My Beautiful Blue Rain
Hari masih pagi ketika Rainy menginjakkan kaki di pelataran parkir di sebuah RSJ tempat ia melaksanakan tugas prakteknya sebagai Residen Profesi Psikologi. Langit yang mencurahkan hujan deras sejak dini hari membuat udara terasa dingin. Rainy yang baru saja berlari menembus hujan, sedang sibuk mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah sambil berjalan di koridor yang agak temaram, menuju ruangan supervisornya. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat pemandangan yang mengganggu di hadapannya.
Tepat di depan ruangan yang ditujunya, seorang wanita muda sedang duduk tanpa suara. wanita itu duduk dengan punggung tegak dan kepala yang sedikit menunduk. Ia memakai sebuah gaun panjang berwarna kuning kecoklatan, atau mungkin putih namun telah sangat tua dan kotor sehingga berubah warna. Di atas kepalanya bertengger sebuah topi yang cukup lebar sehingga menutupi sebagian wajahnya. Rambut ikalnya terikat dalam sanggul mungil di tengkuknya dengan anak-anak rambut yang terjuntai di kedua sisi wajahnya dan sepasang sarung tangan tampak tergenggam di salah satu tangannya. Penampilan keseluruhannya mirip wanita dari jaman belanda sehingga membuat kening Rainy berkerut curiga. Melihatnya membuat bulu kuduk Rainy meremang.
Namun yang lebih aneh lagi adalah; tak jauh dari wanita itu, di sudut koridor yang sempit, seorang pria berpakaian pasien sedang meringkuk di lantai membelakangi wanita tersebut, layaknya seseorang yang sedang ketakutan. Rainy mengenalinya sebagai Musa, salah satu pasien yang sedang menjadi objek pelatihannya.
Rainy segera berlari ke arah pria tersebut dan berusaha untuk membantunya agar bangkit dari posisi meringkuknya di lantai. Namun Musa malah meringkuk makin dalam. Ia berusaha keras menyembunyikan kepalanya, layaknya burung unta sedang menggali tanah untuk memasukkan kepalanya.
"Musa, ada apa? Mengapa kau begini? Bangunlah." pinta Rainy. Tapi Musa hanya menggeleng kuat-kuat. Kepalanya menempel semakin kuat ke lantai yang dingin dan kotor.
"Tidak! Tidak! Pergi! Jangan ganggu aku!" Racau Musa.
"Musa, tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja. bangunlah! Tidak akan ada yang menyakitimu!" Kali ini ketika Rainy menariknya, Musa mengangkat kepalanya dari lantai dan menoleh ke belakangnya, ke arah si wanita yang masih duduk tak bergerak di tempatnya semula. Begitu pandangannya menyapu ke arah wanita tersebut, Musa langsung menjerit dengan tubuh bergetar hebat. Dengan segera ia kembali menyurukkan kepalanya ke lantai.
"Bohong! Bohong! Kamu pembohong! Dia ada disana! Dia masih disana!" cecar Musa dengan panik.
"Siapa Musa? Siapa yang menakutimu?" Tanya Rainy yang mencoba memahami apa yang sedang terjadi dengan Musa. Musa adalah penderita Skizofrenia dan halusinasi adalah hal yang biasa dialaminya. Rainy menduga Musa sedang berada dalam salah satu episode skizofrenianya.
Tiba-tiba sebelah tangan musa menarik kerah baju Rainy dan memaksanya mendekat. Rainy harus menahan pekikan yang nyaris keluar dari mulutnya karena terkejut, terutama saat wajah kotor pria itu berada begitu dekat dengan wajahnya. Bau mulutnya yang tidak menyenangkan menguar setiap kali ia membuka mulutnya, membuat Rainy memaksa diri untuk menghentikan kerja indra penciumannya. Rainy berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Musa, namun pria itu terlalu kuat.
"Wanita itu! Dia sedang duduk disana!" Desis Musa. Teror yang mengganggunya terdengar jelas dalam suaranya.
"Dia? Wanita itu? Maksudmu wanita yang memakai topi itu?" Tanya Rainy. Musa terdiam sesaat, seolah terkejut pada pertanyaan ini.
"Kau juga melihatnya?" Tanya Musa, setengah berbisik.
"Tentu saja." Rainy mengangguk.
Jawaban itu tampak membuat Musa terpaku. Tubuhnya yang sedari tadi bergetar hebat pelan-pelan menjadi lebih tenang.
"Tapi itu tidak mungkin..."
Belum sempat Musa menyelesaikan kalimatnya, sebuah suara nyaring terdengar memanggil namanya.
"Musa! Kau tidak apa-apa?" Seorang pria berseragam perawat bergegas mendekat. Di belakangnya, supervisor Rainy berjalan mengikuti. Ketika si Perawat langsung memeriksa keadaan Musa, sang Supervisor bertanya pada Rainy.
"Ada apa?"
"Saya menemukannya sudah dalam keadaan meringkuk di lantai." Sambil berbicara, Rainy memandang ke arah si wanita yang anehnya masih duduk tegak tak bergeming di tempatnya.
"Ia sepertinya ketakutan karena melihat wanita..." kalimat Rainy terputus ketika ia melihat wanita itu tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menoleh padanya. Wajah wanita itu pucat pasi dan bibirnya membiru. Di wajah yang tadinya tersembunyi oleh topinya, tampak sebuah luka besar menganga sehingga memperlihatkan tulang yang ada di dalamnya, dan tempat dimana seharusnya mata wanita itu berada yang terlihat hanya 2 lubang hitam yang kosong. Nafas Rainy tercekat di tenggorokan ketika bibir si wanita mengembang perlahan menyunggingkan senyum yang sangat menyeramkan.
"Rainy? Ada apa?" Tanya supervisornya yang terheran-heran pada ekspresi terkejut di wajah Rainy. Mengendalikan dirinya, Rainy mengalihkan tatapannya pada Supervisornya.
"Musa terkejut karena melihat seorang wanita mengenakan topi dan pakaian dari jaman belanda sedang duduk di kursi itu." Rainy menunjuk kearah kursi tempat wanita tersebut berada, namun matanya difokuskan untuk memperhatikan ekspresi supervisornya. Sayangnya sang supervisor hanya mengangguk dan tampak antusias untuk mendengarkan cerita Rainy; sama sekali tidak menaruh perhatian pada wanita tersebut atau menoleh ke arah tempat wanita tersebut duduk, seolah-olah ia tidak melihatnya.
"Dia menceritakan sebanyak itu? Itu pertama kalinya dia mau menceritakan tentang halusinasinya sedetail itu." Komentar sang supervisor.
Namun tiba-tiba, Musa yang sudah tidak lagi gemetar atau meringkuk di lantai, berjalan mendekati Rainy dengan ekspresi tertarik. Ia mencengkeram lengan-lengan Rainy kuat-kuat, membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Aku tidak pernah memberitahumu sebanyak itu. Darimana kau tahu?" Bisiknya pada Rainy. Mata pria itu berkilau dengan ketertarikan, membuat Rainy harus berusaha keras untuk mengendalikan kakinya yang terasa goyah. Untungnya Rainy tak harus menjawabnya karena si perawat segera menarik dan menyeret Musa untuk kembali ke ruangannya.
Rainy menggosok lengannya yang sakit sementara ia memandang sosok Musa yang menjauh. Sepanjang perjalanan menyusuri koridor menuju pintu keluar, Musa terus membalikkan separuh tubuhnya untuk menoleh dan memandangi Rainy. Sementara itu di kursi tak jauh darinya, wanita tersebut masih duduk di sana, juga memandang Rainy melalui rongga matanya yang kosong, dengan senyum menyeramkan di wajahnya.
Rainy menyadari bahwa apabila ia dapat melihat halusinasi yang sama dengan yang dapat dilihat Musa, maka apa yang mereka lihat bersama itu sama sekali bukanlah sebuah halusinasi. Namun bagaimana bisa?
Keeesokan harinya setelah melaksanakan tugas prakteknya, Rainy bergegas menuju ruangan tempat Musa dirawat. Ketika Rainy membuka pintu kamar Musa, setelah terlebih dahulu mengetuknya, ia menemukan pria itu sudah duduk di depan meja yang biasanya mereka gunakan untuk berbicara setiap kali Rainy mengunjunginya.
"Aku sudah menunggumu." Sapa Musa. Tenggorokan Rainy terasa tercekat. Meneguhkan hati, ia melangkah masuk. Rainy menatap Musa dengan heran karena ia tampak berbeda dari biasanya.
Musa yang biasanya selalu tampak sedikit kotor, dengan baju yang kusut, rambut yang gondrong dan wajah yang selalu menunduk, seolah-olah takut untuk melihat dunia di sekitarnya. Ia selalu menarik diri dan enggan berbicara. Biasanya diperlukan waktu yang lama bagi Rainy untuk bisa memancing percakapan darinya. Namun Musa yang menyapanya hari itu adalah Musa yang sama sekali berbeda.
Seragam rumah sakit yang dikenakannya tampak bersih dan rapi. Ia juga tampak baru habis mandi dan rambutnya telah dipangkas habis, tak menyisakan sehelai rambutpun. Wajahnya tampak segar dan bola matanya berkilat hidup. Musa yang saat itu duduk dihadapannya bukan lagi Musa yang penderita gangguan mental. Pria itu tampak berpikiran jernih dan antusias.
Rainy menarik kursi di depannya dan duduk dengan meletakkan kedua tangannya di atas pangkuannya. Dengan terang-terangan ia mengamati Musa, mencoba melihat sedikit saja petunjuk bahwa pria di hadapannya itu adalah pria yang sama dengan pria yang ditemukannya meringkuk di lantai kemarin pagi. Tampak menyadari makna tatapan Rainy, Musa tersenyum lebar. Senyum yang membuat Rainy tersadar betapa tampannya pria di hadapannya itu ketika gangguan mental tidak sedang menutupi pikirannya.
"Apa yang ingin kau tanyakan padaku?" Tanya Rainy tenang. Musa mencodongkan tubuhnya ke arah Rainy dan menatapnya dengan ekspresi ketertarikan yang kuat. Bukan pada Rainy sebagai seorang wanita, tapi kepada apa yang 'bisa' dilihat Rainy.
"Aku tidak pernah mengungkapkan apa yang kulihat kemarin sebanyak kau ceritakan. Bagaimana kau bisa tahu?" Rainy tak bergeming. Ekspresi wajahnya dingin dan tampak tak terpengaruh. Bukannya menjawab, Rainy malah berkata,
"Katakan padaku apa yang kau lihat kemarin."
Musa menyandarkan kembali tubuhnya ke kursi. Bibirnya berkerut sesaat sebelum kemudian Musa menjawab dengan suara yang pelan, namun penuh keyakinan.
"Aku melihat seorang wanita mengenakan pakaian dari jaman belanda. Sebuah gaun panjang yang warnanya kuning kecoklatan karena kotor. Ia mengenakan sebuah topi di kepalanya yang apabila ia menunduk, menutupi sebagian wajahnya. Namun bila mengangkat kepala, kau bisa melihat luka besar mengotori sebelah pipinya dan rongga matanya kosong tanpa bola mata."
Rainy mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, berusaha menghentikan getaran yang dimulai dari tulang punggungnya dan menjalar hingga ke ujung jarinya. Tubuhnya bagai disiram oleh air dingin dan wajahnya mulai memucat.
"Apakah kau melihat apa yang aku lihat?" Tanya Musa. Rainy tidak menjawabnya, namun pias wajahnya sudah merupakan jawaban yang dibutuhkan oleh Musa. Senyum di bibir pria itu kembali mengembang ketika ia kembali mencondongkan tubuhnya ke arah Rainy.
"Kau takut? Jangan khawatir, seperti yang selalu kau katakan padaku, mereka hanya tampak menakutkan, namun tidak sungguh-sungguh mampu melukai kita." Ucap Musa.
Tapi bukannya menjawab, Rainy malah kembali bertanya,
"Dan sekarang... apa yang kau lihat di ruangan ini?"
Musa terdiam sesaat sebelum menjawab,
"Aku melihat dirimu."
"Apalagi?"
Musa kembali tersenyum dengan senyum yang tampak mengerikan di mata Rainy. Ia berdecak pelan sebelum kemudian bertanya,
"Yang mana yang kau ingin aku deskripsikan?"
Musa menoleh perlahan ke sebelah kirinya sebelum berkata,
"Apakah... laki-laki tua berbau busuk yang duduk di ujung kursi ini..."
Musa lalu menoleh kembali ke arah Rainy, namun matanya menatap lurus ke balik punggung Rainy,
"Atau... laki-laki yang berdiri begitu dekat dengan punggungmu itu..." ucapnya perlahan.
"Menarik. Dia melihatku sebagai seorang laki-laki..." Sebuah suara tawa menggoda berdenting di telinga Rainy. Namun Rainy terlalu terbius dengan apa yang sedang diungkapkan Musa padanya sehingga mengabaikan suara tersebut.
"Atau wanita yang tergantung di langit-langit ini..." Musa menoleh keatas mereka,
"yang sejak tadi berusaha menyerang kita dengan rambutnya."
Rainy mendongak dan bertatapan dengan sepasang mata merah yang menyala pada sosok hitam yang tampak menyerupai seorang wanita dalam posisi menggantung terbalik di langit-langit. Itu adalah kali pertama Rainy terpaksa mengakui pada dirinya sendiri bahwa ia memang sungguh-sungguh bisa melihat apa yang yang tak mampu dilihat oleh orang lain.
Copyright @FreyaCesare
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Nikodemus Yudho Sulistyo
keren.enak bacanya. flowing...
salam dari sesama penulis horor, NALA.
2022-11-25
1
Neng Alifa
kok ngeri ya 😵😵
2022-10-24
1
leon
Kerennn
2022-10-20
2