Bab 6

Kanya bermaksud merapikan pakaiannya di dalam lemari. Di kamar Bian terdapat empat pintu lemari. Kanya binggung dimana kah baju-bajunya akan di susun. Kanya membuka saja lemari yang bagian paling ujung.

"Jangan disitu Kay," cegah Bian yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Seketika Kanya menurunkan tangannya. "Aku hanya mau menata bajuku Mas," ucapnya merasa seperti maling yang ketahuan memungut sesuatu.

"Pakailah lemari yang dua ujung, disitu tempat menyimpan bajuku dan ...." Bian tak meneruskan ucapannya.

"Ya Mas," ucap Kanya cukup sadar dan mengerti. Mungkin ada barang berharga yang tak boleh orang lain tahu meskipun status Kanya adalah istrinya.

"Kay, coba kamu buka sendiri," ucap Bian lagi.

Kanya menurut kali ini membuka lemari dan mendapati tumpukan kaos dan kain-kain berbentuk segitiga. Wajah Kanya langsung memerah, jadi itu alasan kenapa Bian malu menyebutkan isi lemarinya.

"Jadi tahu kan alasannya kamu harus pakai lemari sebelah," seru Bian menunjuk lemari yang di maksud.

Seketika kuncup bahagia tumbuh di hati Kanya. Tak sekaku itu seorang Abian. Ia pun segera bergeser menuju lemari yang dimaksud Bian sebelumnya.

"Kay, kamu bisa tidur dulu. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," seru Bian langsung pergi  meninggalkan Kanya.

Malam sudah semakin larut, Kanya sudah membereskan semua pakaian. Tapi tak nampak dari pintu Bian akan kembali ke kamar. Kanya saja sudah mulai bosan streaming drama korea yang bisa menjadi asupan inspirasi kehaluannya.

Mau menyusul Bian ke ruang kerja. Tentu bukan solusi yang tepat. Ia tak akan bisa membantu apapun dan Kanya tak akan bisa di ajak diskusi apalagi memberi solusi. Ia hanya akan semakin menampakan kebodohannya di hadapan Bian. Lebih baik ia sekarang berdoa sambil menghitung domba hingga kantuknya datang.

Kanya membuka matanya samar-samar merasakan ada sesuatu yang menimpa tangannya. Betapa terkejutnya ketika merasakan tangan melingkar di perutnya. Kanya mencoba menoleh dan mendapati Abian memeluknya! Nyatakan kah ini? Tentu saja ia sedang mimpi! Sekarang lebih baik ia tidur lagi daripada harus berharap hal yang tidak mungkin terjadi.

Kanya membuka matanya lebar ketika mendengar kumandang adzan subuh, ia mendapati posisi tidurnya yang tak berubah sejak semalam. Masih terlintas dipikiran Kanya mimpi yang terasa begitu nyata itu. Ia segera menoleh ke sebelah dan mendapati Abian yang tidur menjauh beberapa centi darinya, tentu saja dengan posisi membelakanginya. Ternyata semalam memang hanyalah mimpi. Entah pukul berapa Abian masuk ke dalam kamar semalam, sudah pasti sangat larut karena Kanya saja tidur pukul dua belas.

Kanya pun memilih membangunkan Abian untuk menjalankan kewajiban bersama daripada binggung dengan presepsinya sendiri.

.

.

.

.

Kanya masih sibuk dengan telur dan beberapa bahan yang ia keluarkan dari kulkas. Sudah tugas Kanya menyiapkan keperluan untuk suaminya. Entah apa yang ia bisa masak untuk sarapan. Kanya memang jarang menyentuh dapur bahkan hampir tak pernah. Sebagai anak bungsu dan perempuab satu-satunya. Perlakuan keluarganya selama ini dirasa terlalu memanjakannya. Terakhir masuk dapur terkena percikan minyak karena mengoreng ayam, Bintang begitu marah dan hampir memecat ART. Sebelumnya Kanya juga sempat membuat sup saat ulang tahun pernikahan orang tuanya. Ia tak bisa membedakan merica dan pala yang ikut tercampur ke dalam sup yang membuat seluruh rumah diare beberapa hari. Sejak itulah ibunya tak pernah mengizinkan Kanya ke dapur. Terbukti sekarang saat berumah tangga, Kanya tak tahu cara memasak yang benar. Untuk membuat nasi goreng untuk sarapan saja ia harus melihat youtube.

“Kenapa Kay?” suara yang mengagetkan Kanya. Bian sudah muncul dengan pakaian rapi. Lelaki itu memakai kemeja biru dengan celana cino berwarna hitam yang disiapkan Kanya tadi. Meskipun tampilan Bian ke Kantor tidak seperti CEO dalam novel Kanya yang memakai tuxedo lengkap dengan dasinya, Bian terlihat berwibawa dan tampan di mata Kanya.

“Aku mau buat sarapan Mas?” jawab Kanya ragu bisa tidak menyediakan masakan yang  layak untuk Bian atau tidak.

“Baru mau masak?” tanya Bian. Kanya mengangguk malu, bagaimana bisa ia belum meyediakan sarapan sedangkan suaminya sudah bersiap akan berangkat kerja. Kalau tahu dilema akan memasak seperti ini, lebih baik ia pesan makanan lewat aplikasi seperti tadi malam.

Lelaki itu melihat jam tangannya. “Kalau hari ini aku yang masak untuk sarapan gimana?” serunya yang membuat mata Kanya membulat seketika.

Bian menuju pantry mendekati Kanya, lelaki itu mengulung lengan bajunya hingga ke siku.

“Boleh pimjam celemek?” tanya Bian.

Kanya mengatupkan mulutnya yang mengangga. “Mas, aku aja yang masak. Nanti baju Mas kotor mau berangkat kerja.” Kanya berusaha mencegah tapi ia juga ragu apa bisa menyajikan sesuatu yang diiginkan Bian.

“Nggak apa-apa, lagipula aku lama nggak masak sendiri, kamu juga harus coba nasi goreng ala Bian,” seru Bian mengulurkan tangan meminta lagi celemeknya.

“Kamu boleh tunggu disana, sekalian buatkan teh, sepuluh menit lagi akan matang.”

Kanya menurut membuat teh di pantry sebelah. Matanya mengalihkan pandangan kepada Bian yang terlihat begitu lihai mengolah spatula dalam pengorengan. Mata Kanya rasanya tak ingin lepas dari apapun yang dilakukan suaminya. Abian memang suami yang paket komplit. Adakah satu kekurangan Bian yang bisa dijadikan Kanya perbandingan agar perbedaan dirinya tak terlalu mencolok. Lelaki itu sempurna dalam segala hal untuk Kanya, Kanya sekarang memilikinya. Tapi satu yang tak dapat Kanya dapatkan yaitu hati dan cintanya!

“Siap,” Abian meletakkan dua piring di atasa meja nasi goreng yang masih berasap dengan aroma yang lezat.

“Cepat makan, keburu dingin. Sepertinya aku juga akan terlambat,” seru Bian.

Kanya menyuap nasi goreng yang memang begitu enak di lidahnya. Sungguh ini jauh lebih enak dari pada nasi goreng mang ujo yang terkenal seantero kampusnya.

Kanya tahu Abian memang sudah hidup mandiri bertahun -tahun selama kuliah di indonesia ataupun di Amerika. Mungkin untuk memasak sendiri sudah hal yang biasa.

Rasanya Kanya rasanya ingin menyusut seperti bakteri, entah ia harus senang atau malu Bian mengantikannya memasak sebagai salah satu tugas istri. Kanya semakin menciut karena menjadi istri yang sama sekali tak bisa di andalkan.

“Enak nggak?” tanya Bian menyelesaika suapannya.

“Enak banget Mas,” jawab Kanya jujur. Rela deh kalau Kanya tiap hari makan nasi goreng asal itu buatan Bian.

Senyum tipis mengembang  di bibir Bian. “Syukurlah, oh ya Kay. Sepertinya nanti malam aku lembur, pulangnya mungkin malam.”

“Ya Mas, aku juga hari ini boleh kan berkunjung ke toko. Sudah seminggu aku nggak kesana,” ucap Kanya.

“Ya udah, kita barengan saja kalau satu arah.”

Kanya mengangguk semangat. “Aku siap-siap dulu Mas.” Kanya beranjak dari tempat duduknya.

Meksipun hubungan mereka masih jalan ditempat, setidaknya ada komunikasi yang baik sampai detik ini.

.

.

.

.

.

Bersambung .............

Terpopuler

Comments

Wahida Kaffasya

Wahida Kaffasya

ayo dong kk ai prov bian juga biar tau apa yg dirain bian

2022-07-05

0

imelda

imelda

jangan pesimis dulu kanaya krn alasan u dicintai gak mesti karna cantik atau pintar pasti kamu punya sisi lain yg bisa membuat abian jatuh cinta kanaya

2022-07-03

1

Rina Zahra

Rina Zahra

ei masih dilanjut ga nih....

2022-04-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!