Erick dan Lexa fokus mendengar setiap penjelasan Irma yang sedang menerangkan mata pelajaran Matematika. Mereka diberi tugas untuk mengerjakan soal yang sudah Irma siapkan. Irma menyuruh siswanya untuk berkelompok mengerjakan tugas tersebut. Dengan sigap Erick langsung mengajak Lexa agar satu kelompok dengannya. Walaupun Lexa terlihat ragu-ragu, Erick seakan tidak peduli. Dia memindahkan kursinya menuju tempat Lexa diiringi dengan teriakan bernada meledek ke arah mereka.
Di kelas mereka, satu siswa menempati satu bangku dan satu meja. Jadi jika ingin berkelompok maka mereka harus berusaha untuk memindahkan kursi mereka agar bisa duduk berjajar atau berhadapan untuk berdiskusi bersama menyelesaikan tugas dari sang guru.
Erick masih menyalin tugas dari Irma ke bukunya, sementara Lexa sudah mencorat-coret satu lembar kertas sebagai tanda dia sudah mulai mengerjakan tugas Irma. Mereka terlihat kompak. Erick lebih bertanya kepada Lexa tentang cara menyelesaikan tugasnya, walaupun hanya dibalas anggukan atau gelengan dan sesekali memberi penjelasan lewat corat-coret saja tapi membuat Erick puas.
Erick memang bukan anak yang pandai di kelasnya, terutama untuk pelajaran yang membuat kepalanya berpikir keras. Kemampuannya standar tapi tidak di bawah rata-rata kelasnya. Mungkin itu yang membuat Erick lebih suka mengikuti ekstra Seni ketimbang memikirkan pelajaran. Sedangkan Lexa berbeda dengan Erick. Di sekolah asalnya, dia sering menduduki peringkat kelas entah itu peringkat 1, 2 ataupun 3. Kemampuannya di sekolah lamanya cukup membuat Ratih bangga.
Erick masih sibuk mengerjakan tugasnya, ketika Lexa melirik Erick yang begitu serius menyelesaikan setiap soal dari Irma.
"Kamu harus menghitung ini dengan benar. Kalo kamu salah hitung maka hasil akhirnya salah."
Ucap Lexa yang langsung membuat Erick mengalihkan pandangannya ke arah Lexa yang sedang menunjuk satu jawaban dari tugas yang Erick kerjakan.
Lama Erick terpaku hanya menatap Lexa, atau lebih tepatnya tersihir dengan suara lembut Lexa. Padahal Lexa hanya berbicara sedikit dan agak lirih, tapi entah kenapa bagi Erick suaranya membuat dia menelan ludah.
Lexa yang tampak risih dengan tatapan Erick langsung menyeret kertas coretan Erick untuk dia betulkan dengan cara yang tepat. Lexa berusaha menjelaskan cara mengerjakan soal itu dengan baik, sementara Erick masih tersihir dengan suara Lexa yang mengalun bagai alunan musik kesukaannya. Erick tidak berusaha mendengarkan penjelasan Lexa, dia malah sibuk mengisi telinganya dengan suara Lexa yang dirasa merdu dan enak di dengar.
Lexa berusaha mengalihkan pandangan Erick yang membuatnya tidak nyaman. Berkali-kali dia ketukan penanya ke arah meja agar Erick tersadar. Tetapi memang sulit menyadarkannya yang terlanjur terlena. Dengan sedikit kasar, akhirnya Lexa memilih bangun hendak meninggalkan Erick. Tingkah Lexa membuat dia tersadar. Dengan cepat Erick meminta maaf jika telah membuatnya merasa gusar dan memohon untuk tetap duduk bersamanya dan melanjutkan kerja kelompoknya. Erick menghela nafas panjang. Berusaha mengontrol dirinya di depan Lexa yang kini membuatnya canggung.
****
Pelajaran telah usai dan mereka bersiap untuk beristirahat melepas penat setelah mengerjakan tugas Matematika yang Ratih berikan. Tugas milik Lexa dan Erick mendapat nilai sempurna. Tidak kalah dengan kelompok lainnya. Hal itu membuat Irma puas karena kali ini Erick mendapat teman belajar yang membuat nilai matematikanya membaik.
Lexa dan Erick masih setia di tempatnya. Kali ini posisi kursi keduanya sudah berada di tempatnya masing-masing. Tak ada niat dari mereka sepertinya untuk keluar kelas.
Lexa masih menata buku-bukunya untuk dia rapikan di dalam tas. Sementara Erick masih terlihat gelisah sambil sesekali melirik gadis di depannya, seperti ingin menyapa tapi tertahan oleh sesuatu.
"Hai, Lexa.."
Sapa sebuah suara gadis berkacamata yang telah berdiri di samping Lexa yang membuatnya terkejut. Sementara Erick mengamati mereka dari tempatnya berada.
"Mau ke kantin bareng aku ga?"
Tanya gadis itu.
"Oh ya... Aku Ana."
Tangan si gadis berkacamata terulur seperti ingin disambut tangan Lexa sebagai salam perkenalan diantara keduanya.
Kemarin memang belum sempat teman-teman sekelasnya berkenalan secara langsung dengan Lexa. Selain karena hari kemarin mereka pulang cepat, terlihat dengan sangat jelas juga kalau Lexa memang berusaha menutup diri dari teman-teman satu kelasnya. Lexa yang beristirahat menyendiri di taman samping kelas saja sudah membuat pergunjingan di antara teman sekelasnya kemarin.
Tangan Ana masih saja terulur dan belum dibalas oleh Lexa. Erick yang menyadari kecanggungan diantara remaja di depannya langsung berinisiatif bergabung dengan merusak acara perkenalan keduanya.
"Minggir, An... Aku mau lewat".
Tegas Erick yang melotot akrab ke arah Ana.
Lexa melihat dengan jelas kalau tempat Ana tidak menghalangi Erick untuk lewat, tetapi dia yakin bahwa Erick tahu kalau dia memang tidak berniat untuk berkenalan saat ini.
"Apaan sih, Rick"
Ucap Ana sedikit kesal.
"Aku mau lewat.." Ucap Erick sedikit ketus.
Tahu akan sangat sulit menghadapi Erick, Ana mengalah untuk segera berpindah tempat agar Erick bisa pergi dari hadapannya.
Erick menggoda Ana dengan mengatakan kalau Ari sudah menunggunya, dan itu membuat Ana menepuk lengan Erick dan dilanjut dengan mencubitnya sedikit keras yang membuat Erick merasa kesakitan. Erick masih meledek Ana dengan kata-kata yang akhirnya membuat Ana berlari menuju Erick yang sudah mengambil langkah seribu. Mereka berkejaran keluar kelas.
Dan Lexa merasa lega. Melihat Erick yang sudah berlari menjauh, dengan tatapan penuh rasa terimakasih yang tidak bisa diucapkan.
****
Lexa sudah duduk di kursi panjang seperti kemarin. Ini adalah istirahat keduanya. Istirahat jam pertama dia habiskan waktunya di kelas dengan membaca buku. Dan kini dia juga melanjutkan halaman demi halaman buku yang belum sempat dia baca. Bekal dari Ratih belum terjamah olehnya, membaca buku sepertinya cukup menguras waktunya sehingga tak sempat dia melirik bekal yang Ratih siapkan untuknya.
"Kamu gak makan?"
Tanya seseorang yang dengan cepat segera duduk di sampingnya.
Lexa terperanjat melihatnya. Erick. Laki-laki yang kini sering membuatnya spot jantung saking seringnya membuat Lexa terkejut dengan ulahnya.
"Apa isinya?"
Tanya Erick tanpa ragu sambil membuka bekal makanan Lexa dan tanpa ragu langsung memakannya.
Lexa sangat kaget dibuatnya. Dan secara refleks langsung menyambar bekal makanan yang berada di tangan Erick. Hampir saja buah apel itu keluar dari mulutnya gara-gara Lexa yang dengan ceroboh mengambil kotak bekalnya tanpa memandang Erick yang sedang menikmati makanan yang Lexa bawa.
Erick menatap Lexa sambil terus berusaha mengunyah makanan yang penuh di mulutnya. Lexa menatap tajam Erick ada rasa kesal jelas terlihat di raut wajah Lexa yang kuning langsat.
Erick berusaha menelan makanan itu dengan benar agar tidak membuatnya tersedak. Susah sekali sepertinya makanan itu masuk ke dalam kerongkongannya, sehingga dia harus menepuk dadanya memaksa makanan itu turun menuju ke perutnya. Lexa yang sedari tadi kurang nyaman dengan sikap Erick pun akhirnya tersenyum geli melihat sikap Erick yang tampak lucu di matanya. Berkali-kali Erick berusaha untuk mengisyaratkan agar Lexa mau memberinya minum. Tapi Lexa terlihat kebingungan, membiarkan Erick tersiksa dengan makanan yang mengganjal. Erick akhirnya menyerobot paksa botol minum Lexa yang dia buka paksa tutupnya dan meminumnya dengan membuka mulut lebar-lebar. Menghabiskan minuman Lexa dengan beberapa kali tegukan sampai terasa lega kerongkongannya. Sementara Lexa menatap Erick dengan tatapan khawatir.
"Akhhhh...."
Suara Erick terdengar lega karena berhasil membuat perutnya merasakan apel yang sedari tertahan di lehernya. Dia melirik Lexa yang terlihat gundah menatapnya. Tapi tak bisa berbuat apa-apa. Membuat Erick sedikit tidak enak.
Keduanya terlihat saling pandang hendak berbicara lewat mata, seperti berusaha menunjukkan apa yang mereka pikirkan. Sampai bel masuk sekolah berbunyi dan dengan segera menyudahi pikiran mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments