Begitu menempuh perjalanan selama hampir tiga puluh menit, mobil mungil berwarna merah cerah milik Alfa itu akhirnya sampai pada gerbang depan sebuah rumah dan berhenti dua puluh sentimeter sebelum menyentuh besi pagar. Alfa bergegas turun membuka kunci gerbang, membuka pintunya lebar-lebar untuk menyambut kedatangan mobilnya sendiri. Kemudian, lelaki itu kembali duduk ke balik kemudi dan menancapkan gas untuk memasuki garasi rumah yang kokoh dengan dominasi warna hitam disetiap sisinya. Mobil itu berhenti tepat setelah garis pintu yang memanjang pada bagian bawahnya.
Tiara masih duduk memaku di dalam mobil dan hanya terdiam menatap Alfa yang tengah sibuk dengan aktivitasnya. Pikirannya berkecamuk dipenuhi pertanyaan dan ketidakpercayaan tatkala dirinya mengetahui bahwa suami barunya itu tidak membawanya pulang ke rumah orang tua Alfa yang setelah ia pelajari, rumah ini berada jauh dari wilayah rumah mertuanya itu.
Rumah siapakah ini?
Seolah memang tidak memberi izin Tiara untuk turun, Alfa justru langsung masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa mengajaknya dan menerobos ke dalam setelah membuka kunci pada pintu depan.
Tiara hanya cemberut menanggapi Alfa yang tak mau memberi jawaban ke mana mereka akan pergi selama di dalam kendaraan. Tidak mungkin bukan, mereka akan mengakhiri hari yang lelah ini bertamu di rumah orang mengingat Alfa yang terlihat sangat lelah begitu pun dengan dirinya? Alfa malah membawanya ke rumah ini dan membiarkan Tiara berada dalam kebingungannya sendiri dengan masih duduk di dalam mobil.
Penasaran. Tiara pun menyambar tas pundaknya dan bergegas turun. Menebar pandangan ke segala arah lalu mendekat ke arah pintu. Menunggu. Tak lama kemudian, Alfa berdiri di ambang pintu dan tersenyum melihat Tiara memunggungi pintu di depannya dan berdiri kaku menunggunya.
Terdengar Alfa berdeham dan ia pun menoleh. Wanita itu mengangkat kedua alis sebagai ekspresi penuh tanya, karena, Alfa hanya seorang diri di sana, tidak membawa siapapun yang menjadi tuan rumah. Laki-laki itu malahan hanya tersenyum tanpa menjawab tanya yang dilontarkan perempuan itu dalam diam.
“Selamat datang di rumahku, pengantinku.” Alfa membuka kedua lengannya lebar-lebar sebagai tanda untuk meminta Tiara mendekat kepadanya. Ekspresi terkejut begitu nampak nyata di wajah istrinya itu. Tiara justru menatap kaget dan kembali menyapukan pandangan matanya ke dalam rumah dan membiarkan Alfa menunjukkan wajah gemas ketika wanita itu malah memperhatikan isi rumah dan tak lagi memandang ke arahnya.
Tiara telah mempersiapkan diri sebelumnya untuk bertemu dengan siapa saja yang akan ditemuinya di rumah asing ini. Pertanyaan-pertanyaan tentang siapa penghuni rumah, dan untuk tujuan apa mereka datang kemari itu begitu memutar di kepalanya, sehingga wanita itu lebih sibuk menyusun kata-kata untuk percakapan yang mungkin terjadi nantinya, tanpa memikirkan kemungkinan lain yang bisa saja terjadi, termasuk tidak sempat mengira bahwa rumah ini adalah milik suaminya.
Lelah karena kedua tangannya yang menggantung tak mendapat sambutan, Alfa menarik tangan Tiara dan memeluknya dengan erat.
“Ini ... ini rumahmu?” Tiara bertanya terbata dalam dekapan Alfa yang tak membiarkannya menatap dirinya karena tangannya mengeratkan kepala wanita itu agar terbenam ke dalam dadanya.
“Ya, sayang, ini untukmu.” Tiara melingkarkan pula tangannya dan mencengkeram erat punggung suaminya, lalu, tenggelam ke dalam pikiran masing-masing selama beberapa lama.
Wanita itu akhirnya mendongak dan menatap lembut ke arah Alfa yang juga tengah menatapnya dengan teduh sebelum berucap, “Terima kasih. Aku benar-benar tak tahu harus bagaimana berterima kasih padamu. Hari ini kau memberiku banyak sekali kejutan.”
Alfa menganggukkan kepala tipis lalu mulai menggodanya, “Kau tak tahu harus bagaimana berterima kasih padaku?” Alfa memandangi bola mata Tiara dengan penuh kasih dan mengangkat alis dengan mimik wajah mengejek.
Tiara mengerucutkan bibirnya dan ragu-ragu untuk berucap. Ada rona merah di pipi yang mulai nampak di sana mendengar kalimat tanya yang diucapkan suaminya itu.
“Tapi aku tahu caranya.” Mendadak Alfa memiringkan tubuh dan mengangkat Tiara ke dalam gendongannya dengan senyum penuh bahagia dan ekspresi sensual.
Tiara memekik terkejut. Namun tak urung, ia melingkarkan jua kedua tangannya ke leher Alfa, menerima dengan penuh suka cita perlakuan penuh romansa suaminya itu dihari pertama pernikahan mereka.
******
Di dalam ruang kamar yang redup bercahayakan lampu meja berwarna emas ....
Tiara masih belum bergerak dari tidur telentangnya di atas ranjang sejak tadi ia ditidurkan oleh Alfa, merasai sekujur tubuhnya yang gugup dengan rasa dingin pada ujung jari tangan dan kakinya. Alfa berbaring miring di sebelahnya, menatap Tiara yang sama gugupnya dengan dirinya, mengelus rambut, dahi, dan pipi berulang-ulang. Jantungnya berdebar kencang. Ini malam pertama mereka.
“Tiara ….,” ucapnya parau sambil terus menatap lekat istrinya. Memandanginya tanpa henti seperti takut saja jika Tiara hilang dari pandangannya.
Tiara akhirnya tersenyum dan memiringkan tubuhnya kemudian melakukan hal yang sama dengan Alfa. Ia menangkup kedua pipi Alfa dengan tangannya dan berkata, “Aku mencintaimu Alfa. Terima kasih telah memilihku. Aku bukan yang sempurna seperti yang kau harapkan, tetapi, aku berjanji, aku akan menyempurnakan apa yang belum sempurna di hidupmu. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik.”
Alfa tersenyum mendengar kalimat penuh makna istrinya itu, kemudian menggenggam tangan Tiara yang masih menempel di pipinya dan mencium jemarinya sembari memejamkan mata sejenak dan terbuka kembali untuk menatap kembali wanitanya. “Aku sudah memilih wanita yang paling tepat untuk hidupku.”
Dengan gerakan perlahan, Alfa mulai menempatkan tangannya di leher Tiara. Menyibakkan rambut-rambut kecil yang menutupinya. Memeluk dengan mesra dan menempatkan kepalanya di antara pundak dan leher istrinya. Lelaki itu mengembuskan napasnya yang semakin memanas di sana. Menunjukkan dengan jelas apa yang diinginkannya. Dengan tergesa, Alfa menjauhkan kepalanya dan mendekatkan bibirnya untuk mencium bibir istrinya, sebelum kemudian mendadak Tiara mendorongkan kedua tangan pada dada suaminya untuk memberi jarak.
“Eh ... ehm….” Wanita itu mendeham keras demi keadaan canggung yang tengah melingkupinya. Sontak Alfa sedikit terperanjat menerima sikap istrinya itu yang seakan menolak sentuhannya.
“Kau … kau mau apa?” Tiara malah bertanya dengan polosnya yang tentu saja membuat Alfa mengerutkan kening.
“Aku … aku tak bisa…." Tiara kemudian kembali berbaring dengan telentang.
“Maksudku … ehm ... mungkin … kau harus bersabar beberapa hari lagi.” Tiara tak berani menatap suaminya dan menautkan kedua tangannya di depan dada mengusir kegugupan yang terus saja melandanya. Alfa melebarkan mata dan mengangkat alis dengan penuh keterkejutan dan tanya.
“Ah, aku tak bisa Alfa. Aku sedang … eh, aku sedang merah.” Tiara akhirnya memenuhi mulutnya dengan udara hingga menggembung dan mengembuskan napas panjang, merasa lega dan malu. Perempuan itu pun segera menoleh ke arah suaminya yang tengah menutup mukanya dengan telapak tangan.
“Oh.” Alfa akhirnya berbaring pula dan mencoba merilekskan tubuhnya yang sedikit kaku karena kejutan yang tak terduga itu.
“Oh ... astaga Tiara. Aku benar-benar terkejut," erangnya. “Terima kasih. Ini juga merupakan kejutan untukku,” ucapnya dengan senyum penuh ironi, kemudian terduduk dengan lesu.
Tiara menutupkan mulutnya dengan tangan, tertawa geli dalam suaranya yang tertahan, menyaksikan betapa frustrasinya suaminya itu di malam pertama mereka.
******
Malam semakin bergulir menuju puncaknya. Setelah adegan malam pertama yang gagal, Alfa akhirnya memutuskan untuk menenangkan diri dengan berada lama sekali di kamar mandi. Tiara yang merasa tak enak akhirnya memutuskan untuk melihat-lihat isi bangunan tempat tinggalnya.
Rumah ini memang tidaklah besar, hanya rumah satu lantai. Namun, dengan struktur tanah yang bertingkat. Area depan gerbang merupakan tempat terendah, disusul garasi rumah dan area ruang tamu yang berada sedikit di atasnya. Area belakang menjadi area tertinggi dengan separuh ruangan terbuka. Memperlihatkan kursi-kursi yang ditata menjadi ruang santai oleh pemiliknya.
Ia tidak menyangka, kesibukan Alfa di hari-hari menjelang pernikahannya ternyata diisi dengan mengerahkan semua kemampuannya untuk merekonstruksi rumah ini. Rumah yang mewakili Alfa di semua areanya.
Lampu kelap-kelip mendadak menyala di sepanjang pagar kayu yang melingkup teras belakang rumah ini di tengah lamunan Tiara. Wanita itu memundurkan langkahnya dengan sedikit terkejut.
“Kau suka?” Alfa memeluk dari arah belakang.
“Ya. Aku selalu suka apa yang kau suka.” Tiara menoleh sebentar ke arahnya dan senyum puas tersungging di sana.
“Mari tidur. Tak baik malam-malam begini ada di luar rumah.” Alfa melepas pelukannya. “Ah ya, ada baiknya aku tak menyentuhmu sebelum aku benar-benar lepas kendali.” Alfa terlihat membalikkan badan dan meninggalkannya seorang diri sambil mengumpat-umpat yang membuat sekali lagi, Tiara tak henti-hentinya menahan tawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Fitri Afrilia
ngasih kejutan mulu nah dkejutin balik dehh...hehehe yg sabar yaa
2020-12-29
0
Fitri Afrilia
haiii aq mampir d karya mu ya...
2020-12-29
0
Belinda Marchely
Duh, jadi teringat pengalaman sendiri nih 🤣☺️
2020-08-26
1