Episode-15 Kehilangan

Musik instrumen dengan suara pelan itu mengalun memecah keheningan malam. Menjadi soundtrack yang tepat sebagai pengantar tidur dan melumerkan segala gundah gulana yang menimpa, karena dengan pandainya sang konduktor memainkan musiknya dengan lembut seperti alunan ombak di pantai yang berembus tenang dan meriakkan gemerisiknya yang menjaga ketenangan jiwa. Alfa bersenandung kecil menikmati sajian nikmat indra pendengarannya, pun dengan tangannya yang seolah turut menari seiring dengan irama musik yang sedang bersuara. Ia melukis Tiara lagi. Entah bagaimana Tiara mudah sekali masuk dalam idenya ketika melukis. Mungkin saja karena memang Tiara wanita yang indah dengan penuh pesona di mata Alfa.

Dengan kedamaian yang sedang ia rasakan saat ini, ia melukis Tiara bersama dengan seorang bayi kecil di pangkuannya. Barangkali ia tak sabar pula untuk bersua dengan putranya dan melukisnya pula di atas kanvas. Kali ini, ia melukis lagi di dinding rumahnya. Ia menjadikan dinding yang bersebelahan dengan ruang dapur di mana istrinya sering kali beraktivitas di sana. Dengan penuh telaten dan hati-hati, ia terus menggoreskan kuas. Waktu yang telah menanjak malam tak membuatnya lelah dan mengantuk.

Tiba-tiba, di tengah keheningan itu, terdengar nyaring suara pecahan barang serupa kaca yang cukup keras dari dalam kamar membuatnya tersentak kaget hingga menorehkan warna merah yang sedang ia gunakan untuk memoles kelopak mawar merah itu menodai sosok bayi yang telah sempurna ia lukis tadi. Lelaki itu sempat kesal dengan ulahnya sendiri. Namun tak urung, akhirnya diletakkannya kuas dan palet warna ke lantai begitu saja. Tiara sedang berada di dalam kamar dan kemungkinan sudah tertidur dengan lelap. Suara pecahan itu membuat bulu kuduknya berdiri.

Apa yang terjadi?

Alfa berlari secepat kilat. Dibukanya dengan keras pintu kamarnya dan perhatiannya langsung tertuju ke dalam ranjang besar miliknya dan hanya mendapati selimut yang telah tergulung menandakan Tiara telah bangkit dari tidurnya. Dengan cemas ia memindai seluruh ruangan dan berjalan semakin ke dalam. Tiara tengah berdiri di samping meja toaletnya dengan bersandar pada dinding dan sedikit membungkuk, meletakkan lengan tangan kanannya di area perut dengan ekspresi menahan sakit. Pecahan gelas berserak di sekitar kakinya. Alfa cemas luar biasa.

“Tiara? Ada apa?” Lelaki itu kemudian mendekat dan hendak meraih istrinya, tetapi, dadanya seperti diremas seolah ada tali yang mengikat erat paru-parunya hingga ia seperti kehilangan kemampuan untuk bernapas saat melihat ada warna merah yang mengalir melalui paha istrinya. Rasa sakit memelintir hatinya. Tiara hanya mengenakan kaos pendek dan celana kain yang cukup tebal hingga setengah paha. Darah yang nampak di sana sangat kontras dengan kulit Tiara yang putih mulus.

“Al ... fa ... sakiit. Aku hendak minum … dan gelasnya … terjatuh.” Dengan terbata-bata, Tiara berusaha mengucapkan apa yang hendak diutarakannya dengan jelas. Wajahnya tampak gugup dan peluh-peluh kecil menghias di dahinya.

“Kau ... berdarah ….” Alfa masih tak bisa mengalihkan perhatian dari warna merah yang lama kelamaan nampak seperti petir yang menyambar hatinya saat itu juga. Alfa menatap Tiara yang tengah kebingungan dengan keadaan dirinya sendiri. Wanita itu buru-buru mengalihkan perhatian dan melihat ke mana arah Alfa terpaku menatap tubuhnya.

Rasa panas menyeruak di matanya ketika ia menatap warna merah itu yang telah mengalir dan tak dirasakannya sejak tadi karena terlalu merasai perutnya yang tengah nyeri. Buliran air mata mulai terjatuh ketika ia menyadari ada sesuatu yang tak diharapkannya.

Dengan sigap Alfa menuntunnya ke dalam kamar mandi yang pintunya terletak bersebelahan dengan tempat Tiara berdiri untuk membersihkan diri.

Tak lama kemudian, Alfa menggendongnya masuk ke dalam garasi lalu memasukkan istrinya ke dalam jok belakang dengan menidurkannya. Jejak darah masih nampak di sana dan Tiara mulai terlihat lemah dan pasrah begitu saja ketika Alfa membawanya. Lelaki itu panik bukan main. Namun, ia harus tenang. Perlahan, lelaki yang masih mengenakan kaos pendek lusuh itu menghidupkan mobil dan mengembuskan napas berkali-kali. Dengan cepat, ia keluar dari area rumah sebelum dengan tergesa mengunci kembali gerbang rumahnya.

Untunglah waktu mendekati tengah malam. Jalanan yang tampak lengang seperti ini menjadi karpet merah untuknya melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi tanpa ada penghalang. Ia harus segera sampai di Rumah Sakit terdekat. Secepatnya. Dengan terkendali, ia menginjak gas dan dengan kecepatan penuh melesat cepat bertolak dari rumahnya.

******

Begitu tiba di depan UGD, Alfa segera menghambur ke arah petugas jaga yang ada di sana dan bercakap singkat. Beberapa perawat dan Alfa pun segera berlari dan membawa ranjang dorong ke arah mobil Alfa dan mengeluarkan Tiara dari sana. Darah yang ia keluarkan semakin banyak. Tiara hampir kehilangan kesadarannya, tetapi segera membuka mata lebarnya dengan pandangan sayu dan terus menatap suaminya. Alfa berjalan di samping ranjangnya dan turut masuk ke dalam ruangan.

“Anda tunggulah di luar. Kami akan melakukan penanganan.” Salah seorang perawat berhasil mengeluarkan paksa Alfa dari sana dengan langsung mengantarnya ke pintu dan menutupnya.

Dengan napas yang masih memburu, Alfa berjalan gontai menuju tempat duduk yang tersedia di sana. Membungkuk dengan siku sebagai tumpuan dan meremas kepalanya. Tak terasa setitik air mata terlepas dari matanya dan jatuh menimpa lantai. Rasa sesak begitu memenuhi paru-parunya, meledakkan teriakan yang terus menerus bergema di dalam tubuhnya. Ia ingin sekali merangsek ke dalam dan memastikan sendiri bagaimana kondisi Tiara.

Apakah ia telah kehilangan? Apakah Tiara sedang mengalami keguguran?

Aneka dugaan akan kemungkinan buruk menyeruak dan menghantam sisi dalam hati kecilnya. Membuatnya terasa amat sakit dan memaksa matanya terpejam dengan siksa yang begitu lama.

Tiga puluh menit berlalu dan udara dingin tengah malam masih menjadi satu-satunya teman untuk Alfa saat ini. Lelaki itu tak tahu sampai kapan ia akan menunggu. Alfa bahkan tak sempat mengenakan pakaiannya dengan benar. Padahal kulitnya kini telah mendingin seperti es karena tersapu oleh angin malam. Ia hanya mengenakan kaos berkerah dengan celana jeans yang penuh dengan coretan tinta warna karena aktivitas melukisnya tadi.

Pintu terbuka. Satu orang perawat keluar dari sana dan melebarkan pintu. Satu perawat lainnya tampak berjalan dengan memunggungi pintu diikuti ranjang yang keluar dari dalam. Jantung Alfa berdebar tak karuan. Dan benarlah, Tiara tengah terbaring di sana dengan mata terpejam. Ia memandang secara keseluruhan diri istrinya dan hatinya remuk sudah.

“Bapak Alfa?” Seorang perawat menghentikan lamunannya sejenak kemudian berkata kembali. “Nona Tiara akan dibawa ke bangsal perawatan. Anda bisa ikut dengan kami. Dokter Jeni baru akan datang esok pagi," ucapnya sopan sambil kembali membawa ranjang dorong itu pergi dari ruang UGD dan diikuti Alfa di belakangnya.

“Apa … yang terjadi …?” Napasnya kembali memburu dan tenggorokannya tersekat ketika mempertanyakan sesuatu yang sudah ia tahu jawabannya. Kakinya lunglai seolah tak mampu untuk menopang tubuhnya.

“Mari ikut saya Pak.” Perawat itu menunjukkan jalan dengan sebelah tangannya menuju ruang dokter. Sementara Tiara dibawa menuju ruang perawatan. Lelaki itu memandang ranjang Tiara yang bergerak menjauh dengan mata nyalang, terus sampai tak mampu ia ikuti ke mana perawat itu membawa Tiara pergi.

Belum sampai perawat itu membuka pintu, terdengar suara orang berjalan cepat di belakang mereka.

“Gheo!" Tepat. Wanita berkacamata itu memanggilnya sebelum pintu terbuka.

Ah, masih saja memanggilnya begitu. Alfa sempat bertambah kesal ketika dokter wanita itu memanggilnya demikian. Hanya dia satu-satunya orang yang memanggilnya dengan nama depannya. Bahkan orang tuanya saja, memanggilnya dengan sebutan Alfa.

Alfa menoleh cepat. “Dokter Jeni.” Alfa menyapa saat melihat dokter itu terengah-engah karena berjalan dengan tempo yang cepat seperti yang didengarnya tadi.

“Dimana istrimu? Masih di UGD?” Tanyanya cepat menyelidik?

“Di ruang perawatan dokter. Kami membawanya ke ruang kelas 1 di lantai dua. Ruang nomor 3. Perawat Lusy telah membawanya.” Perawat itu menjawab dengan detail dan Alfa pun mengalihkan perhatian padanya, lalu menyimpan dalam ingatannya nomor ruang yang ditempati istrinya.

“Baiklah.” Ia menganggukkan kepala lalu meneruskan langkahnya menuju ruangan yang dimaksud. Alfa pun memutuskan untuk mengekor di belakang.

******

Dokter Jeni mengembuskan napas panjang. Ia telah memeriksa secara keseluruhan keadaan fisik Tiara dalam beberapa menit sebelumnya serta mendapatkan penjelasan lengkap atas kondisi serta penanganan sementara yang telah dilakukan oleh perawat.

“Tiara mengalami keguguran." Dokter itu mulai berbicara. Alfa hanya menatap kosong ke arah ranjang. Duduk di sofa seberang.

“Tapi, kami tidak perlu melakukan proses kuretase, karena usia kehamilannya masih di bawah 10 minggu. Tiara kehilangan banyak darah dan itu cukup untuk meluruhkan semua sisa kehamilan di rahimnya. Dia juga telah menerima transfusi darah. Aku akan melakukan pemeriksaan lanjutan atas kondisinya. Dia akan tertidur mungkin sampai esok pagi. Kau tak perlu khawatir.” Jeni menyakukan tangan ke saku jas putih yang dikenakannya. “Beristirahatlah. Kau tak boleh ikut sakit," ucapnya yang tak ditanggapi sepatah kata pun oleh Alfa, tetapi wanita itu cukupmengerti. Pastilah ada gejolak yang sedang melingkupi Alfa saat ini. Meski begitu, Alfa kemudian bersuara serak dan mengangguk tipis sebagai jawaban atas perkataan Dokter Jeni padanya.

“Ya … Terima kasih."

Dokter Jeni tersenyum masam.

"Baik. Aku keluar dulu. Hubungi aku atau kau bisa memanggil perawat jika saja membutuhkan sesuatu." Tanpa menunggu jawaban, wanita itu keluar dari ruangan dan kembali menutup pintu.

Alfa masih terdiam.

Calon anaknya telah pergi. Kini mereka hanya berdua saja di tempat ini, tanpa sebentuk makhluk kecil itu lagi di rahim istrinya. Hal itulah yang terus menerus sedang lelaki itu coba untuk terima walau pedih terasa menggerogoti dan menyayat hatinya.

Alfa masih tak sanggup mendekati Tiara di ranjangnya. Lelaki itu lalu membaringkan tubuhnya di sofa besar yang ia duduki. Lampu utama kamar telah dimatikan. Menyisakan remang temaram dari pencahayaan lampu tidur yang semakin menusukkan perih.

Ia mencoba terpejam. Menghilangkan segala penat. Bersiap atas apapun yang akan ia bicarakan dengan Tiara esok hari.

Terpopuler

Comments

es dawet

es dawet

😭😭😭sedihhh aq

2020-06-16

1

lihat semua
Episodes
1 Episode-1 Pernikahan
2 Episode-2 Rumah Baru
3 Episode-3 Keinginan
4 Episode-4 Perhatian Mama
5 Episode-5 Sakit
6 Episode-6 Kejutan Menyedihkan
7 Episode 7 - Lukisan Wajahmu
8 Episode-8 Kembali Bekerja
9 Episode-9 Kemarahan Alfa
10 Episode-10 Kegembiraan Bersama
11 Episode-11 Periksa Kandungan
12 Episode-12 Bertemu Mantan
13 Episode-13 Sebuah Rencana
14 Episode-14 Teka Teki
15 Episode-15 Kehilangan
16 Episode-16 Air Mata
17 Episode-17 Tersenyum Kembali
18 Episode-18 Gallery
19 Episode-19 Kesempatan
20 Episode-20 Bersekutu
21 Episode-21 Tanpa Sadar
22 Episode-22 Kedua Kali
23 Episode-23 Pertengkaran
24 Episode 24 - Melukis Harapan
25 Episode 25 - Lebih Dekat
26 Episode 26 - Pulang
27 Episode 27 - Kepedihan
28 Episode 28 - Melepas Rindu
29 Episode 29 - Lemah
30 Episode 30 - Bertahan
31 Episode 31 - Mati Bersamamu
32 Episode 32 - Tak Terduga
33 Episode - 33 Kecewa
34 Episode-34 Kembali Pulang
35 Author Menyapa
36 Episode-35 Merawatmu
37 Episode-36 Dilema
38 Episode 37 - Wonder Woman
39 Episode 38 - Hidroterapi
40 Episode 39 - Bukan Kejutan
41 Episode 40 - Kolam Renang
42 Episode 41 - Wanita itu
43 Episode 42 - Berbeda
44 Episode 43 - Menemani
45 Episode 44 - Asisten?
46 Episode 45 - Tanda Kehamilan
47 Episode 46 - Tempat Terbaik
48 Episode 47 - Balas Budi
49 Episode 48 - Bertemu Lagi
50 Episode 49 - Ayah Sejati
51 Episode 50 - Kabar Buruk
52 Episode 51 - Salam Perpisahan
53 Episode 52 - Sepercik Rindu
54 Episode 53 - Rencana Terselubung
55 Episode 54 - Keputusan
56 Episode 55 - Bersandiwara
57 Episode 56 - Menunggu Kabar Baik
58 Episode 57 - Lelaki Penggoda
59 Episode 58 - Mengintai
60 Episode 59 - Permintaan
61 Episode 60 - Bersabar
62 Episode 61 - Langkah Terbaik
63 Episode 62 - Tak Ada Pilihan
64 Episode 63 - Emosional
65 Episode 64 - Wanita dan Cinta
66 Episode 65 - Rencana Terakhir
67 Episode 66 - Kucing Persia
68 Episode 67 - Bahagia
69 Episode 68 - Mencari Kebenaran
70 Episode 69 - Kamuflase
71 Episode 70 - Muara Rindu
72 Episode 71 - Nadia
73 Episode 72 - Mendekap Luka
74 Episode 73 - Secercah Harapan
75 Episode 74 - Romantika
76 Episode 75 - Titik Balik
77 Episode 76 - Melepas Beban
78 Episode 77 - Bertamu
79 Episode 78 - Restu Mama
80 Episode 79 - Antipati
81 Episode 80 - Panik
82 Episode 81 - Memulihkan Diri
83 Episode 82 - Penerimaan
84 Episode 83 - Mimpi Itu
85 Episode 84 - Persiapan
86 Episode 85 - Memaksa Diri
87 Episode 86 - Menjemput Waktu
88 Episode 87 - Akhir Penantian
89 Episode Penutup - Mencintaimu
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Episode-1 Pernikahan
2
Episode-2 Rumah Baru
3
Episode-3 Keinginan
4
Episode-4 Perhatian Mama
5
Episode-5 Sakit
6
Episode-6 Kejutan Menyedihkan
7
Episode 7 - Lukisan Wajahmu
8
Episode-8 Kembali Bekerja
9
Episode-9 Kemarahan Alfa
10
Episode-10 Kegembiraan Bersama
11
Episode-11 Periksa Kandungan
12
Episode-12 Bertemu Mantan
13
Episode-13 Sebuah Rencana
14
Episode-14 Teka Teki
15
Episode-15 Kehilangan
16
Episode-16 Air Mata
17
Episode-17 Tersenyum Kembali
18
Episode-18 Gallery
19
Episode-19 Kesempatan
20
Episode-20 Bersekutu
21
Episode-21 Tanpa Sadar
22
Episode-22 Kedua Kali
23
Episode-23 Pertengkaran
24
Episode 24 - Melukis Harapan
25
Episode 25 - Lebih Dekat
26
Episode 26 - Pulang
27
Episode 27 - Kepedihan
28
Episode 28 - Melepas Rindu
29
Episode 29 - Lemah
30
Episode 30 - Bertahan
31
Episode 31 - Mati Bersamamu
32
Episode 32 - Tak Terduga
33
Episode - 33 Kecewa
34
Episode-34 Kembali Pulang
35
Author Menyapa
36
Episode-35 Merawatmu
37
Episode-36 Dilema
38
Episode 37 - Wonder Woman
39
Episode 38 - Hidroterapi
40
Episode 39 - Bukan Kejutan
41
Episode 40 - Kolam Renang
42
Episode 41 - Wanita itu
43
Episode 42 - Berbeda
44
Episode 43 - Menemani
45
Episode 44 - Asisten?
46
Episode 45 - Tanda Kehamilan
47
Episode 46 - Tempat Terbaik
48
Episode 47 - Balas Budi
49
Episode 48 - Bertemu Lagi
50
Episode 49 - Ayah Sejati
51
Episode 50 - Kabar Buruk
52
Episode 51 - Salam Perpisahan
53
Episode 52 - Sepercik Rindu
54
Episode 53 - Rencana Terselubung
55
Episode 54 - Keputusan
56
Episode 55 - Bersandiwara
57
Episode 56 - Menunggu Kabar Baik
58
Episode 57 - Lelaki Penggoda
59
Episode 58 - Mengintai
60
Episode 59 - Permintaan
61
Episode 60 - Bersabar
62
Episode 61 - Langkah Terbaik
63
Episode 62 - Tak Ada Pilihan
64
Episode 63 - Emosional
65
Episode 64 - Wanita dan Cinta
66
Episode 65 - Rencana Terakhir
67
Episode 66 - Kucing Persia
68
Episode 67 - Bahagia
69
Episode 68 - Mencari Kebenaran
70
Episode 69 - Kamuflase
71
Episode 70 - Muara Rindu
72
Episode 71 - Nadia
73
Episode 72 - Mendekap Luka
74
Episode 73 - Secercah Harapan
75
Episode 74 - Romantika
76
Episode 75 - Titik Balik
77
Episode 76 - Melepas Beban
78
Episode 77 - Bertamu
79
Episode 78 - Restu Mama
80
Episode 79 - Antipati
81
Episode 80 - Panik
82
Episode 81 - Memulihkan Diri
83
Episode 82 - Penerimaan
84
Episode 83 - Mimpi Itu
85
Episode 84 - Persiapan
86
Episode 85 - Memaksa Diri
87
Episode 86 - Menjemput Waktu
88
Episode 87 - Akhir Penantian
89
Episode Penutup - Mencintaimu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!