Bab 8

Kanya meletakan di meja makan piring yang berisi ayam bumbu rica yang baru selesai di masak Bu Rida. Aroma yang begitu menggugah selera ketika asapnya yang masih mengebul terhirup indera penciumannya.

Kanya sekarang sedang berada di rumah ibu mertuanya. Bian langsung mengabulkan keinginan Bunda tercintanya ketika menginginkan Kanya untuk bertandang ke rumahnya.

Bukan hal aneh untuk Kanya ketika berada di rumah mertuanya seperti menantu baru pada umumnya. Kanya dan Bu Dita sering bertemu dan berkumpul dalam sebuah acara. Bu Dita pun sudah Kanya anggap seperti ibu kandungnya sendiri begitu pun sebaliknya. Jadi saat jadi menantu pun tidak ada kecanggungan di antara keduanya. Hanya bedanya sekarang status mereka sudah berbeda.

"Bian masih pulang malam Kay?" tanya Bu Dita ikut duduk di meja makan bersama Kanya.

"Masih Bun," jawab Kanya jujur sambil melempar senyum seolah tak keberatan dengan hal itu.

Bu Dita menggelengkan kepala menghela nafas kasar. "Masih nggak berubah si Bian, sekarang harusnya dia lebih bisa mengatur waktu karena punya istri."

"Nggak masalah Bun, itu tandanya Mas Bian bertanggung jawab dengan pekerjaan," bela Kanya. Meskipun yang di katakan mertuanya sangat ada benarnya.

"Maklumi ya Sayang, Bian memang selalu sibuk semenjak aplikasinya berkembang. Seperti yang Bunda pernah ceritakan. Apa yang di dapatkan Bian seperti sekarang tak gampang. Makanya setelah diberi kesempatan baik, Bian berusaha dengan maksimal mengembangkan perusahaan yang dia bangun," terang Bu Dita mencoba membela Bian meskipun merasa tak enak hati dengan Kanya.

"Ya Bun Kanya ngerti kok," balas Kanya.

Sudah hampir tiga hari terakhir Bian memang pulang hingga larut malam. Bahkan Kanya sering mendapati Bian yang masih bekerja di ruang kerja meskipun sudah menghabiskan waktu lembur di kantor. Kanya menyadari menjelang datangnya tahun ajaran baru mungkin suaminya menjadi sangat sibuk. Ia pun sadar tak bisa membantu apapun dengan kapasitas otaknya selain membuatkan secangkir kopi untuk suaminya.

"Tapi Bunda jadi kasihan sama kamu, gara-gara Bian yang selalu sibuk kalian bahkan tidak ada rencana untuk bulan madu pengantin baru,"

Memang tidak ada pembicaraan masalah bulan madu sama sekali sampai detik pernikahannya ini. Kanya saja rela jika Bian berkeinginan mengajaknya berbulan madu ke taman safari atau kebun raya Bogor. Ya, biar sekalian si jenius itu memperkenalkan padanya hewan dan tanaman langka. Dan mungkin di dunia ini hanya dirinya pengantin baru yang rela berbulan madu berkumpul dengan flora dan fauna, karena terlalu pasrahnya.

Jika salah satu pihak tidak menginginkan pernikahan ini tentu saja tidak akan terjadi namanya bulan madu.

"Bagi Kanya asalkan bersama Mas Bian seperti terasa bulan madu tiap hari kok Bun diamanapun," elak Kanya. Sungguh sejak kapan ia jadi pandai merangkai kata gombal yang membuat perutnya mendadak mual.

"Tapi kalian butuh waktu berdua untuk mempercepat proses pembuatan cucu untuk bunda," seru Bu Dita.

Kanya langsung tersedak teh yang baru di minumnya mendengar perkataan Bu Dita.

"Ya ampun Kay, minum dulu," Bu Dita menyodorkan gelas pada Kanya panik. "Bunda cuma bahas cucu kamu langsung tersedak gitu! Kamu udah nikah Kay, gak usah malu-malu lagi," canda Bunda menyenggol lengan Kanya genit.

"Doakan saja ya Bun bisa segera," ucap Kanya usai meneguk air.

"Bunda senang punya menantu yang pengertian seperti kamu Kay." Bu Dita berhambur memeluk Kanya.

Ada sedikit rasa ngilu di hati Kanya karena sudah menutupi kenyataan yang tak sesuai dengan anggapan keluarga yang di sayanginya. Untungnya keluarganya dan keluarga besar Bian tak pernah menaruh curiga padanya.

.

.

.

.

.

Bersambung......

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***