Tiba di studio foto, Alfa disambut oleh gelegar tawa sahabat-sahabatnya di lantai dua yang sampai di telinganya ketika ia baru berada di lantai satu, setelah memarkir mobilnya di area basement. Melenggang tanpa beban, menapakai satu demi satu anak tangga yang panjang di depannya, hingga sampailah ia di ruangan luas dengan meja panjang dan kursi-kursi yang ditata menghadapnya. Ada white screen yang telah ditarik membuka ke bawah, siap menampilkan tampilan apa saja dengan gambar yang lebih besar. Tirai jendela telah ditutup, namun lampu penerangan masih dihidupkan.
Alfa yang datang mengenakan kaos santai dibalut jaket tipis dengan lengan tergulung menjadi pengalih perhatian saat itu juga.
"Wah ...wah ... akhirnya datang juga yang sudah kita tunggu-tunggu." Dony mendekat dan bersalaman dengan Alfa, kedua tangan saling berjalinan seperti adu panco hingga beberapa saat, pertanda mereka sangatlah akrab.
"Aku tak akan ingkar janji. Dan ini bukan kehadiran pertamaku, aku sudah langsung meluncur ke luar pulau, bahkan di masa bulan madu." Alfa berkata dengan mimik wajah mencela dan polatan mata yang melirik ke arah Dony.
Dony terkekeh. "Aku sudah berkata bahwa itu adalah permintaan langsung dari divisi pemasaran perusahaan itu. Kau menyetujui dan itu bukanlah masalah untukmu bukan?"
"Oke. Sudah berkumpul semua? Mari langsung saja dimulai meeting nya," selanya mengalihkan pembicaraan.
"Mengapa tak kau ajak saja istrimu ke sini, hei? Jadi kau tak perlu tergesa-gesa seperti itu. Masih ada banyak hal nanti yang harus kita bicarakan. Jadi, kau tak boleh pamit di tengah jalan dengan alasan istri." Alex yang di seberang menyahut sambil menunjuk ke arahnya dengan nada bercanda.
"Aku tak akan kehilangan sikap profesionalku hanya karena aku menikah," pongahnya dengan setengah bibir tersenyum. "Ayolah, aku masih sama seperti dulu, kenapa kalian seolah menerima kehadiran orang asing di sini?" Kedua tangan Alfa terbuka menunjukkan sikap santai.
Alfa tentu memahami sikap teman-temannya, karena, ia adalah satu-satunya anggota tim yang sudah menikah dan mereka hanya berniat menggodanya. Tetapi sekali lagi, keadaan Tiara dengan vonis yang demikian masih sangat mengganggunya hingga ia mudah sekali terpancing emosi akhir-akhir ini.
Dony sebagai pemimpin team akhirnya menengahi dengan langsung memulai rapat. Memandu ke tujuh orang anak buahnya untuk duduk di kursi yang tersedia, mematikan lampu ruangan dan menyalakan proyektor, lalu memimpin rapat.
Meeting berjalan dengan damai selama hampir 3 jam. Saling berbicara dan memberi pendapat satu sama lain tentang perencanaan tema promosi terbaru yang akan mereka adakan.
Sampai di akhir acara, ketika Dony menampilkan slide sebuah foto pernikahan sebagai sampul tema, Alfa menegakkan duduknya dengan tegang dan menatap layar dengan menyipitkan mata. Semua mata tertuju padanya, tetapi lelaki itu masih fokus menatap lurus ke arah white screen.
"Apa-apaan itu?" Alfa lalu menyapukan pandang ke seluruh teman-temannya. Memperlihatkan ketidaksukaan dengan tanpa ditutup-tutupi.
Ketujuh temannya saling melempar pandang penuh tanya. Lebih ke tidak menyangka bahwa reaksi Alfa akan seperti itu. Mereka semula menduga bahwa Alfa akan tersenyum dengan sangat bangga, foto pernikahannya menjadi sampul untuk tim mereka, tetapi, ada apa dengan Alfa kali ini?
"Kenapa kalian mencantumkan tulisan tak bermutu seperti itu?!" Alfa bangkit dari duduknya. Kegiatan iseng teman-temannya itu benar-benar membuatnya kesal.
Kembali kesemuanya mengarahkan pandang ke white screen dan membaca ulang kalimat yang tertulis di sana. Ada nama perusahaan ayahnya dan perusahaan keluarga Tiara, serta Blueict Company dengan cetakan italic.
Tapi, seperti akan memberi kejutan pada Alfa, tampilan full screen otomatis yang berjalan dengan timing agak lama itu kembali membuka, menampilkan foto yang lebih mengejutkan di sana.
Alfa melebarkan mulutnya ternganga, lidahnya dilemparkannya ke sana kemari di sisi mulut. Menandakan lelaki itu seperti akan meledakkan kemarahannya sebentar lagi. Kedua tangannya terkepal di kedua sisi pinggang mengumpat dalam hati, sebelum kemudian ia menggebrak meja namun dengan pandangan menunduk. Di tengah situasi genting atas kemarahan Alfa, Davian malah mengeluarkan celetuknya dengan nada bercanda.
"Kau tak dipungut biaya kemarin ketika pemotretan saat resepsi pernikahan, jadi, lewat ini kau harus membayar. Menjadikan fotomu sebagai sampul. Seharusnya kau bangga, kenapa kau marah?" Tanyanya santai.
"Membayar? Aku harus membayar dengan fotoku sendiri yang seperti ini? Aku seperti sedang membongkar skandalku sendiri dengan anak pejabat yang kujadikan istri!" Kepalanya terangkat dan langsung mengarah ke mana Davian duduk. "Apalagi itu?!" Menunjuk dengan kasar ke tampilan yang sedang berjalan memperlihatkan foto-foto istrinya dengan pakaian feminim yang terlihat cantik.
Alfa sebetulnya hanya tak suka dirinya dikait-kaitkan dengan perusahaan ayahnya jika menyangkut pekerjaan. Pernikahan dirinya memang diadakan meriah dengan mengundang banyak orang, namun menutup akses para media untuk datang. Ia tak mau susah-susah menanggapi kabar-kabar yang bermunculan di media nantinya dan menjadi bahan omongan apalagi ia sempat menjadi hujatan banyak orang karena memutuskan secara sepihak hubungannya dengan kekasihnya yang sebelumnya dan anggapan-anggapan mengenai istrinya yang sekarang adalah pihak ketiga. Ia tak mau hal-hal tersebut kembali muncul di permukaan setelah dikuburnya dalam-dalam.
"Kenapa kalian ini hah! Seolah sedang berencana sendiri tanpaku dan hendak melangkah tanpa sepengetahuanku! Apalagi itu istriku!" Geramnya lagi.
Hening.
"Dari mana kalian bisa mendapatkan gambar istriku yang seperti itu?! Hah? Dari mana?!" Alfa benar-benar tak bisa menahan amarah dan terus mengumpat tanpa henti.
"Kenapa kau malah bertanya pada kami yang di sini? Kami kira itu foto dari kameramu sendiri karena tentulah kami tahu, hanya kau yang bisa mengambil foto istrimu seperti itu.” Brian menambahkan dengan kening berkerut, menyadari bahwa apa yang mereka lakukan kali ini sepertinya keliru.
“Apa maksudmu?” Alfa merendahkan suaranya.
Segera, Dony menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Alfa. Lelaki itu menghempaskann tubuhnya kembali ke kursi sebelumnya, sambil menatap isi ponsel milik Dony. Berita mengejutkan tentang perusahaan fashion milik istrinya, bahwa icon sesungguhnya Mutiara Fashion, Tiara Nichole telah memeragakan sendiri busana rancangan terbaru.
Alfa mencengkeram ponsel itu dengan erat hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih. Ekspresinya berubah keras dan gerahamnya mengetat, menahan sekuat tenaga, emosi yang membara dalam diri. Hampir saja Alfa lupa dengan akan segera membanting ponsel di tangannya itu. Begitu mengingat bahwa yang dipegangnya adalah ponsel milik Dony, ia meletakkannya begitu saja di atas meja dengan pandangan matanya yang menerawang entah ke mana.
Ia sungguh tidak menginginkan Tiara menjadi seorang model. Menjadi wanita yang gemar mengeksposkan seluruh tubuhnya pada kamera orang-orang yang menikmati dirinya. Terlebih hubungannya dengan Nelly yang seorang model itu seperti memberi trauma tersendiri baginya. Ia bersumpah untuk tak lagi mengenal seorang model.
Tiara sekarang bahkan tanpa meminta pertimbangannya telah memutuskan untuk bergelut di dunia itu?
Apa-apaan ini?
“Oke cukup. Selain Alfa, kuharap bisa meninggalkan ruangan.” Dony memutuskan untuk menyudahi saja meeting kali ini. Semua yang ada di ruangan itu hanya terdiam dan langsung beranjak pamit tanpa suara. Meninggalkan dirinya berdua saja dengan Alfa.
Setelah meyakinkan seluruh anak buahnya pergi dari studio dan tak ada lagi suara di bawah sana, Dony menyeret kursi dan menghadapkannya pada Alfa.
“Ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin aku bisa membantu.” Dony akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
Alfa membeku beberapa waktu sebelum bunyi ponsel yang memanggil memecah lamunannya.
******
Tiara tengah berdiri di depan cermin. Memulas wajahnya dengan make-up yang lebih ceria. Ia berencana untuk makan malam di luar hari ini. Alfa berkata bahwa ia akan pergi ke studio hingga malam.
Seperti menunggu waktu yang tepat, Tiara akan memberikan kejutan membahagiakan ini pada suaminya dengan dinner romantis yang telah ia rencanakan.
Waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam dan Alfa masih belum pulang. Mungkin ia akan langsung bertemu saja di lokasi makan malam dari pada harus menunggu Alfa sampai di rumah. Ia tak mau lelaki itu bertambah lelah karena harus pulang pergi ke rumah dan restoran.
Wanita itu membuka layar ponselnya yang terkunci. Belum ada kabar dari Alfa. Mungkin saja suaminya itu belum selesai dengan urusannya. Tiara memutuskan untuk menghubungi terlebih dahulu suaminya, berharap Alfa akan setuju dengan idenya dan lupa untuk bersikap protektif dengan menjemputnya.
Tiara menempelkan ponsel di telinga ketika layar telah menunjukkan mode panggilan. Tak disangka, Alfa langsung mengangkat panggilan teleponnya. Namun, lelaki itu terdiam tak memberi sapaan padanya.
“Alfa?” Panggilnya. Hanya terdengar suara embusan napas di sana.
“Kau di sana?” Ucapnya memastikan.
“Ya. Aku akan menjemputmu.”
“Bagaimana kalau kita bertemu saja di restoran? Aku sudah siap dan akan berangkat.” Katanya dengan cepat menginterupsi.
“Ya. Aku datang sebentar lagi. Tunggulah di sana.”
Wajah Tiara berkerut mendengar nada tak biasa dari suaminya. Tidak ada kata-kata candaan dan cenderung Alfa sedang malas berbicara. Ia akan melihatnya sendiri nanti dan tidak akan mengulur waktu agar tidak terlambat dan membuat kepulangan mereka dari restoran menjadi terlalu malam.
“Baik. Hati-hati di jalan," balasnya sambil tersenyum.
Tiara lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas, meraih kunci motor di atas meja dan bergegas keluar dari rumah.
******
Wow. Alfa ternyata terlebih dahulu tiba di restoran tempat mereka akan bertemu. Tiara dengan senangnya menghampiri Alfa yang telah menyambutnya dengan senyuman yang membuatnya terpesona.
Mencium pipi kanan suaminya sebelum duduk di hadapan Alfa.
“Sepertinya harimu tak begitu baik? Kau terlihat amat lelah.“ Tiara memandang keseluruhan wajah dan setengah tubuh suaminya yang sedang duduk.
Tak lama, seorang pelayan datang dan membawakan makanan yang telah dipesan oleh Alfa sebelum Tiara datang.
“Makanlah," perintahnya setelah melihat Tiara menatap makanan di depannya, tersenyum dalam diam. Tiara pasti sedang terkejut karena Alfa memesankan makanan seperti yang diharapkannya.
“Iya.” Wanita itu segera mengambil pisau dan garpu lalu mulai menyuapkan makanan dengan lahap.
Alfa hanya memperhatikan. Nafsu makannya sedang hilang. Ia akan memulai pembicaraan namun takut Tiara akan tersedak, sehingga memutuskan untuk menunggu Tiara menghabiskan makanannya.
Merasa ditatap sedari tadi, Tiara menghentikan sebentar tangannya yang hendak menyuapkan makanan.
"Kau tak makan?”
Alfa mengembuskan napas sejenak. “Aku sudah terlalu kenyang," jawabnya singkat dengan acuh tak acuh yang membuat Tiara menghentikan aktivitas makannya lalu menyesap minuman di depannya. Merasakan gelagat lain dari lelaki di depannya ini yang sudah berbicara dengan nada dingin sejak berbicara dalam sambungan telepon.
“Em ... aku membawa kabar baik hari ini," ujar Tiara setelah mengelap mulut dengan tisu, lalu meraih jemari Alfa.
Kata-kata itu terdengar menyenangkan untuk Tiara. Namun, tanpa wanita itu ketahui, perkataannya tersebut menusukkan pisau tak kasat mata di ulu hati Alfa, membuat laki-laki itu tak sabar untuk berucap, "Kenapa kau tak meminta pendapatku terlebih dahulu seperti biasa? Apa kau kira ini akan menjadi kejutan menyenangkan untukku?” Nada dingin amat kentara di sana.
“Meminta ... pendapatmu? Apa ... apa maksudmu?” Tiara kebingungan dengan arah pembicaraan mereka saat ini.
Mereka berdua sudah jelas telah melaksanakan program kehamilan selama dua bulan ini. Dan ia harus meminta pendapat Alfa terlebih dahulu? Apakah lelaki itu sebenarnya tak ingin memiliki anak dalam waktu dekat? Lalu, untuk apa mereka mengikuti program kehamilan?
Tiara mengeluarkan satu amplop kecil berwarna putih dari dalam tas dan hendak menunjukkannya pada Alfa, tetapi, terburu lelaki itu menyela.
“Kau hendak jadi model? Apa sebenarnya motivasimu Tiara? Kenapa kau menjadi seperti ini?” Alfa menanyakan serentetan pertanyaan yang membuat wanita itu benar-benar tak mengerti.
Tiara menghentakkan tangan ke meja seiring meletakkan amplop putih itu yang tak berhasil menjadi perhatian Alfa.
“Model? Aku? Dari mana kau bisa mengira aku akan berpikiran seperti itu?” Tiara benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dibicarakan suaminya ini.
“Kau belum melihat hasilnya?” Alfa kemudian menunjukkan ponselnya seperti yang dilakukan Dony tadi terhadapnya.
Tiara membelalak. Ia menatap sendiri dirinya yang tengah berada di ruang fitting di kantornya. Sedang mencoba beberapa contoh baju produksi yang hendak dipasarkan. Ia sudah lama melakukan itu semua. Tiara tentu menolak untuk menjadi brand ambassador seperti yang diinginkan pamannya, tetapi, mengingat selera Tiara yang bisa dengan mudah menilai hasil produksi secara tepat, ia akhirnya menjadi model intern untuk mencoba produk jadi yang telah siap. Menilai dengan cermat, apa yang kurang, apa yang harus dibenahi dan sebagainya. Tentu saja aktivitas tersebut dilakukan secara rahasia, hanya staff khusus yang mengetahui hal tersebut.
Jadi, ada penyusup yang mencoba mengambil fotonya secara rahasia?
“Aku tidak pernah meminta seseorang untuk memfoto aktivitasku di ruang fitting. Kau tahu sendiri, hal seperti ini masih kulakukan secara tertutup dan aku tak mungkin melakukannya agar aku menjadi dikenal orang sebagai model.” Tiara berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan Alfa sendiri dengan kekalutan yang sama.
Alfa hanya menatap kepergian istrinya hingga ambang pintu, mengembuskan napas kesal dan mengepalkan jari-jari tangannya. Namun sesaat kemudian, perhatian lelaki itu tertuju pada amplop putih yang tadi sempat dikeluarkan oleh Tiara dari dalam tasnya. Mengambil amplop itu perlahan dan membuka isinya.
Alfa terkejut luar biasa dan rasa bersalah langsung hinggap di hatinya. Laki-laki itu kemudian meninggalkan sejumlah uang sebagai pembayaran di atas meja dan berlari menyusul istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
es dawet
semangaaatttt buat alva&tiara
2020-06-14
1