Hari ini hari yang sangat sibuk untuk SMA Bhakti Bangsa, akan ada acara gladi bersih untuk persiapan final turnamen basket tingkat SMA.
Halaman sekolah sudah dirubah menjadi panggung hiburan. Akan ada penampilan spesial dari Para Siswa SMA yang terlibat dalam turnamen basket. Ada penampilan tari, drama, atraksi cheers, dan masih banyak yang lainnya. Dan yang tidak kalah semarak adalah acara pembuka yang akan menghadirkan penampilan band kebanggaan SMA Bhakti Bangsa.
Band sekolah mereka cukup terkenal di kalangan anak-anak SMA, walaupun eksistensinya masih minim tapi sekali tampil akan penuh penonton. Mungkin karena pesona para personelnya yang mampu menghipnotis para penggemar.
Erick dan kawan-kawan sibuk cek sound di atas panggung. Robi mulai menyeting gitar listrik yang ada di tangannya, sedangkan Aldi sedang bermain-main membetot bass. Willy siap dengan mik yang sedang dia rapikan kabelnya. Dan satu lagi, Erick. Dia sudah siap memainkan drum yang ada di depannya. Dan di bawah panggung, penikmat musik sudah merapatkan barisan. Walaupun cuma gladi bersih, tapi penampilan mereka cukup dinanti.
Di tempat yang lain, beberapa siswa sedang membantu Irma merapikan kursi tamu. Sementara Ana dibantu Ari sedang sibuk menyusun kerangka acara. Mereka didapuk Irma menjadi MC di acara puncak tersebut. Sementara dibelakang panggung sudah banyak pengisi acara yang sedang berlatih dan menunggu giliran. Suasana cukup ramai di segala penjuru sekolah. Banyak siswa lalu-lalang disana-sini. Para guru yang lain juga terlihat sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Tapi dari sekian banyak orang disana, Lexa masih belum menampakkan diri.
Erick cs sudah siap di panggung, sound mereka sudah siap berguncang menggemakan sebuah lagu untuk diperdengarkan. Riuh penonton membahana mengisi kolong langit yang mendung pagi itu.
Willy sedang beraksi jejingkrakan di panggung sambil menyanyi, diiringi petikan melodi dari Robi yang selaras dengan betotan bass milik Aldi. Erick pun tak kalah energik dari rekannya yang lain. Walaupun hanya duduk, tapi dentuman drum dan hentakkan stiknya sangat menggairahkan penonton untuk ikut bergerak mengikuti irama yang mereka buat.
Di sisi lain, tim basket SMA Bhakti Bangsa sedang konsentrasi mendengar arahan Pak Bayu. Strategi yang Pak Bayu buat diracik sedemikian rupa agar tim mereka mendapatkan hasil yang maksimal. Adhit terlihat dalam kerumunan laki-laki berseragam biru itu.
Di sudut perpustakaan, sesosok tubuh yang dikenali sebagai Lexa berada disana. Dia sedang tidak membaca buku atau sedang mendengarkan musik lewat MP3 playernya. Matanya terpejam. Tubuhnya dia sandarkan di kursi. Sementara tangannya bersedekap. Mendekap tubuhnya yang kurus. Lexa terlihat memakai jaket hoody 'bercindung' hitam polos, menutupi atasan seragam sekolah miliknya. Rok abu-abu masih terlihat jelas menutupi tubuhnya bagian bawah. Sementara kaos kaki panjang berwarna putih membalut kaki jenjangnya. Sepatu hitam dengan tali putih tak kalah ketinggalan menjadi outfit Lexa di sekolah hari itu. Rambutnya dia gelung ke atas kepala dengan bantuan kain karet berwarna putih.
Di sekeliling Lexa tidak ada satu siswapun yang terlihat berkunjung ke perpustakaan. Hanya ada Lexa dan penjaga perpustakaan bernama Widiya yang sedang asyik memainkan game dari komputer yang ada di depannya.
Lexa menghindari keramaian rupanya. Berlari ke perpustakaan dan berteman dengan kesunyian. Banyak orang membuat dia sesak. Sudah cukup teman satu kelas saja yang bisa dia toleransi.
Tapi ketika satu sekolah ditambah dengan sekolah lain berbaur menjadi satu, Lexa menyerah. Dia tidak sanggup.
****
"Rachel..."
Ucap seorang siswa yang mengenakan kaos basket berwarna biru. Menyapa gadis cantik berperawakan tinggi semampai. Hidung mancung dengan rambut yang dia buat agak ikal sepunggung.
"Hai, Maki..." Balas si gadis yang tersenyum manis kepada laki-laki yang ternyata adalah Maki teman satu tim Adhit.
"Mau kemana?" Tanya Maki.
"Aku mau cari Adhit. Kamu tahu Adhit dimana?" Tanya Rachel.
"Tahu. Dia lagi di perpustakaan."
"Di perpus?? Ngapain?" Tanya Rachel heran.
"Ga tau... Mungkin nyari Lexa." Jawab Maki enteng.
"Hakh???" Rachel terlihat sangat terkejut mendapatkan jawaban dari Maki tersebut.
"Upss." Maki tiba-tiba seperti menyalahkan diri sendiri karena menyebut nama Lexa di depan Rachel.
"Maksudku, Adhit lagi mau nemuin temennya. Mungkin temennya lagi di perpus."
Tukas Maki mencoba mengubah raut wajah Rachel yang masih terlihat syok.
"Gimana kalau kita ke kantin. Kamu udah lama ga traktir aku looh..." Pinta Maki sambil menarik tubuh Rachel yang masih bengong. Menutupi kesalahan yang dia buat sendiri sehingga menyebabkan Rachel emosi.
"Adhit mau ketemu sama siapa tadi??" Kata Rachel, mencoba untuk membuat Maki mengulang pernyataannya soal Adhit.
"Emmm... itu, Adhit mau ketemu sama temennya, dia ada urusan. Mungkin soal pertandingan."
Ucap Maki sambil menyeruput es jeruk yang dipesankan oleh Rachel.
"Siapa nama temennya tadi, Maki??" Rachel mencoba mencecar.
Maki sedikit ragu mengulang nama Lexa. Akan sangat berbahaya kalau Rachel sampai tahu bahwa laki-laki yang dia incar menemui perempuan lain. Maklum, Rachel terkenal sangat galak jika menyangkut keinginannya. Mungkin karena dia anak tunggal dari pasangan orang kaya, sehingga jika dia ingin sesuatu maka dia harus mendapatkannya. Termasuk Adhit dan Juga Erick.
****
"Rick, dengerin aku dulu... Aku mau bicara."
Ucap Rachel sambil menarik lengan Erick yang ingin berlalu dari hadapannya.
"Kamu ga boleh menghindari aku terus, Rick. Kita perlu bicara." Sambung Rachel.
"Mau bicara apa?" Ucap Erick datar.
"Bisa ga sih kamu berhenti dulu, aku mau jelasin sama kamu." Kata Rachel yang masih mencoba mengharap kepada Erick.
Erick menghentikan langkahnya.
"Maaf, Rick.. Aku ga sengaja. Aku ga ada maksud nyakitin hati kamu. Oke aku salah, tapi bukan berarti kamu harus ngehindari aku donk?!" Bela Rachel.
"Trus kamu maunya apa?" Masih dengan muka yang datar tanpa ekspresi.
"Aku mau kamu maafin aku. Aku mau jadi teman kamu." Tukas Rachel.
Erick hanya menatap tajam muka Rachel yang ayu.
"Aku maafin kamu, koq. Tapi untuk jadi teman? Aku perlu mikir ribuan kali." Jawab Erick sedikit panas.
"Kamu deketin aku aja karena taruhan. Sekarang kamu minta jadi teman? Dibayar berapa kamu?"
Ucapan Erick tak santai.
Muka Rachel merah. Dia terlihat sangat murka dengan kata-kata Erick, sehingga kali ini dia membiarkan Erick berlalu.
Rachel ditantang oleh teman sekolahnya untuk bisa mendekati Erick. Padahal Erick menerima Rachel dengan tulus. Tapi tak disangka dia hanya menjadi ajang taruhan Rachel dan kawan-kawannya. Erick seperti dipermainkan perasaannya. Pantas saja Erick marah, karena Rachel sebenarnya tidak pernah tulus padanya.
Kini Rachel sedang mendekati Adhit. Dia pikir dengan menaklukan Adhit dia akan menjadi perempuan yang paling luar biasa, karena bisa menaklukan hati sang flamboyan SMA Bhakti Bangsa. Tapi ternyata tak semudah dugaan Rachel. Adhit orang yang tidak bisa ditebak. Dia bisa saja manis hari ini, tapi besok akan berbeda. Seperti cuaca yang tidak bisa diprediksi. Tapi itu membuat Rachel tidak berkecil hati. Pesona Adhit membuatnya pantang menyerah sehingga untuk menyemangati diri sendiri, dia selalu berkoar sebagai pacar Adhit.
****
Maki ditugaskan untuk mengalihkan Rachel agar tidak dekat-dekat dengannya. Tapi karena Maki orang yang polos, misi yang Adhit berikan pada Maki akhirnya gagal.
"Jawab, Maki!" Kata Rachel berteriak kepada Maki.
Maki kaget. Untung saja bakso yang ada di mulutnya tidak ikut kaget dan keluar dari mulutnya. Maki hanya menggeleng dan mengelus dada, meminta diri sendiri untuk sabar mengahadapi amukan Rachel.
"Sabar, Chel..." Pinta Maki.
Tapi sikap keras Rachel membuat Maki tak berdaya. Rachel segera berlalu dari hadapan Maki dan mencoba menemukan Adhit dengan mata kepalanya sendiri.
Mata Rachel jelalatan mencari ruang perpustakaan. Memastikan apa yang dikatakan Maki itu benar. Tak lama mencari. Ruangan yang dia cari berhasil ditemukan. Bergegas dia mencari sosok Adhit dan perempuan yang dimaksud Maki. Matanya menyusuri setiap jengkal ruangan. Tapi hasilnya nihil. Rachel tampak sangat emosional, raut wajahnya sudah sangat kalut. Dia pergi lagi ke segala penjuru ruangan. Dan terhenti di sebuah taman yang berhias air mancur.
"Kamu boleh menjawabnya nanti, Lex.. Tapi aku mohon, kamu bisa mempertimbangkan aku lebih dari siapapun." Perkataan Adhit kepada Lexa yang sedang berdiri terpaku di hadapan Adhit.
"Adhit.." Teriak Rachel dari seberang menggetarkan hati Lexa yang sudah tak karuan rasanya.
Rachel secepat kilat berlari menuju tempat Adhit dan Lexa. Sementara Adhit terlihat kesal dengan kedatangan Rachel.
Rachel benar-benar berada di antara mereka sekarang. Mengamati Lexa dari ujung rambut sampai ujung kaki berkali-kali seperti ingin memastikan sesuatu. Melihat sosok Rachel dihadapannya, tubuh Lexa menjadi lemas. Tubuhnya seperti ingin lunglai, kakinya bergetar. Napas Lexa memburu. Lexa berusaha menelan ludah dalam-dalam. Pandangan mata Lexa menjadi kabur. Lexa tak kuasa menopang tubuhnya lagi. Dia jatuh terduduk di kursi taman yang biasa dia duduki sambil membaca buku.
Tangan Adhit hampir saja meraih tubuh Lexa, tapi terhalang oleh tangan Rachel yang ganas. Menarik tubuh Adhit menjauh dari jangkauan Lexa. Adhit kesal dengan perlakuan Rachel, sehingga tangan Rachel dia hempaskan untuk menjauh dari tubuhnya.
"Apa-apaan kamu, Rachel?" Tatap Adhit sinis.
"Kamu yang apa-apaan!!" Teriak Rachel tak kalah sinis.
Sementara Lexa masih mengatur napasnya. Mencoba untuk tetap menguatkan tubuhnya.
"Lebih baik kamu pergi dari sini!" Tegas Adhit.
"Kita berdua yang harus pergi dari sini." Balas Rachel.
"Gila, Kamu!" Maki Adhit.
"Kamu yang gila! Kamu ga tau siapa cewek yang ada dihadapan kamu?" Jerit Rachel sambil menunjuk Lexa yang wajahnya sudah pucat pasi.
"Apain sih kamu?!"
"Denger, ya Dhit. Aku lebih kenal cewek ini dari pada kamu!" Ucap Rachel sengit.
Adhit tiba-tiba diam sepertinya dia penasaran dengan ucapan Rachel.
Rachel masih melotot tajam ke arah Adhit dan Lexa secara bergantian.
"Apa maksud kamu?" Tanya Adhit heran. Sementara Rachel menyeringai sinis ke arah Adhit.
"Lexa adalah teman sekolahku dulu waktu di Jakarta." Ucapan Rachel membuat Adhit lebih penasaran.
Lexa dengan sekuat tenaga melangkahkan kaki untuk membawa tubuhnya menjauh dari Rachel dan Adhit yang sepertinya tidak akan memberi keuntungan untuknya.
"Lexa, tunggu..." Tukas Adhit yang masih berusaha menggandeng Lexa tapi tak berhasil karena gerak Rachel lebih cepat mengalihkan badannya menjauh dari Lexa.
"Lepasin aku, Chel!" Pinta Adhit dengan muka yang semakin tajam ke arah Rachel. Tapi Rachel tetap bergeming, malah semakin mengencangkan cengkeramannya ke tangan Adhit.
Dengan sisa tenaga yang Lexa punya, kini dia berhasil meninggalkan Adhit dan Rachel yang berbicara serius di belakangnya. Dengan sempoyongan Lexa berusaha memapah sendiri tubuhnya yang sudah mati rasa sekarang. Air matanya juga berderai hebat keluar dari pelupuk matanya tanpa bisa dia bendung. Tangan kanannya meremas pakaiannya di bagian dada, seperti ingin membuang sesak yang mengganjal di sana. Tangisnya pun pecah lirih tertutup suara langit yang bergemuruh menunjukkan kekuasaannya.
Lexa berlalu menyusuri lorong demi lorong sekolahnya, memecah keramaian suasana yang sedari tadi dia hindari. Dalam pikirannya langsung memutar kembali kenangan-kenangan masa lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments