.. Erick disuruh Mama mengantarkan ini. Kata Mama, ini kain batik punya temen Mama yang mau sekalian dijahit, Tan.."
Jawab Erick sambil melangkah menyodorkan barang yang dia bawa ke hadapan Ratih.
"Oh ya..... Terimakasih, Nak Erick."
Sahut Ratih sambil tak lupa mengembangkan senyum kepada Erick.
Erick sedikit canggung. Antara ingin pergi atau ingin tetap bersama mereka dan gerak tubuh Erick tertangkap basah oleh Ratih yang paham dengan bahasa tubuh yang Erick tunjukkan.
"Nak, Erick mau minum dulu?"
Tanya Ratih basa-basi tapi sedikit menyentil.
"Oh ga usah Tante... Mmmmm, sepertinya tante sama Lexa lagi sibuk. Boleh Erick bantu ga? Erick juga bisa berkebun loh, Tan. Itu bunga-bunga di pinggir rumah, Erick yang tanam. Walaupun ga semuanya, sih..."
Ucap Erick lantang, tapi ekspresinya ragu-ragu. Ada raut rona merah juga di pipinya yang membuat Ratih tersenyum geli melihat tingkah Erick itu. Dan Lexa terlihat melirik tanaman yang Erick maksud kemudian menunjukkan rasa kagum.
"Boleh, Nak Erick. Tante senang kok kalo ada yang bantuin."
Pungkas Ratih melihat Erick yang tersenyum puas kegirangan.
"Naah... Kamu angkat tanaman ini ke sana, yaa.. Biar nanti Lexa yang tanam bunganya."
Perintah Ratih menunjuk tanaman yang tadi dia rapikan untuk digotong ke tempat lubang galian tanah yang Lexa kerjakan.
Dengan segera Erick langsung mengerjakan perintah Ratih.
Mereka bertiga kini sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sambil mendengarkan arahan Ratih yang mengatur letak tanaman yang akan ditanam oleh Lexa dan Erick.
Ada sedkit candaan diantara ketiganya, karena tingkah Erick yang tampak kebingungan memilih mana tanaman yang harus dia kerjakan dulu karena sebetulnya dia masih awam soal nama-nama tanaman yang Ratih maksud.
****
Hari beranjak terik. Ratih meminta izin untuk menghidangkan cemilan agar bisa dimakan oleh kedua remaja yang sepertinya sudah sangat kelelahan.
Ratih mempersiapkan sebuah cemilan kacang dan kue kering yang dia simpan di lemari makanan. Tak lupa dia juga membuatkan jeruk peras segar yang dicampur es batu untuk mereka minum sambil berusaha tak melepaskan pandangan dari kedua remaja yang dia pantau dari balik jendela dapurnya.
Keduanya terlihat sangat akrab, bercengkrama kecil sambil tetap mengerjakan perintah Ratih untuk menanam tanaman. Lexa tampak tak segan berada di dekat Erick. Walaupun jarak mereka tidak terlalu dekat, tapi Ratih percaya bahwa Lexa memang merasa nyaman bersama Erick.
Gurat muka pilu dan haru bercampur menjadi satu di wajah Ratih. Hampir saja dia tak kuasa menahan airmatanya sendiri. Antara tak percaya dan bahagia melihat pemandangan di depannya. Sungguh membuat Ratih terharu, dia mencoba menengadahkan wajahnya ke langit berusaha agar airmatanya tidak berlinang.
Ratih merasa lega dengan sikap Lexa sekarang. Berbeda dengan Lexa satu tahun ke belakang, yang menjadi sangat dingin bak bukit es, menutup diri dari dunia luar seperti menghukum dirinya sendiri. Ratih paham betul apa yang membuat Lexa berubah menjadi pribadi yang murung. Seketika airmatanya benar-benar tak bisa dia bendung. Tubuhnya lunglai ke lantai, memikirkan apa yang terjadi pada Lexa dan andai Erick tahu apa yang Lexa rasakan, apakah akan tetap sama keadaannya seperti ini? Atau apakah Erick akan bisa merubah Lexa agar tetap seperti ini? Pikiran Ratih membuatnya kalut diiringi isakan yang benar-benar tidak bisa Ratih tahan. Terdengar sangat pilu. Pasti begitu besar beban yang Ratih tanggung, sehingga hari ini dia merasa sudah tidak bisa berbuat banyak untuk dirinya sendiri bahkan untuk keponakan tersayangnya, Lexa.
Kini ketiganya sudah duduk beralas rumput. Menikmati cemilan dan minuman yang Ratih bawa. Ada sedikit canda tawa di sana. Tidak terlalu renyah, tapi terlihat akrab, dengan suasana hangat yang dibangun ketiganya, sedikit melupakan beban yang rapi tersembunyi dalam benak dan belum bisa terucap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments