Davian?
Alfa akhirnya bisa menemukan wajah suara lelaki yang memanggilnya. Davian melambaikan tangan di seberang sana. Tiara yang kalah tinggi pun tak bisa melihat dengan jelas karena tertutup oleh badan-badan besar yang berlalu-lalang di depannya. Dengan gesit, suaminya menarik tangannya lalu melangkah zig-zag melewati desakan orang-orang yang berjalan.
Sampai di tepian jalan yang cukup lengang Alfa menghentikan langkah. Tiara hanya memperhatikan lelaki itu yang tengah menatap ke depan. Dikenalnya seseorang di depan sana sebagai Davian, teman bekerja Alfa di teamwork fotografi miliknya, lalu, seorang wanita yang tengah asyik berkutat dengan ponselnya tanpa memperhatikan bahwa ada ia dan suaminya yang mendekat.
Alfa menatap Tiara yang juga tengah memandang ke arahnya. Ia sungguh menyesal telah menghampiri Davian kemari. Ia bisa saja pura-pura tak mendengar dan langsung saja enyah dari tempat ini tanpa harus berada dalam situasi yang sungguh tak diharapkannya ini. Tapi, sudah kepalang basah. Mau tak mau ia harus bersikap gentle dengan menghadapi apapun yang ada di depannya kali ini.
Semuanya sudah berlalu dan Alfa tak merasa sakit lagi. Ia telah menutup dengan rapat pintu di dalam hatinya untuk kembali menebar ingatan masa lalu. Ia telah mempunyai shield yang sangat kuat untuk menghadapinya kali ini.
Beberapa detik ketika Davian maju melangkah untuk bersalaman dengan Alfa di depannya, wanita itu menoleh, tubuhnya kaku dan pandangannya tertuju pada lelaki yang sedang membawa kantung kain berisi jas yang tadi baru dibelinya.
Tiara menyadari wanita itu menatap suaminya. Namun ia hanya terdiam menunggu Davian dan Alfa yang sedang mengobrol singkat tentang keperluan apa mereka pergi ke tempat ini.
“Bagaimana kalau kita menghabiskan secangkir kopi dulu sebelum pulang? Kita belum pernah menyempatkan diri untuk berkumpul bersama seperti ini bukan? Ada sesuatu yang harus kusampaikan padamu." Davian tersenyum dan pandangannya beralih menatap Tiara dengan alis terangkat. Jika Alfa bisa menolak, tidak dengan Tiara. Ah, ia bisa membujuknya sebagai alat untuk mendapatkan jawaban 'ya' dari Alfa.
“Tiara? Kau setuju?”
Alfa menolehkan kepala ke arahnya, menunggu jawaban. Tiara yang merasa tersudut tentu saja tak bisa menolak, dengan terbata ia berkata dengan menyuguhkan senyum yang terpaksa karena merasa tidak terlalu akrab dengan dua orang teman suaminya itu.
“Tentu saja … Aku setuju.” Tiara menganggukkan kepala lambat-lambat.
“Baiklah. Ayo.” Davian mengulurkan tangan kepada wanita yang sedari tadi di belakangnya, terdiam tanpa mau berinteraksi dengan Tiara maupun Alfa.
******
Mereka berempat tiba di café tak jauh dari tempat mereka bertemu tadi. Beberapa tamu yang juga sedang menikmati kopinya di sana menolehkan kepala sejenak dan berbisik-bisik. Tiara yang ditatap dengan pandangan mencela tersebut seolah tahu dan berharap acara mendadak mereka menongkrong di café ini segera selesai. Ia sungguh tak nyaman, apalagi berita lokal mengenai dirinya sebagai icon model baru itu masih tersebar luas di mana-mana.
Alfa menghela Tiara untuk duduk di sampingnya. Merangkulkan tangan di pundaknya. Davian dan wanitanya mengambil tempat duduk di seberang tepat di depan mereka berdua. Pelayan dengan buku catatan kecil mendekat, menunggu para pelanggannya memesan minuman.
“Satu Americano.” Alfa memesan terlebih dahulu. “No Macchiato Tiara.” Alfa menggelengkan kepala, lalu mengedikkan pandangan ke arah perut Tiara. Menuntut wanita itu untuk paham bahwa wanita hamil tak boleh meminum kopi meskipun dengan komposisi kopi yang sedikit. Ia tahu Tiara sangat menyukai jenis kopi yang lebih milky, jadi sebelumnya ia akan memperingatkan terlebih dahulu.
“Flavoured Tea dengan blueberry.” Alfa berkata lagi. Kata-kata Tiara yang sudah sampai di pucuk tenggorokan akhirnya berubah menjadi embusan napas. Suaminya bertambah protektif akhir-akhir ini.
“Dua Cappucino.” Davian kemudian menyebutkan pula pesanannya.
Café ini berkonsep minimalis dengan hiasan retro di dinding-dindingnya. Cahaya lampu kuning keemasan dominan memenuhi ruangan. Tempat duduk yang mereka tempati saat ini berada di ujung dekat jendela dengan daun-daun sintetis yang merambat di atasnya. Keempat manusia yang tengah duduk berhadapan itu sibuk dengan angan-angan masing-masing sampai wanita itu membuka suara.
“Alfa .…” Wanita itu menatap tajam dengan tatapan sendu nampak di sana. “Lama tak bertemu denganmu. Apa kau baik?”
“Ya. Seperti yang kau lihat Nelly.” Dengan santai ia menjawab namun tanpa seulas senyum.
Tiara mengamati sekilas dan melebarkan mata.
Nelly? Jadi apakah ini wanita mantan kekasih Alfa sebelum menikah dengannya?
Masihkah Alfa membencinya? kenapa ia dingin sekali seperti ini?
Nelly kecewa karena sebelumnya ia sangat berharap akan bisa bercakap-cakap hangat dengan lelaki itu.
Pesanan datang menyelamatkan situasi. Mereka akhirnya tenggelam dengan gelas di depan mereka.
“Ada job untuk hari Minggu. Satu di kota ini, satu lagi di kota sebelah. Dony menyuruhmu, Alex, dan Brian yang datang. Kami yang ada di studio sedang ada pekerjaan lain. Aku tentu saja tak harus menanyakan kau bisa atau tidak karena kau harus bisa.” Davian membuat pernyataan memaksa di dalamnya, karena tahu, sejak menikah, Alfa seringkali menomorduakan pekerjaan dan mengutamakan istrinya.
“Minggu? Aku tak bisa.” Alfa langsung menjawab tanpa pikir panjang.
Davian mengajukan tubuhnya ke meja lebih dekat dengan Alfa, bersiap untuk memulai perdebatan.
“Kau sungguh enak. Tinggal mengatakan ya, maka semuanya akan menjadi ya, dan berkata tidak, maka semua akan menjadi tidak.” Tatapan sinis muncul, dan bukan Davian yang biasanya.
“Apa maksudmu? Aku akan menghubungi Dony nanti.” Alfa mengerutkan kening mencoba mencerna kata-kata sahabatnya itu.
“Kau sibuk? Bagaimana kabar Mama?” Nelly menimpali. Namun pupus begitu saja karena buru-buru Alfa menjawab.
Tiara yang telah mendekatkan gelas ke mulut untuk menyesap Flavoured Teanya membeku seketika. Ada sayatan-sayatan tak kasat mata yang mulai melelehkan rasa sakit di hatinya. Nelly tampak sangat ingin dekat dengan suaminya ini. Apalagi ia masih memanggil mertuanya dengan sebutan Mama? Ia kesal sendiri akan bayangan-bayangan kemesraan yang dulu sempat dijalani oleh sepasang kekasih itu sebelum Tiara hadir dalam kehidupan Alfa.
“Iya aku sibuk.” Rangkulan tangannya di bahu Tiara terlepas. Lalu merapikan jaket yang dikenakannya sebelum kemudian memandang istrinya dengan senyum. “Habiskan minummu Tiara, kita akan segera pulang.”
“Kau sibuk dari dulu Alfa, tapi aku bangga padamu. Kau selalu menjadi dirimu sendiri. Aku ingin sekali bertemu Mama, sudah lama sekali sejak aku juga tak bertemu denganmu.” Nelly berusaha mencairkan tatapan dingin Alfa dengan kata-kata lembutnya sekuat tenaga. Tapi sepertinya, Alfa yang sekarang memang bukanlah Alfanya yang dulu.
Kesalahannya membuatnya menyesal sedalam-dalamnya begitu ia mengetahui Alfa telah menemukan tambatan hati yang baru, bahkan langsung menikahinya. Ia menyesal pula telah mengulur-ulur waktu hingga menjalin hubungan asmaranya dengan waktu yang cukup lama, tak segera terpikirkan untuk menikah, dan terlena dengan kesenangannya sendiri dengan berselingkuh di belakang lelaki itu. Mata Nelly mulai panas. Dia belum berhasil untuk bangkit. Ditatapnya dengan nanar dua sejoli yang ada di hadapannya ini berganti-ganti.
Dia masih punya kesempatan bukan? Masih punya bukan? Teriaknya dalam hati.
“Untuk apa?” Alfa tahu kedekatan Nelly dengan Mamanya seperti apa. Ia tidak ingin ada insiden Mamanya yang jatuh hati kembali kepada Nelly untuk kedua kali. Walau jika itu terjadi, Alfa tak akan mengubah apapun dan tetap akan bersama Tiara. Ia tak mau memungut kembali apa yang sudah dibuangnya. Tangannya terlalu berharga bahkan untuk mengulurkan tangan kepada Nelly saat wanita itu terjatuh. Nelly menyakitinya. Dan ia bangga kali ini, karena telah sukses membuat Nelly mendongak ke arahnya, memohon kasih.
“Aku hanya ingin berkunjung. Apa itu salah?”
“Terserah padamu.” Alfa berdiri dari tempat duduknya. “Davian, aku pulang dulu. Semoga aku bisa bernegosiasi masalah waktu. Karena aku benar-benar mempunyai acara penting yang harus kuhadiri," ucapnya memandangi sahabatnya yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk kopi di depannya itu tanpa meminumnya.
Dengan malas, Davian mendongakkan kepala dan memperlambat polatan matanya untuk menatap Alfa. “Ya ....,” ujarnya perlahan.
“Baik. Aku pulang dulu.” Alfa menggandeng tangan Tiara lagi yang juga tengah ikut berdiri sedari tadi seolah sedang pamer kemesraan. Dengan canggung, Tiara menganggukkan kepala untuk berpamitan. Namun, hanya Davian yang membalasnya dengan senyum. Nelly lebih memilih untuk membuang muka begitu saja ketika mengetahui Tiara memandang ke arahnya.
******
Sepeninggal Alfa dan Tiara dari tempat itu, Nelly yang sudah tak kuat lagi untuk menahan air mata, menangis sejadi-jadinya. Ia tumpahkan segala beban berat yang terasa begitu membebani alam pikiran dan hatinya. Ia sudah lelah. Ia sudah tak ingin sakit hati lagi, tetapi entah mengapa, kesakitan itu masih belum pergi. Seringkali datang begitu saja tanpa permisi. Selalu bergelut dengan hatinya walau ia sudah tak menginginkannya. Ia mengkhianati Alfa. Nelly berpikir bahwa Alfa akan dengan mudahnya memaafkannya dan melanjutkan hubungan mereka, mengingat sifat Alfa yang sabar dan selalu mengasihinya.
Ternyata ia salah besar. Nelly kalah telak. Ia tak bisa menganggap enteng dan seenaknya sendiri atas sikap sabar Alfa terhadapnya dan menganggap Alfa tak bisa marah.
“Aku ingin lupa ingatan saja," ucapnya parau masih dengan air mata yang banjir di pipinya.
Davian yang hanya diam menyaksikan Nelly yang tengah berurai air mata itu, akhirnya mendekatkan kursi duduknya hingga tak berjarak dengan Nelly.
“Semua masih bisa kau raih, sayang.” Davian berkata tegas dengan kerutan di kening yang masih nampak di sana seperti turut bersedih atas kepedihan yang dialami oleh wanita di depannya.
Nelly dengan cepat menoleh dan memindai wajah Davian dengan saksama.
“Asal kau masih mau.” Lelaki itu mengusap sedikit air mata di pipi Nelly dengan jari telunjuknya, membuat Nelly menelan ludah.
Apa maksud Davian ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
es dawet
aduhhh...jgn bilang ada pelakor ya
2020-06-14
1