Pagi-pagi sekali ketika Tiara sudah mengambil seribu langkahnya di dalam rumah. Wanita itu terus bergerak ke sana kemari dengan gesit, melakukan segala pekerjaan rumah dengan ceria. Alfa hanya duduk diam menatap layar laptop dan sesekali memandang aktivitas istrinya dengan sekilas demi sekilas ketika Tiara berjalan melewati mejanya lagi dan lagi.
“Stop.” Alfa berkata dengan sedikit meninggikan nada suaranya ketika wanita itu telah melangkah jauh darinya. Tiara yang telah menghilang di balik tembok, kemudian hanya memunculkan kepalanya demi mendengar teriakan suaminya di meja kerja. Kedua alisnya terangkat.
Apa?
Tiara masih terdiam di tempat menunggu reaksi dari suaminya.
“Apa kau sedang berolahraga dengan berjalan kaki di dalam rumah?” Alfa menopangkan dagu dengan punggung tangannya, menatap kepala istrinya yang terlihat lucu dengan cepol rambutnya yang berada hampir di atas kepala dan anak-anak rambut yang berantakan karena sedari tadi beraktivitas.
Tiara akhirnya memperlihatkan seluruh tubuhnya dan sedikit berjalan mendekat dengan satu pelukan besar baju-baju yang hendak dibawanya.
“Boleh dianggap seperti itu. Membereskan rumah sambil berolahraga. Bukankah itu baik?” Bibirnya mengerucut, dihakimi dengan pandangan suaminya yang tak berkedip.
“Kenapa kau imut sekali sepagi ini?” Masih dengan tatapan mata misteriusnya.
“Eh … Apa?" Tiara menyentuh anak rambutnya dan menyibakkan ke belakang telinga, canggung dan gugup karena pertanyaannya malah ditanggapi dengan jawaban yang melenceng seratus delapan puluh derajat dan membuatnya merona malu.
“Kau semakin cantik ketika hamil.” Alfa sudah berdiri di depannya. Turut menyibakkan anak rambut seperti yang dilakukan Tiara tadi, kemudian tersenyum. “Aku yang akan menyiapkan sarapan kali ini. Duduklah. Buat dirimu rileks. Kau pasti lelah.” Lelaki itu memegangi kedua lengan Tiara lalu menuntunnya untuk duduk di kursi meja makan dekat dengan kitchen set, lalu mengambil setumpuk baju yang dibawa istrinya tadi.
“Duduk. Oke? Boleh bergerak untuk berpindah kursi. Tidak untuk yang lain.” Alfa berkata sambil menunjuk-nunjuk Tiara dengan jari telunjuknya, memerintah dengan candaannya yang membuat Tiara terkekeh.
“Siap.” Tiara melakukan sikap hormat tanpa diberi aba-aba.
Wanita itu menatap suaminya yang memunggunginya di meja dapur, menyibukkan diri dengan kegiatan memasaknya.
“Bukankah kau harus berangkat pagi hari ini ke kantor Papa untuk melakukan pertemuan?” Tiara yang mendadak mengingat bahwa hari ini ia tidak bekerja, spontan menanyakan hal tersebut dan berdiri hendak menggantikan aktivitas memasak suaminya.
Bagaimana jika Alfa terlambat?
Alfa menolehkan kepalanya dalam tiga detik lalu tersenyum dan kembali menghadap ke arah drill pan.
“Iya. Aku akan bersiap-siap setelah ini.”
Tiara duduk kembali.
Bau panggangan yang menyeruak membuat Tiara sadar bahwa ternyata ia butuh mengisi perutnya yang mulai beralarm tak henti-henti.
Tak lama kemudian, Alfa mulai menata makanan yang diolahnya ke atas meja makan. Dimulai dari meletakkan dua ayam panggang untuk dirinya dan Tiara, menata sayur-sayuran yang hanya dimasaknya dengan dikukus, lalu meletakkannya di mangkuk yang berbeda dan mengambil sepiring nasi dari penanak nasi Pressure IH nya dan didekatkan ke depan istrinya. Tak lupa scrumble egg dengan saus tomat. Alfa masih kembali lagi ke meja dapur dan terlihat mengambil dua gelas highball dan menuang dua minuman berbeda. Setelah mengangsurkannya ke depan Tiara, Alfa masih berkutat lagi mengambil cangkir porselen dan menuangkan kopi dengan air panas yang masih mengepul asapnya.
Lelaki itu lalu membanting tubuhnya di kursi makan. Terlihat berkeringat. Namun, seperti menahan rasa lelah, Alfa kembali menatap Tiara yang tengah memindai makanan di atas meja dengan takjub dan duduk tenang di sana.
“Kau seperti ini setiap hari? Lelah menyiapkan sarapan untukku?” Tanya Alfa dengan wajah berkerut.
“Ini terlalu banyak.” Tiara menopangkan sebelah kepalanya dengan tangan dan menggembungkan pipinya. Tak menanggapi pertanyaan Alfa untuknya malah berkata lirih seperti menggumam. Alfa mengangkat alis demi mendengar perkataan istrinya.
“Aku tidak lelah. Aku sudah terbiasa," ujarnya kemudian.
“Makanlah. Ibu hamil membutuhkan gizi tiga kali lipat dari orang biasa. Kau harus terus sehat.” Alfa berkata setelah memasukkan suapan pertama ke dalam mulutnya.
“Bolehkah aku makan dengan mencicilnya saja?” Tiara mulai mengambil garpu dan meletakkan sayuran di piringnya. “Perutku tak akan muat memakan semua ini sekaligus.”
Alfa terkekeh. “Apa hidupmu sungguh berat Tiara, sampai-sampai kau harus membayar makanan yang kubuat dengan mencicil?”
“Bagaimana kalau aku bertambah gendut?” Mulai mengunyah dengan satu suapan besar.
“Asal Kau sehat. Lagi pula, Kau memang harus menambah sedikit berat badanmu agar semakin seksi.” Lelaki itu tak memperhatikan wanitanya yang hampir terbatuk-batuk, tetapi ditahannya oleh Tiara ketika mendengar Alfa berkata demikian.
“Baik, aku akan makan banyak.” Tiara melanjutkan makan dan minumnya dengan lahap namun dengan gerak tubuh yang kesal dan bersungut-sungut.
Alfa tertawa dan menatap Tiara dengan gemas, ingin melahap wanitanya seketika itu juga.
******
“Kau sedang terpesona kepadaku.” Alfa berdiri di depan cermin yang hampir sama dengan tinggi tubuhnya, mengamati Tiara di sampingnya yang sedang menatapnya. Lelaki itu berpura-pura tak melihat. Namun, ucapannya tadi berhasil membuat Tiara terpojok. “Karena aku lebih tampan dengan penampilan seperti ini?" Tanyanya telak yang langsung diberi nilai seratus oleh Tiara di dalam hatinya karena pertanyaan retorik itu benarlah adanya. Tiara hanya mengangguk malu dan tersenyum.
Alfa mengenakan jas berwarna hitam kelam dengan kemeja berwarna abu tua dan dasi navy blue yang membuatnya tampak berbeda dan begitu tampan hari ini. Rambut hitamnya disisir rapi seperti biasa dan kakinya terbalut oleh sepatu senada dengan warna jas. Sungguh Tiara memang terpukau oleh penampilan Alfa hari ini.
“Kau menyukai penampilanku yang seperti ini atau yang seperti biasa?” Tanyanya sambil lalu membenarkan dasi yang dipakainya.
“Aku lebih suka kau yang biasa.” Tiara menyahut sambil membenarkan kancing jas suaminya.
“Aku tahu. Ternyata, aku memang tak perlu menjadi kaya untuk bisa mendapatkanmu, karena yang kau butuhkan adalah hatiku. Bukan atribut yang menggelari namaku," ucapnya kemudian menghadapkan tubuh ke arah Tiara.
Tiara terenyuh bukan main. Wanita itu paham, anak orang kaya ini, meskipun dengan rendah hati mau memulai usahanya sendiri dalam hal pekerjaan, ia sangat tahu bahwa di luar sana, banyak orang mengenalnya tetap saja sebagai anak seorang pengusaha kaya yang sedikit banyak hal itu mendongkrak popularitasnya sebagai seorang fotografer dan pelukis.
Tiara memandang suaminya tanpa suara.
“Aku akan pulang malam hari ini. Banyak yang harus kuselesaikan. Baik-baiklah di rumah.” Alfa mengecup bibir Tiara dengan intensitas yang cukup untuk membuat tubuh wanita itu mengerang karena gairah. Alfa menjauhkan bibirnya dan tersenyum miring melihat Tiara yang tergagap.
Tiara terperangah karena dicium secara mendadak, lalu dengan napas yang belum teratur, ia berkata. “Ya. Semoga kau berhasil menjalankan rencanamu hari ini.” Tiara tersenyum. Rasa bahagia membuncah di hatinya.
******
Para CEO telah berkumpul di sebuah ruangan besar yang menjadi lokasi pertemuan. Mereka saling bercakap satu sama lain di meja bundar yang banyak tersedia di sana. Alfa yang tengah melangkahkan kaki memasuki ruangan, mendapat banyak tatapan penuh tanya.
“Alfa!" Salah seorang laki-laki dengan usia yang cukup terpaut jauh darinya, mendekat.
“Beny.” Setelah memindai beberapa lama, akhirnya Alfa mengenali lawan bicaranya tersebut.
“Kau datang sendiri? Dimana papamu?” Beny mengusap punggung lelaki muda itu dan menunjuk dengan sebelah tangan di mana ia duduk dan menghela Alfa ke sana.
“Papa tidak bisa hadir. Dia sedang overload hari ini.”
“Walau hari Minggu? Ah, ya dia memang selalu tenggelam dalam pekerjaan yang tiada habisnya.”
Keduanya lalu duduk berdampingan sembari menyimak ke arah panggung di mana MC telah mulai membuka acaranya. Alfa pun menikmati perjamuan makan itu dan sederet rupa acara hingga pertemuan tersebut selesai.
******
Alfa berada di ruang IT perusahaan ayahnya, seperti yang direncanakannya semula. Lelaki itu datang ke tempat ini membawa misi. Ia harus menemukan siapa sebenarnya pelaku pencuri foto Tiara ketika ia sedang berada di perusahaannya. Ia sudah siap untuk mengetahui siapapun pelakunya dan akan menghajar habis orang yang telah berani mengusik istrinya.
Berhadapan dengannya banyak layar LED komputer yang menyala dengan terangnya. Alfa lalu mulai memasukkan card kecil ke dalam reader yang tersedia di sana.
Muncullah foto Tiara dengan tulisan-tulisan kecil di sampingnya seperti exif viewer pada umumnya. Namun dengan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan ayahnya dalam mengelola produksi alat pengambil gambar, dalam satu klik, ia bisa mendapatkan semua informasi mendetail mengenai satu foto.
Jantungnya berdebar, ketika ia mulai menscroll banyak tulisan yang tertampil di sana. Tubuhnya semakin menegang ketika mengetahui bahwa foto itu ternyata diambil dari sebuah kamera mini berbentuk kancing baju yang sama sekali akan membuat orang tak sadar bahwa ia sedang diintai.
Dugaannya benar. Ada orang yang sengaja ingin menaikkan rating nama perusahaan Tiara Fashion, tetapi dengan menjatuhkan nama istrinya karena dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya untuk menjadi model rahasia yang menilai hasil produksi perusahaannya. Mengabaikan para supervisi dalam bidangnya.
Alat di komputer itu bahkan bisa menunjukkan GPS di mana kamera tersebut kemungkinan berada.
Nihil. Pelaku sepertinya begitu cerdik karena telah berhasil mematikan sinyal GPS kamera mininya.
“Ah.. Shit! " Alfa mengumpat karena hampir saja ia berhasil. Namun, kecewa karena tak mendapat petunjuk yang berrarti.
Siapa dia? Apakah orang intern perusahaan istrinya? Atau … siapa?
Alfa benar-benar putus asa didera rasa penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
es dawet
tiara kok sepertinya terlalu kaku ya...🤔🙄
2020-06-14
1