The Sweetest Harsh
Sebuah gedung pertemuan bernuansa bangunan Belanda tengah ramai dengan begitu banyak orang. Kesemuanya hampir mengenakan gaun pesta dengan make up sempurna menghias wajah. Rangkaian bunga terjuntai di mana-mana, tak lupa hiasan dedaunan dan kain tipis yang melambai-lambai tertiup angin ditata dengan pasnya. Rumput Jepang sebagai alas menjadi penyempurna seolah pemilik acara memang benar-benar menginginkan suasana hijaunya kebun nan damai.
Di atas panggung yang menjadi tempat lebih tinggi sebagai pelaminan, berdiri sepasang kekasih yang kini telah menyatukan cinta sebagai pasangan suami istri. Mempelai lelaki tampak mengenakan tuksedo berwarna hijau botol dengan aksen gelap. Kemeja dengan warna lebih muda, jam tangan berwarna hitam mengkilap senada dengan sepatu yang dikenakannya membuatnya seperti pangeran dari negeri dongeng. Di sampingnya berdiri wanita cantik mengenakan gaun panjang membentang dengan warna yang sama. Kulitnya yang putih bersih, rambut berwarna coklat keemasan dan rangkaian bunga kecil warna-warni yang menghias di kepala menjadikannya bak dewi yang turun dari kahyangan. Masih dilengkapi dengan senyum yang tak henti terulas dari bibirnya yang meski dipoles dengan lipstik, namun tetap cantik dan tidak berlebihan.
Keduanya tampak mencolok dengan pelaminan yang didominasi oleh warna putih. Bunga-bunga yang terangkai indah memagar di area belakang, lampu-lampu kecil redup yang merantai diletakkan dengan tepat di tempatnya, sungguh sesuai dengan keinginan mereka saat ini.
Berkali-kali ia menolehkan kepala ke arah kanan dimana suaminya pun juga tengah takjub menatapnya seperti baru saja bertemu. Sejujurnya ia benar-benar kagum dengan wanitanya saat ini. Terlihat sangat mempesona tidak seperti dihari-hari biasa. Mungkin karena kebiasaan istrinya ini yang selalu memulaskan riasan sederhana, sehingga ketika para perias me-make over wajahnya, ia tampak lain dan sangat cantik.
"Tiara, duduklah jika lelah." Helmia, ibu mertuanya mengangsurkan segelas cola dingin dengan senyum ke arahnya, lalu, menunggu di sampingnya dan memiringkan kepala ke arah Alfa menuntut perintah yang sama.
Tiara tampak menyesap setengah dari satu gelas penuh cola-nya dengan rasa lega. Para perias yang tampak berdiri tak jauh dari panggung kemudian memajukan dirinya untuk menata gaun yang dikenakan Tiara agar memudahkannya untuk melangkah dan duduk di kursi pelaminan.
Alfa tampak tak mau melepaskan tangannya dari Tiara dan membantunya duduk.
"Terima kasih Alfa, aku benar-benar hanya meminta dua hal padamu, tetapi, kau bisa mengabulkannya dengan hal luar biasa seperti ini." Senyum penuh rasa haru nampak di wajahnya.
"Apa yang tidak akan kukabulkan untukmu Tiara? Dan, ini semua sesuai permintaanmu bukan? Pesta pernikahan yang didominasi warna putih dan hijau, serta rangkaian hiasan bunga-bungaan." Dengan bangga ia menyapu pandang ke segala arah dan berakhir ke arah Tiara dengan senyum manis yang juga tersungging di sana.
Beberapa tamu undangan yang mendekat hendak berpamitan membuat keduanya berdiri dari tempat duduk dan menyalami dengan penuh penghormatan.
Tiara sangat lelah hari ini, akan tetapi, sungguh, ini adalah lelah yang menyenangkan dan membahagiakan. Menikah dengan pria yang dicintainya, disambut dengan pesta pernikahan yang meriah.
******
Duduk berhadapan, Yunus, ayah Alfa, Helmia, ibu Alfa, serta Berta ibu Tiara di paviliun kecil area belakang gedung pertemuan. Mereka tengah menikmati teh hangat yang disediakan oleh pelayan catering, membuang lelah setelah seharian berkutat dengan para tamu undangan di pernikahan putra dan putri tunggal mereka.
"Apakah Anda baik-baik saja Nyonya Berta?" Yunus akhirnya mengeluarkan suara setelah meneguk dengan penuh kepuasan rasa teh hangat yang disediakan, kemudian meletakkan kembali ke atas meja. Tadi sempat dalam sekilas pandang, besannya yang tengah duduk di atas kursi roda itu tampak muram.
"Ya, seperti yang kau lihat. Aku sedang menantikan kesepian yang sebentar lagi akan datang," ucapnya datar dengan senyum seadanya.
Tiara adalah anak satu-satunya sekarang. Bertahun-tahun berjuang dan menguatkan diri menjadi single parent tentulah tidak mudah. Ayah Tiara meninggal dunia di usianya yang ke-60 tahun. Dua orang kakak laki-laki Tiara wafat ketika usia mereka masih balita dan berusia 10 tahun. Kehilangan demi kehilangan tak membuat Berta menyerah, hingga lahirlah putri kecilnya yang telah tumbuh dewasa sekarang dan akan memulai hidup baru.
Sebenarnya, bukan hanya berdua dengan Tiara saja ia tinggal, ada satu perawatnya yang juga tinggal bersama, menemani dan melayani segala kebutuhannya sejak lama yang sudah seperti keluarga.
Yunus menampakkan senyum menyemangati sebelum berkata, "Aku tahu rasanya Nyonya Berta. Aku dan Helmia bahkan sudah lama merasakannya. Jauh dari anak sejak ia berusia sekolah menengah."
"Tapi kurasa, ada benarnya juga mereka memilih hidup terpisah dari kita." Helmia turut menyimak dan mengeluarkan isi hatinya. "Mereka akan benar-benar memulai dan belajar satu sama lain, menyesuaikan diri mereka ketika hidup bersama." ditatapnya Berta dengan rasa hangat yang sama.
"Kau benar. Kita sebagai orang tua tentu sudah berpengalaman dengan semuanya, tetapi, terlalu mencampuri urusan mereka bukan hal yang bijak, meskipun pada akhirnya, kita harus bertindak juga ketika ada hal-hal krusial yang membutukan campur tangan kita." Berta berkata dengan pandangan menerawang.
"Jangan terlalu dipikirkan Berta, aku bisa datang ke tempatmu dan kau bisa mengunjungiku juga kapanpun kau mau." Helmia berbinar-binar mencerahkan suasana.
******
Tiara masih duduk di depan toalet memandang pantulan dirinya di cermin besar di hadapannya. Senyumnya merekah dan dengan riang ia mengambil sisir di atas meja dan menyisir rambutnya. Ia telah berganti pakaian setelah membersihkan badan.
Di belakangnya, para perias nampak masih sibuk berkemas. Memasukkan segala rupa alat rias ke dalam boks-boks hitam berukuran besar.
Alfa masih belum kembali dari gedung pertemuan. Memastikan segala pembersihan area cepat dilakukan mengingat gedung ini akan dipakai kembali esok lusa.
Stefany, periasnya, mendekat ke arah Tiara dan memegang kedua pundaknya dengan senyum. Mengembuskan napas panjang kelegaan. Tiara menatap Stefany melalui kaca di depannya dan menggenggam tangan Stefany yang tersampir di pundaknya.
"Selamat ya Tiara, aku tak bisa memberimu hadiah pernikahan lebih dari ini."
Tiara mengangkat satu alis. Ia tahu, Stefany adalah perias kepercayaan ibunya sejak beberapa tahun lalu. Ia menawarkan diri menjadi periasnya begitu mengetahui Tiara akan menikah. Dan tentu saja, ia tidak memungut biaya kali ini dan menganggap apa yang dilakukannya adalah hadiah.
"Ini pemberianmu yang luar biasa Stef, kau selalu merendahkan diri. Aku sangat berterima kasih. Kau selalu mengerti yang aku inginkan." Tiara mendongak demi menatap wajah Stefany secara langsung.
Stefany kemudian menunduk dan berucap sambil setengah berbisik.
"Apa aku perlu meriasmu kembali untuk malam pertamamu?" Ucapnya menggoda.
"Tidak perlu Stef, aku lebih suka Tiara yang natural." Alfa mendadak sudah berdiri di ambang pintu. Laki-laki itu berdiri dengan santainya, menyakukan kedua tangan pada saku celana. Mata cokelat mudanya memandang dengan penuh kasih kepada wanita yang masih duduk tak jauh darinya.
Tiara dan Stefany sontak menengok ke sumber suara, hingga kemudian, Tiara menjadi salah tingkah.
"Oke. Tugasku sudah selesai. Aku harus pulang." Stefany menepuk bahu Tiara lalu mengambil tasnya di sofa seberang dan berpamitan. Ketika sampai pintu, ia mendekatkan mulutnya ke telinga Alfa dan mengatakan sesuatu dengan suara yang sangat rendah hingga tidak bisa terdengar sampai ke telinga Tiara. Entah apa yang dikatakan perempuan itu sampai-sampai berhasil membuat Alfa tersenyum hingga menampakkan gigi-giginya.
"Ayo Tiara. Kita juga harus pulang, karena aku sudah tidak sabar." Lelaki itu mengedikkan kepala ke arah luar pintu dengan ekspresi menggoda.
Tiara hanya menoleh sebentar dengan senyum pula yang terulas di bibirnya, kemudian menunduk dengan sikap malu untuk kemudian berdiri dan beranjak dari duduknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Belinda Marchely
Saileehh, malu-malu pertama2nya si Tiara ☺️
2020-08-26
1
°•°vivï:)
aku nyampe sini karna rekomendasi dri uncle bram semoga ceritanya menarikyahk😁
2020-08-02
2
uciie sucay
mampir
2020-07-15
2