Tiara mulai membuka mata. Kesadaran belum kembali sepenuhnya, namun ia berusaha sekuat tenaga untuk segera membangunkan pikirannya ke alam sadar. Kedua tangan ia gerakkan dan kepalanya menoleh sedikit demi sedikit. Ada tangan besar yang menggenggam tangannya saat ini. Dahinya berkerut kembali sebelum matanya terbuka sepenuhnya.
“Tiara .…” Tangan besar itu lalu mengelus dahinya perlahan.
Diarahkannya kedua mata menuju suara yang terdengar khas di sampingnya. “Alfa … ada apa? Kau butuh sesuatu?” Tiara malah menanyainya dengan pertanyaan aneh seolah sedang dibangunkan secara terpaksa di pagi hari oleh suaminya itu.
Alfa mengumpat-umpat dalam hati karena kekhawatirannya dibalas dengan pertanyaan konyol Tiara yang malah dengan santai terbangun dari tidur lelapnya seolah tak terjadi apa-apa.
“Aku butuh kau sehat, sayang.”
Kembali Tiara menajamkan tatapannya ke mata Alfa dan barulah ia menyadari bahwa mereka sedang tidak berada di rumah.
Pandangannya beralih ke meja kursi yang ada di pojok ruang, lalu ke arah selimut putih yang menutup tubuhnya dan ranjang kecil yang kini tengah menjadi peraduannya.
Seingatnya, ia telah meminta Alfa untuk mengantarnya pulang kembali ke rumah, karena antrian yang begitu lama dan ia merasakan sakit yang amat sangat di kepalanya.
Tapi, ternyata mereka masih di … Rumah Bersalin yang kemarin?
Pertanyaan itu muncul begitu saja di pikirannya. Ia tidak mengingat betul bagaimana dirinya kemarin hingga sekarang bisa terbaring di ruangan ini. Berusaha meyakinkan diri dan suaminya dari rasa cemas, Tiara pun tersenyum dengan riangnya.
“Aku tidak apa-apa. Kau lihat? Aku sudah lebih baik dari kemarin.” Menatap Alfa dengan hangat meski yang ditatap hanya menunjukkan wajah datar tak terbaca.
Alfa lalu memajukan tubuhnya dengan bertumpu pada kedua tangannya, memandang Tiara lebih dekat.
“Benar begitu? Sudah tidak pusing lagi? Tapi mukamu itu … ah, apa kau merasa mual?” Alfa menatap lekat-lekat istrinya dengan pandangan nanar.
Tapi wanita itu justru menggerakkan badannya dengan gerakan senam. Menarik ulur tangan, menggeleng-gelengkan kepala, menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
Alfa merasa terhibur dengan tingkah Tiara, lalu menyunggingkan seulas senyum manis di bibirnya.
Siapa sebenarnya yang sakit di sini hei ....
Alfa merasa geli sendiri dengan keadaan yang melingkupi mereka saat ini.
Alfa merasa sedih akan istrinya tapi Tiara malah berusaha meyakinkannya dengan tingkahnya yang seperti biasa. Wanita yang judes di depannya ini memang telah berubah ramah padanya, tapi sikap keras kepalanya ternyata belum hilang. Tiara sangat tangguh. Ia tahu itu. Tapi ia benar-benar melihat Tiara yang sangat memaksakan diri hingga harus berpura-pura, padahal ia baru saja terbangun dari pingsannya dan wajahnya masih belum berubah menjadi rona wajahnya yang semula.
“Sudah … sudah .…” Alfa akhirnya berhasil menghentikan gerakan senam terpaksa Tiara di atas ranjang.
“Kau lapar? Apa tidak mual jika kau makan?” Masih dengan nada kekhawatiran yang sama.
“Ya … aku lapar.” Tiara memeluk perutnya dengan kedua tangan sambil meringis.
“Baik. Aku akan membeli makanan terlebih dulu. Tetaplah di sini. Jangan kemana-mana. Tak perlu lagi senam seperti tadi apalagi sampai berlari-lari keliling rumah sakit.” Alfa berucap dengan tegas tapi tak lupa diselipi dengan kata-kata candaan yang biasa diucapkannya hingga membuat Tiara terkekeh.
“Siap!” Tiara menunjukkan sikap hormat dengan gerakan penghormatan resmi seperti sedang hormat di acara upacara bendera.
Alfa tersenyum lalu keluar ruangan dan menutup pintu.
******
Pintu ruangan kembali terbuka. Tiara yang sedang bermain dengan ponselnya bersiap-siap untuk memberi senyum terbaiknya lalu duduk di ranjangnya menyambut lelaki yang ditunggunya. Namun, bibirnya yang hendak mengulas senyum itu pudar seketika.
“Mama ...."
Helmia langsung duduk di kursi tempat duduk Alfa tadi.
Helmia tersenyum kaku lalu memindai wajah Tiara sejenak. “Bagaimana keadaanmu?”
“Sudah baik.” Tiara berucap singkat karena merasa terlalu gugup bertemu dengan mamanya tanpa persiapan kata-kata.
Helmia hanya mengangguk tipis dan mengalihkan pandang.
“Mama tahu aku ada di sini? Alfa yang memberi tahu?”
Helmia beralih menatap Tiara lagi. “Bukan, Jeni yang memberitahuku. Dia bilang Alfa sudah memesan jam konsultasi tetapi kau malah pingsan di ruang tunggu.”
Pingsan? Ah ya benar, ia kemarin merasakan pusing hebat dan tak ingat apa-apa lagi, lalu dirawat di ruangan ini.
Tiara berusaha keras mengingat-ingat.
“Di mana Alfa?”
“Ia sedang membeli makanan di luar. Mungkin sebentar lagi datang.”
“Mama membawakanmu buah-buahan.” Helmia menaruh plastik putih kecil dari tangannya ke meja nakas. “Makanlah. Biar tubuhmu cepat pulih.”
Tiara mengangguk dan tersenyum.
******
Dokter Jeni mengangsurkan satu amplop coklat ke atas meja dan mendorongnya mendekat ke jangkauan Alfa.
“Hasil tes darah Tiara.”
Wanita itu berkata dengan ekspresi muram. Alfa memandang Dokter Jeni dengan penuh tanya. Firasat buruk sempat melintas di angannya sebelum ia meraih amplop coklat itu, membuka, dan membaca perlahan dengan teliti. Dokter Jeni menunggu dengan sabar sambil membuka kertas-kertas yang sedari tadi sudah berada di mejanya.
“Anemia?” Alfa menatap lurus ke arah dokter itu lalu bertanya kembali. “Dia pingsan karena anemia?” Imbuhnya dengan pertanyaan lebih lengkap.
“Ya. Dia terkena anemia defisiensi besi. Hemoglobinnya sangat rendah. Tetapi bukan itu sepertinya penyebab utamanya.” Dokter Jeni menghela napas sejenak sebelum melanjutkan. “Aku lebih menunjuk ke kandungan Klomifen Sitrat yang ada di tubuhnya. Jadi sepertinya benar, Tiara telah mengkonsumsi obat.”
“Obat?”
“Itu salah satu obat penyubur kandungan. Ada banyak sekali macamnya. Tetapi sepertinya tubuh Tiara tak menerima kehadiran zat itu ditubuhnya, sehingga efek sampingnya sangat terasa. Pusing, mual, perut kembung ... seperti itu, ditambah ternyata ada Anemia yang menyerangnya.” Ia menatap Alfa. Melihat reaksi lelaki itu.
Alfa tampak bergelut dengan pikirannya sendiri.
“Apa baru kemarin itu dia pingsan?” tanya dokter itu.
“Sudah beberapa kali.” Alfa menjawab cepat. “Tapi waktunya tidak berdekatan. Hanya ketika kelelahan yang amat sangat.” Mengingat-ingat tentang kejadian dimana Tiara pingsan saat mereka belum menikah.
“Akan ada pemeriksaan lanjutan nantinya mengingat kalian ingin segera memiliki momongan, bukan begitu?” Tanyanya lagi dengan tersenyum.
Alfa sedikit tergugu mendengar pertanyaan itu dengan rona merah yang nampak di pipinya.
“Apa tidak ada masalah … maksudku ... apakah Tiara bisa hamil dengan normal jika kondisinya seperti itu?”
Dokter Jeni mengembuskan napas panjangnya, seperti sedang menyusun kata yang tepat untuk diucapkan. Menatap ke arah meja, tetapi hanyut ke alam pikirannya sendiri.
“Kau tahu? kurangnya zat besi pada tubuh penderita anemia bisa menyebabkan seorang wanita tidak bisa berovulasi dan menghalangi peluang untuk hamil hingga 60 persen.”
Alfa mengangkat sebelah alisnya.
“Tiara mengalami anemia prakehamilan. Berbeda lagi dengan anemia yang dialami saat sudah hamil. Seperti yang kubilang tadi, masih akan ada pemeriksaan lanjutan. Kau jangan terlalu khawatir dulu. Yang paling penting, Tiara harus banyak-banyak mengkonsumsi makanan bergizi yang banyak mengandung zat besi. Aku juga nanti akan memberikan suplemen dan vitamin agar badannya tetap sehat.”
Alfa menganggukkan kepala. Merasa resah akan kabar mengejutkan yang baru saja diterimanya.
“Dan satu lagi Gheo, untuk mengkonsumsi obat penyubur kandungan, harus melalui pemeriksaann terlebih dahulu. Jadi sebaiknya, jangan lagi diminum agar tidak memperpanjang masalah," tukasnya.
“Iya. Akan kuberi tahu Tiara nanti. Terima kasih banyak.” Alfa langsung berdiri dari duduknya, berpamitan dan keluar dari ruangan.
Pikirannya penuh dengan bayangan wajah Tiara yang sedang pucat. Sekelebat ekspresi mamanya dan segala hal kemungkinan yang harus ia jalani esok hari.
Dengan berat, ia berjalan ke ruang di mana Tiara dirawat, menenteng amplop coklat dan tas kertas berisi makanan yang sudah ia belikan untuk Tiara tadi sebelum ia bertemu Dokter Jeni.
Lelaki itu mengembuskan napas panjangnya berkali-kali untuk menenangkan pikirannya yang sedang kalut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
es dawet
hadehhh...apa sih maksud si mamanya🙄
2020-06-11
1