Episode-3 Keinginan

Terbangun di pagi buta berkat dering ponsel yang memekakkan telinga, Alfa terduduk paksa dengan mata sayu. Sepertinya, Tiara tampak kelelahan karena sama sekali tak terusik oleh bunyi keras yang mendering berkat panggilan telepon di ponsel miliknya. Tubuh wanita itu masih diam tak bergerak.

Dengan malas, Alfa menggeser tombol hijau di ponselnya lalu menyapa singkat, "Ya?"

Suara jernih yang terdengar menjawab lirih di seberang telepon itu menjawab dengan suara datar. Namun, sukses membuat Alfa membelalakkan mata karena terkejut.

"Apa? Pagi buta seperti ini? Oh, konyol sekali kau." Lelaki itu sedikit menengok ke arah istrinya karena tanpa sadar telah berkata dengan nada tinggi.

Alfa mendecak setelah memutus telepon, karena merasa terusik akibat rasa kantuk yang masih melanda. Laki-laki itu akhirnya turun dari tempat tidur, melangkah menuju wastafel di kamar mandi dan berusaha mengusir rasa malas dengan mengusapkan air dingin yang keluar dari keran ke wajahnya, lalu berjalan gontai menuju arah depan rumah.

******

Keluar dari pintu utama, Alfa langsung melihat keberadaan Davian yang sedang menunggunya, bersandar di pintu pagar besi miliknya dan langsung tersenyum puas melihat Alfa benar-benar terganggu atas kedatangannya pagi ini.

"Bagaimana bulan madumu? Enak?" Tanyanya tanpa rasa berdosa sembari mengangsurkan tas kamera ke arahnya.

Sebelah alis Alfa langsung terangkat mendengar pertanyaan yang tak terduga itu bakal meluncur pertama kali.

Tak mungkin ia akan mengatakan tentang malam pertama yang gagal beberapa hari lalu itu bukan? Ah, sungguh ia tak mau lagi mengingat malam pertama memalukan, di mana ia sungguh sudah sangat berhasrat sementara keinginannya harus kandas begitu saja di tengah jalan karena Tiara yang tengah berhalangan. Tak sempat terlintas dalam pikirannya tentang hal seperti itu, karena Alfa benar-benar telah membayangkan bagaimana malam penuh suka cita nan bergelora akan menghiasi malam pertamanya itu.

Sambil mengatur nafas, Alfa akhirnya berusaha untuk berbicara dengan lancar agar tak terlihat gusar, lalu mengambil dengan gerakan setengah merebut, atas tas yang telah ada di depannya.

"Menikahlah segera, maka kau akan tahu sendiri rasanya." Alfa menatap dengan senyum paling sinis yang ia bisa dan langsung berbalik melangkahkan kaki ke area teras rumah setelah menerima kamera dari tangan Davian.

"Hei! Aku tak disuruh masuk terlebih dahulu?" Protesnya dengan sedikit berteriak karena Alfa sepertinya sama sekali tak punya niatan untuk membukakan gerbang dan mempersilakannya masuk.

"Maaf Alfa, aku tak bisa singgah, aku harus segera pergi agar tak tertinggal jadwal penerbangan pesawat. Harusnya kau berkata demikian." Alfa membalikkan badan sejenak sambil mencandai sahabatnya itu, yang hanya ditanggapi oleh Davian dengan geleng-geleng kepala.

Impas. Alfa telah berhasil mencandainya balik dengan kalimat pengusiran yang nyata pada kata-katanya. Tetapi, Davian memang sedang tidak berbohong, ia harus pergi ke luar kota pada pagi berembun yang belum tersentuh sama sekali oleh cahaya itu. Ia berniat untuk memberikan kamera Alfa yang pada hari resepsi itu dibawanya untuk mengambil foto, sebelum kepergiannya ini memakan waktu hingga berhari-hari dan membuat sahabatnya itu terlalu lama menunggu.

"Ya sudah, aku pamit, jangan lupa kau ceritakan pengalamanmu itu saat kita bertemu di studio nanti ya," sambungnya ceria dengan melambaikan sebelah tangannya dan langsung beranjak dari depan gerbang, memakai helm, lalu melesat jauh ke tengah keramaian jalanan yang terurai.

Alfa hanya meringis penuh kegetiran yang tampak di wajahnya, jika saja Davian menatapnya dengan jelas.

******

Setelah meletakkan kamera DSLRnya dengan perlahan di atas meja di dalam kamar, Alfa lalu menarik kursi kerjanya dan memindah dengan penuh kehati-hatian, memory card kameranya ke dalam card reader laptop miliknya. Layar hitam mengedip perlahan, menandakan aktivitas cold booting di sana.

Tak perlu waktu lama, setelah sekian detik, muncullah foto-foto dirinya dan Tiara di acara resepsi pernikahan mereka. Dibukanya satu persatu dan diamatinya secara menyeluruh. Melihat dengan pandangan penuh penilaian pada gambar besar yang nampak di layarnya.

"Kau sudah bangun?" Tiara mendekat sambil mengucek matanya pelan. "Kau ... sudah mulai bekerja lagi?" Tanyanya kembali dengan ekspresi terkesiap begitu melihat Alfa yang tengah sibuk dengan laptopnya dan tak memperhatikan kedatangannya.

*Baik. Jadi inikah pembalasan untuknya karena malam pertama yang gagal? Bekerja di hari cuti*?

Tiara berkacak pinggang dan berdiri menantang persis di depan meja.

Alfa lalu melambaikan tangannya, seolah baru menyadari kedatangan istrinya yang tak sempat ia perhatikan itu.

"Lihatlah ...." Alfa melihat sekilas ke arah Tiara dan menunjuk layar laptop.

Pertanyaan Tiara tak terjawab namun tak urung, dengan wajah dongkol, ia mendekat dengan segera.

"Huh, kau masih saja tak bisa memecah konsentrasi saat bekerja dan diajak berbicara," sungutnya lalu berjalan memutari meja dan pandangannya langsung bertemu dengan foto-foto yang ditampilkan di layar tipis itu.

"Itu foto-foto pernikahan kita?" Tiara tampak takjub.

"Ya, aku sungguh menyesal. Seharusnya aku sendiri yang mengambil foto resepsi kita. Aku benar-benar kecewa, ada banyak sekali sudut foto yang sangat pas sehingga membuatmu tampak sangat cantik." Alfa menjauhkan tubuhnya ke belakang dan bersedekap. "Padahal aku ingin kau terlihat cantik saat hanya ada aku saja yang menatapmu, dan aku yang akan mengambil fotomu sepuasnya," ujarnya dengan seringaian yang menggoda.

Tiara menolehkan polatan matanya ke arah Alfa dengan mulut menguncir ke depan diikuti Alfa yang mengeluarkan senyum tertahan.

"Lalu? Aku bersanding dengan siapa di pelaminan kalau kau terus berduaan dengan kameramu itu?" Nada mencela mulai muncul. "Dengan fotomu?" Tanyanya lagi dengan ekspresi mengejek.

Alfa hanya menjawab dengan terbahak melihat dengusan kesal Tiara yang terlihat manis di matanya itu.

Sesaat kemudian, dering ponsel mendadak bergema, memutus tawa Alfa sejenak. Setelah mengetahui dengan pasti siapa peneleponnya, lelaki itu langsung berbicara tanpa basa-basi lagi, "Sudah rindu padaku lagi huh?" Tanyanya dengan nada kesal yang dibuat-buat.

Tiara menoleh dan menyimak dengan saksama perubahan mimik wajah suaminya. Alfa melebarkan mata, mengerutkan kening, lalu mengembuskan napas panjang, menatap ke arah depan menerawang, menatap Tiara, menoleh lagi, begitu seterusnya sambil terus menempelkan ponsel di telinga kirinya, seakan lawan bicaranya itu tengah memberikan informasi yang membuat laki-laki itu berpikir keras. Semua ekspresi Alfa terekam jelas di mata Tiara membuat wanita itu bertanya-tanya.

"Ya. Iya oke, segera," ujarnya menutup pembicaraan lalu berdiri di depan istrinya, tersenyum masam dan meraih kedua tangan Tiara dalam genggaman.

“Aku butuh pendapatmu.” Alfa mengerutkan kening. Kecemasan mendadak mendominasi wajahnya.

“Tentang?” Tiara mengayun-ayunkan kedua tangannya yang saling bertautan dengan kedua tangan Alfa.

“Dony menyuruhku ikut serta melakukan sesi fotografi ke luar pulau. Ada bos perusahaan yang bekerja sama dengan tempatku bekerja dan ia menyuruhku yang menanganinya. Pemotretan untuk model produk," urainya.

“Oh ... lantas apa yang perlu kau pertimbangkan denganku?” Tiara bertanya dengan tersenyum.

“Jatah cutiku masih 7 hari lagi dan aku harus pergi besok, padahal di waktu-waktu ini aku benar-benar ingin berkonsentrasi untuk berkembang biak.” Raut muka Alfa berubah santai namun dipenuhi kekecewaan.

Tiara terkekeh dan mencubit hidung suaminya dengan gemas.

“Kau tahu Tiara? Aku sangat kesepian karena tak punya saudara kandung. Hidup dengan kedua orang tua membuatku cepat tua, mereka hanya membuatku terus berpikir dan bekerja. Aku ingin sekali punya banyak anak darimu," godanya.

Ekspresi Tiara yang semula santai menjadi sedikit tegang. Entah kenapa kata-kata terakhir Alfa mengusik jiwanya. Menyemburkan kehangatan yang membuat hatinya berbunga-bunga.

Mempunyai anak? Menjadi ibu?

Sungguhlah tentu Tiara sangat ingin segera mengandung dan melahirkan bayi mungil untuk Alfa, mendengar suara celoteh anak kecil yang menjadi buah cintanya, berbahagia menatap rumah yang berantakan karena ulah anaknya, tetapi, membuat hatinya senang karena mereka tumbuh sehat.

Kedua tangan yang semula saling bertautan itu terlepas. Tiara menyentuhkan telapak tangannya ke dada bidang suami di hadapannya.

“Aku sudah tidak sabar untuk mewujudkannya.” Bola mata Tiara menatap lekat kedua mata Alfa. “Pergilah. Aku tidak keberatan. Kau harus bekerja keras agar besok anak-anakmu bangga padamu. Memiliki seorang ayah yang sangat menyayangi keluarganya," ucap wanita itu lembut.

Alfa akhirnya menegakkan badan, menipiskan bibir untuk berusaha sekuat tenaga, melawan kebimbangan yang mendera. Namun tak lama, akhirnya anggukan tipis muncul di sana.

“Aku sungguh berat meninggalkanmu saat ini, tapi, ya … kalau kau setuju aku akan berangkat," ujarnya dengan yakin untuk memantapkan dirinya sendiri.

“Ya. Aku akan di rumah menunggumu pulang.” Tiara mengangguk-angguk menyetujui pikirannya sendiri.

“Kau boleh melakukan apa saja dan pergi kemana saja jika membutuhkan teman, asal kau tak membuatku cemburu.”

“Hm ... cemburu? Misalnya?” Bahu Tiara terguncang dengan kekehan, merasa geli dengan pernyataan Alfa.

“Terlalu larut dengan aktivitasmu sampai lupa padaku," jawabnya dengan tajam. "Kau harus selalu memberiku kabar, agar aku pun tahu bahwa kau baik-baik saja," harapnya dengan penuh kesungguhan.

“Ya. Baik. Aku tahu itu." Tiara tersenyum dan melepaskan kedua tangannya yang sedari tadi menempel pada dada suaminya itu. "Aku mandi dulu.” Tiara membalikkan badan begitu saja, hendak berjalan cepat menuju pintu ruang mandi … dan ... gagal. Alfa mengisyaratkan ketidaksetujuan dengan mencekal pergelangan tangan istrinya. Tiara sedikit memiringkan kepala sebagai pertanyaan.

Apa?

“Aku tak bisa menahan lagi Tiara.” Tangan kanan Alfa terangkat dengan lima jari terbuka. Wanita itu memandang sekilas ke arah tangan suaminya, memandang Alfa lagi dan mengangkat alis seolah bertanya lagi.

Apa maksudnya?

“Lima Tiara. Aku ingin punya lima orang anak," ucapnya sembari menyibakkan rambut istrinya ke belakang telinga.

“Apa?!” Tiara membelalak.

Tanpa menunggu lagi, lelaki itu mendorong tubuh Tiara ke belakang, membentur tepian ranjang hingga membuat wanitanya terbaring di sana, memulai pagi dengan aktivitas tiga malam lalu yang tertunda ....

Terpopuler

Comments

es dawet

es dawet

yeee....jadi juga

2020-06-06

1

lihat semua
Episodes
1 Episode-1 Pernikahan
2 Episode-2 Rumah Baru
3 Episode-3 Keinginan
4 Episode-4 Perhatian Mama
5 Episode-5 Sakit
6 Episode-6 Kejutan Menyedihkan
7 Episode 7 - Lukisan Wajahmu
8 Episode-8 Kembali Bekerja
9 Episode-9 Kemarahan Alfa
10 Episode-10 Kegembiraan Bersama
11 Episode-11 Periksa Kandungan
12 Episode-12 Bertemu Mantan
13 Episode-13 Sebuah Rencana
14 Episode-14 Teka Teki
15 Episode-15 Kehilangan
16 Episode-16 Air Mata
17 Episode-17 Tersenyum Kembali
18 Episode-18 Gallery
19 Episode-19 Kesempatan
20 Episode-20 Bersekutu
21 Episode-21 Tanpa Sadar
22 Episode-22 Kedua Kali
23 Episode-23 Pertengkaran
24 Episode 24 - Melukis Harapan
25 Episode 25 - Lebih Dekat
26 Episode 26 - Pulang
27 Episode 27 - Kepedihan
28 Episode 28 - Melepas Rindu
29 Episode 29 - Lemah
30 Episode 30 - Bertahan
31 Episode 31 - Mati Bersamamu
32 Episode 32 - Tak Terduga
33 Episode - 33 Kecewa
34 Episode-34 Kembali Pulang
35 Author Menyapa
36 Episode-35 Merawatmu
37 Episode-36 Dilema
38 Episode 37 - Wonder Woman
39 Episode 38 - Hidroterapi
40 Episode 39 - Bukan Kejutan
41 Episode 40 - Kolam Renang
42 Episode 41 - Wanita itu
43 Episode 42 - Berbeda
44 Episode 43 - Menemani
45 Episode 44 - Asisten?
46 Episode 45 - Tanda Kehamilan
47 Episode 46 - Tempat Terbaik
48 Episode 47 - Balas Budi
49 Episode 48 - Bertemu Lagi
50 Episode 49 - Ayah Sejati
51 Episode 50 - Kabar Buruk
52 Episode 51 - Salam Perpisahan
53 Episode 52 - Sepercik Rindu
54 Episode 53 - Rencana Terselubung
55 Episode 54 - Keputusan
56 Episode 55 - Bersandiwara
57 Episode 56 - Menunggu Kabar Baik
58 Episode 57 - Lelaki Penggoda
59 Episode 58 - Mengintai
60 Episode 59 - Permintaan
61 Episode 60 - Bersabar
62 Episode 61 - Langkah Terbaik
63 Episode 62 - Tak Ada Pilihan
64 Episode 63 - Emosional
65 Episode 64 - Wanita dan Cinta
66 Episode 65 - Rencana Terakhir
67 Episode 66 - Kucing Persia
68 Episode 67 - Bahagia
69 Episode 68 - Mencari Kebenaran
70 Episode 69 - Kamuflase
71 Episode 70 - Muara Rindu
72 Episode 71 - Nadia
73 Episode 72 - Mendekap Luka
74 Episode 73 - Secercah Harapan
75 Episode 74 - Romantika
76 Episode 75 - Titik Balik
77 Episode 76 - Melepas Beban
78 Episode 77 - Bertamu
79 Episode 78 - Restu Mama
80 Episode 79 - Antipati
81 Episode 80 - Panik
82 Episode 81 - Memulihkan Diri
83 Episode 82 - Penerimaan
84 Episode 83 - Mimpi Itu
85 Episode 84 - Persiapan
86 Episode 85 - Memaksa Diri
87 Episode 86 - Menjemput Waktu
88 Episode 87 - Akhir Penantian
89 Episode Penutup - Mencintaimu
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Episode-1 Pernikahan
2
Episode-2 Rumah Baru
3
Episode-3 Keinginan
4
Episode-4 Perhatian Mama
5
Episode-5 Sakit
6
Episode-6 Kejutan Menyedihkan
7
Episode 7 - Lukisan Wajahmu
8
Episode-8 Kembali Bekerja
9
Episode-9 Kemarahan Alfa
10
Episode-10 Kegembiraan Bersama
11
Episode-11 Periksa Kandungan
12
Episode-12 Bertemu Mantan
13
Episode-13 Sebuah Rencana
14
Episode-14 Teka Teki
15
Episode-15 Kehilangan
16
Episode-16 Air Mata
17
Episode-17 Tersenyum Kembali
18
Episode-18 Gallery
19
Episode-19 Kesempatan
20
Episode-20 Bersekutu
21
Episode-21 Tanpa Sadar
22
Episode-22 Kedua Kali
23
Episode-23 Pertengkaran
24
Episode 24 - Melukis Harapan
25
Episode 25 - Lebih Dekat
26
Episode 26 - Pulang
27
Episode 27 - Kepedihan
28
Episode 28 - Melepas Rindu
29
Episode 29 - Lemah
30
Episode 30 - Bertahan
31
Episode 31 - Mati Bersamamu
32
Episode 32 - Tak Terduga
33
Episode - 33 Kecewa
34
Episode-34 Kembali Pulang
35
Author Menyapa
36
Episode-35 Merawatmu
37
Episode-36 Dilema
38
Episode 37 - Wonder Woman
39
Episode 38 - Hidroterapi
40
Episode 39 - Bukan Kejutan
41
Episode 40 - Kolam Renang
42
Episode 41 - Wanita itu
43
Episode 42 - Berbeda
44
Episode 43 - Menemani
45
Episode 44 - Asisten?
46
Episode 45 - Tanda Kehamilan
47
Episode 46 - Tempat Terbaik
48
Episode 47 - Balas Budi
49
Episode 48 - Bertemu Lagi
50
Episode 49 - Ayah Sejati
51
Episode 50 - Kabar Buruk
52
Episode 51 - Salam Perpisahan
53
Episode 52 - Sepercik Rindu
54
Episode 53 - Rencana Terselubung
55
Episode 54 - Keputusan
56
Episode 55 - Bersandiwara
57
Episode 56 - Menunggu Kabar Baik
58
Episode 57 - Lelaki Penggoda
59
Episode 58 - Mengintai
60
Episode 59 - Permintaan
61
Episode 60 - Bersabar
62
Episode 61 - Langkah Terbaik
63
Episode 62 - Tak Ada Pilihan
64
Episode 63 - Emosional
65
Episode 64 - Wanita dan Cinta
66
Episode 65 - Rencana Terakhir
67
Episode 66 - Kucing Persia
68
Episode 67 - Bahagia
69
Episode 68 - Mencari Kebenaran
70
Episode 69 - Kamuflase
71
Episode 70 - Muara Rindu
72
Episode 71 - Nadia
73
Episode 72 - Mendekap Luka
74
Episode 73 - Secercah Harapan
75
Episode 74 - Romantika
76
Episode 75 - Titik Balik
77
Episode 76 - Melepas Beban
78
Episode 77 - Bertamu
79
Episode 78 - Restu Mama
80
Episode 79 - Antipati
81
Episode 80 - Panik
82
Episode 81 - Memulihkan Diri
83
Episode 82 - Penerimaan
84
Episode 83 - Mimpi Itu
85
Episode 84 - Persiapan
86
Episode 85 - Memaksa Diri
87
Episode 86 - Menjemput Waktu
88
Episode 87 - Akhir Penantian
89
Episode Penutup - Mencintaimu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!