"Ada tamu?" tanya seseorang dari belakang yang mengagetkan Kanya.
Kanya kembali meletakan cangkir yang akan ia bereskan. "Kak Bintang Mas, baru aja pulang."
Abian hanya manggut-manggut. Kanya menghampiri suaminya untuk mencium punggung tangannya.
"Masak apa Kay, aku lapar," seru Bian.
Mata Kanya membulat. Tentu tidak ada masakan yang bisa ia siapkan. Tepatnya, ia belum memesan makanan lewat aplikasi. Tadi pun ia hanya memesan makanan yang cukup untuk di makan bersama Bintang. Biasanya Bian juga sudah makan di kantor jika lembur. Makanan yang biasa Kanya pesan kadang tak termakan. Pada akhirnya berujung diberikan pada petugas kebersihan yang mengambil sampah di malam hari.
"Kamu nggak masak?" tanya Bian lagi karena tak juga mendapat sahutan dari istrinya.
Kanya menggeleng. Sungguh, ia semakin merasa tak berguna menjadi istri. Bahkan untuk urusan perut saja ia tak bisa memanjakan suaminya. Bagaimana ia bisa mendapatkan perhatian lebih!
"Aku pikir Mas Bian sudah makan malam di kantor seperti biasa," jawab Kanya mencoba membela diri.
"Jadi gak ada sesuatu yang bisa dimakan?" seru Bian.
"Mas Bian mandi aja dulu, nanti aku pesankan Okjek." Solusi terbaik yang terlintas dipikiran Kanya.
"Nggak perlu Kay, setelah aku mandi kita cari saja makanan di luar," seru Bian berlalu menuju kamar.
Kanya menepuk jidatnya, kenapa ia bisa seceroboh itu. Harus ia tetap menyiapkan makan malam entah itu di makan atau tidak seperti biasa, inilah akibatnya jika komunikasi antara suami istri memang buruk. Untungnya Bian terlihat tak marah.
Tak butuh waktu lama untuk Bian membersihkan diri dikamar mandi. Ia sudah rapi dengan kaos berkerah putih dan celana hitam pendek. Belum ada percakapan meskipun mobil sudah melaju beberapa kilometer dari titik rumah keduanya.
"Kita makan dimana Kay?" tanya Bian membuka pembicaraan.
"Hmmm, terserah Mas Bian aja," jawab Kanya. Kalau Kanya di tanya makanan yang enak dimalam hari, ia akan memilih sate, seblak, batagor, somay, bakso larva. Kanya yakin ia tak satu selera dengan suaminya..
"Kamu yang nggak siapkan makanan Kay, berarti kamu yang harus cari tempat," seru Bian.
"Iya Mas," desis Kanya sambil berpikir kemana arah dan tujuan malam ini. "Kita ke cafe dari Hati Mas, kebetulan gak jauh dari sini. Makanannya rekomended pokoknya."
"Boleh."
Bian dengan cekatan mengikuti arah jalan yang di tunjuk Kanya. Keduanya kini sudah sampai di salah satu cafe unik dengan tatanan kursinya yang terbuat dari kayu ukir panjang. Tergolong masih ramai pengunjung untuk waktu malam yang hampir larut seperti ini.
"Silahkan Kak pilih menunya," pelayan wanita menyodorkan tablet untuk memesan makanan.
"Terimakasih," Kanya mengambil tablet menu yang diberikan pelayan.
"Mas Bian mau makan apa?" tanya Kanya.
"Terserah kamu saja Kay," jawab Bian.
Kanya pun memilih menu andalan yang biasa ia makan di cafe ini. Ia yakin Bian juga akan suka.
"Ini mbak," Kanya menyerahkan menu yang di pesan pada pelayan. "Mbak-mbak," Kanya memanggil pelayan yang akan berbalik.
"Ya Mbak," jawab pelayan itu.
"Mas Renald udah pulang?" tanya Kanya.
"Sepertinya sudah Mbak,"
"Ya! ya udah deh Mbak, makasih. Ditunggu pesanan saya," seru Kanya.
Pelayan itu mengangguk sopan kemudian berlalu meninggalkan kedua pasangan suami istri itu.
"Pak Renald siapa?" tanya Bian melihat raut wajah kecewa diwajah istrinya.
"Pemilik cafe ini Mas, tapi udah pulang. Batal aku minta diskon," ucap Kanya sambil cekikikan. "Bercanda Mas."
"Kamu kenal?" tanya Bian dengan nada sedikit naik satu oktaf.
"Kenal banget Mas, dia suami Liliana sahabat aku,"
"Oh," seru Bian lega melemaskan otot wajah.
"Mau tahu nggak Mas, kenapa cafe ini namanya dari hati ?" seru Kanya antusias meskipun tak yakin suaminya akan tertarik dengan bahasannya.
"Nggak tahulah kalau kamu nggak cerita," balas Bian.
Kanya tersenyum semangat bersiap menceritakan cafe milik sahabatnya ketika mendapat tanggapan baik dari suaminya.
"Sebenarnya, tanah cafe ini bersengketan sebelum di bangun."
"Oh ya?"
"Jadi waktu itu Liliana masih jadi asisten pengacara yang bantu kasus ini. Alih-alih dapat kasus, dia malah dapat jodoh. Mas Renald pemilik cafe ini fall in love sejak pandangan pertama. Lurus banget kan Mas kisah cinta mereka. Mas Renald juga kelihatan cinta banget sama Lili, pokoknya bikin iri kebucinan mereka."
"Sekerang kamu nggak perlu iri lagi Kay, status kalian sama-sama bersuami."
"Tapi beda cerita Mas," Kanya keceplosan gelapan menutup mulutnya.
Bian mengeryitkan wajahnya seolah ingin memprotes perkataan Kanya.
"Maksudnya kita beda profesi Mas," jawab Kanya ceplos asal tak menyinggung Bian. Tapi itulah kenyataannya, Bian sangat berbeda dengan cara Renald memperlakukan Lili sebagai istri. Wajar Kanya iri dengan kebucinan Renald pada sahabatnya.
"Kay," Bian memanggil Kanya yang menunduk.
Kanya mendongak memaksa melihat suaminya.
"Percayalah, setiap suami pasti ingin membahagiakan istrinya," seru Bian lembut kemudian mendadak memandang ke lain asal tidak menatap Kanya.
Kanya hanya tersenyum, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menutupi kebingungan pikirannya yang semakin ambigu. Bagaimanakah cara Bian membuatnya bahagia sebagai suami? Untuk menyentuhnya saja Bian bahkan seolah enggan.
"Pesanan Kak," pelayan yang datang membawa nampan memeceh kecanggungan yang sempat terjadi pada Kanya dan Bian.
Dengan cepat Kanya menghidangkan pada Bian makanan pesanannya. Ia pun menikmati mie goreng sapi didepannya mencoba mengalihkan pikirannya dari topik tadi.
.
.
.
Kanya merapikan bantal sebelum Abian keluar dari kamar mandi. Ia masih teringat ucapan Bian di cafe ketika mengatakan setiap suami pasti ingin membahagiakan istrinya. Apa selama ini Bian ingin berusaha membahagiakan dirinya, tapi belum mendapatkan celah karena komunikasi keduanya yang buruk? Apakah ia harus maju dan memulai duluan agar tak ada sikap pasif lagi? Sungguh Kanya di buat pusing dengan sikap Abian. Disisi lain ia selalu merasa tak dipedulikan, disisi lain ia merasa Bian ingin berusaha mendekat padanya.
Pintu kamar mandi terbuka, dengan spontan Kanya mengambil posisi rebahan. Berpura-pura tertidur adalah cara terbaik Kanya untuk menghindari tatapan Bian. Tapi kali ini Kanya tak ingin tidur membelakangi suaminya itu. Ia tak merubah posisi tidurnya ke arah samping ranjang. Ia hanya ingin melihat bagaimana respon Bian. Apakah ia akan tetap membelakangi. Ataukah ia akan memeluknya seperti waktu itu, meskipun ia tak yakin ada unsur kesengajaan.
Setengah mati Kanya menahan kantuk yang menyerang matanya. Ia hanya menunggu tangan Bian memeluk lengannya.
Kanya kecewa kali ini. Beberapa menit berlalu Kanya tak merasakan apapun menyentuh kulitnya membuka mata pun seperti terlalu cepat! Bagaimana kalau Bian belum tidur.
Darah Kanya mendadak berdesir dan jantung terpacu lebih cepat ketika merasakan sesuatu mendadak menyentuh permukaan dahinya. Ia bisa merasakan sedikit geli ketika kepalanya menjadi tumpuan dagu. Tubuhnya Kanya pun terasa beku seketika ketika merasakan lilitan tangan yang memejara perutnya.
Dugaan Kanya salah! Kali ini ia sungguh yakin Bian benar-benar sengaja memeluknya.
.
.
.
.
.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Ida Farida
makiiiin seruuuu thor...slalu di tunggu up nya🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2022-06-14
1
Yuli Wirnawan
lanjut update ei....suka ceritanya.... sikap bian masih misteri
2022-06-13
0
Ulfah Ruchel
lanjut thor
2022-06-13
1