Ardi memimpin saudara-saudaranya berjalan menuju salah satu sudut rumah yang jarang didatangi. Rumah itu sendiri sangat luas, dengan 15 kamar tidur yang sebagian besar dibiarkan kosong setelah Ardi dan saudara-saudaranya memutuskan untuk membangun rumah mereka sendiri. Kini hanya Ardi sekeluarga yang memutuskan untuk pindah kembali ke rumah itu sejak ibunya sakit, beserta beberapa orang staff kepercayaan keluarga yang menempati rumah tersebut, termasuk Raka. Begitu besar dan kosongnya rumah tersebut membuat tak aneh apabila ada kawasan yang jarang tersentuh aktivitas penghuninya, termasuk daerah dimana kamar Lilith berada.
Ketika sampai di depan pintu, Ardi berbalik dan menatap Adnan dengan dingin. Ardi bukanlah pria yang dingin. Ia hangat, penyayang dan lembut. Namun kemarahannya pada Adnan membuat ekspresi wajahnya mengeras. Melihatnya seperti itu membuat yang memandangnya menyadari darimana ekspresi dingin Rainy berasal.
"Ini adalah kamar Lilith. Kalau kau ingin bertemu dengannya maka masuklah sendiri ke sana. Kami tidak akan menemanimu." Katanya pada Adnan. Adnan memandang adik bungsu yang dahulu pernah sangat disayanginya, namun sekarang terasa bagai duri yang terbenam dalam dagingnya itu.
"Apakah kau juga bisa melihat Lilith?" Tanya Adnan.
"Aku hanya bisa mendengarnya." Jawab Ardi.
"Apa kau yakin dia ada di dalam?" Tanya Adnan kembali, mulai sedikit merasa gentar.
"Entahlah." Jawab Ardi jujur. Setelah menyipitkan matanya pada adiknya dengan kesal, Adnan berbalik dan berjalan menuju pintu kamar yang tertutup rapat. Tangannya hampir menyentuh gagang pintu ketika Ardi berkata,
"Adnan, dengarkanlah saranku. Sebaiknya jangan pernah masuk kesana."
Adnan menoleh pada adiknya dan tersenyum sinis. Ucapan Ardi bukannya menakutinya, namun malah menghapus semua keraguan yang tadinya mulai merayapi hatinya. Dengan yakin Adnan memegang gagang pintu dan memutarnya hingga terbuka.
Ruangan di dalam gelap gulita. Untuk sesaat Adnan terkesima, tak tahu harus melakukan apa. Namun tiba-tiba sesuatu mendorongnya memasuki ruangan. Adnan berbalik karena terkejut, mengira seseorang telah mendorongnya. Namun yang ia lihat hanyalah wajah terkejut saudara-saudaranya yang segera lenyap ke balik pintu yang terbanting menutup dengan sendirinya.
Adnan terpaku di tempatnya. Jantungnya berdetak begitu kencang sehingga ia mampu mendengarnya. Semua indranya siaga dan bulu-bulu halus di kulitnya meremang. Rasa takut mulai merayap masuk dan menggerayangi hatinya. Pelan-pelan Adnan berbalik kembali. Matanya berusaha keras beradaptasi dengan ruangan yang sangat gelap, namun usahanya sia-sia. Ia tidak dapat melihat apapun sama sekali.
Kegelapan tersebut hanya berlangsung sesaat saja, namun itu adalah sesaat yang terasa sangat lama bagi Adnan karena ia mulai diteror oleh rasa takut. Keringat dingin mulai mengaliri tubuhnya dan kegelapan membuatnya merasa sesak nafas.
"Apakah baru segini saja kakimu sudah mulai terasa lemah?" Tiba-tiba sebuah suara wanita bernada tidak percaya terdengar. Adnan menoleh ke arah suara tersebut berasal, namun karena gelap, ia tidak mampu melihat siapapun.
"Ck ck ck... dan kau berpikir bahwa kau pria paling hebat di dunia." Ejek suara itu kembali sambil tertawa. Tiba-tiba sebagian ruangan tempat dimana Adnan berdiri diterangi oleh cahaya. Adnan mendongakkan kepalanya dan mencoba melihat ke arah cahaya berasal, namun ia hanya bisa melihat cahaya yang menyilaukan, namun
tidak sumbernya. Dan cahaya itu juga tidak membantunya untuk bisa melihat situasi di seluruh ruangan karena bagian lain ruangan yang tidak terkena cahaya tetap berada dalam tabir kegelapan.
Adnan menoleh ke arah suara berasal. Beberapa meter di atas kepalanya, di atas sebuah pilar yang melintang di atas pilar lainnya, duduk seorang wanita muda. Wanita itu memakai gaun panjang tanpa lengan berwarna merah menyala dan tidak memakai alas kaki. rambutnya yang bergelombang besar-besar tergerai panjang membingkai wajahnya dan wajah itu luar biasa cantik. Wajahnya polos tanpa make up, hanya bibirnya yang merona merah layaknya buah ceri. Bulu matanya yang tebal, hitam, panjang dan lentik terlihat begitu mencolok di atas kulitnya yang sebening pualam. Apabila wanita di depannya ini adalah Lilith, maka ia akan dengan sukarela mengabdi padanya, bahkan ketika Lilith tidak menjanjikan apapun, asalkan Adnan dapat menyentuh tubuhnya dan menikmati kecantikannya kapanpun Adnan mau.
Seolah mampu mendengar pikirannya, wanita itu mendengus geli.
"Apakah aku cantik?" Tanyanya dengan nada merayu.
"Adnan menelan ludah dan mengangguk.
"Sangat cantik."
"Kau punya selera yang bagus." Puji wanita itu sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat senyum Adnan mengembang senang. Rasa takut yang tadi merayapinya langsung menghilang tanpa jejak.
"Apakah engkau Lilith?" Tanya Adnan.
"Kenapa? Apakah aku tak cukup bagimu sehingga kau ingin bertemu ibuku juga?" Tanya wanita itu lagi.
"Kau putri Lilith? Aku tidak tahu bahwa ada iblis lain selain Lilith tinggal di rumah ini."
Wanita itu tiba-tiba meluncur turun dari pilar dan berdiri di hadapan Adnan. Tinggi tubuhnya yang ramping hanya mencapai bahu Adnan. Kecantikannya memancar semakin kuat apabila dilihat dari dekat. Kulitnya berwarna terang dan berkilau sehat. Pipinya tampak merona merah dengan alami. Lilian terlihat seperti gadis remaja yang baru berusia 16 tahun. Jantung Adnan berdetak girang.
"Aku adalah bagian dari Lilith. Aku adalah penglihatan, pendengaran dan tangan tambahan untuknya. Namaku Lilian." Jelas wanita tersebut.
"Lilian? Lalu dimana Lilith?"
"Bersama kesayangannya tentu saja."
"Kesayangannya?"
"Keponakamu, Rainy." Lilian mengerutkan dahinya dan mencebik kesal. "Satu-satunya orang yang mampu menggeser kedudukanku di hati ibu hanyalah gadis kecil itu. Sungguh menyebalkan!" Keluhnya. Mendengar kata-kata Lilian, Adnan bersorak girang dalam hati. Ia mengira bahwa ia sedang berhadapan dengan sekutu yang sama-sama mengalami kerugian karena keberadaan Rainy.
"Jadi ibumu sangat menyukai Rainy melebihi ia menyukai dirimu?" tanya Adnan lagi. Lilian mengangguk dengan ekspresi menyedihkan, membuat hati Adnan semakin tergerak oleh pesonanya.
"Lilian yang malang! Anak itu memang kurang ajar! Bukan hanya merampas warisanku, ia bahkan juga berani bersaing denganmu atas kasih sayang ibumu!" Maki Adnan.
"Rainy merampas warisanmu?" Tanya Lilian dengan mata terbelalak menggemaskan.
"Benar! Aku adalah anak pertama ayahku. Sudah seharusnya posisi pimpinan keluarga ini jatuh keatas tanganku. Namun Rainy membujuk ibumu untuk memberikan posisi itu padanya."
"Dan kau tidak suka itu?"
"Ini bukan masalah suka atau tidak suka. Rainy masih anak-anak. Ia tidak punya pengalaman dan
pengetahuan tentang cara dunia ini bekerja. Perusahaan akan segera bangkrut dan keluarga ini akan runtuh tak bersisa apabila diserahkan kepadanya!"
"Tapi hal itu tidak akan terjadi bila yang dipilih adalah engkau?"
"Benar!"
"Bagaimana kau bisa begitu yakin?"
"Tentu saja karena aku memiliki lebih banyak pengalaman soal bisnis daripada dia yang hanya anak kemarin sore!"
"Tapi kau tidak memiliki gift yang dimiliki Rainy." Ucap Lilian mengingatkan.
"Untuk iblis sehebat ibumu, memberiku satu atau dua gift yang diperlukan pasti bukan hal yang sulit kan? Bukankan ia memberikan penglihatan pada ibuku yang tadinya tidak bisa 'melihat'?" Debat Adnan.
"Kau benar juga." Sahut Lilian.
Lilian berjalan mendekat. Ia meletakkan kedua tangannya di bahu Adnan dan berjinjit untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Adnan. Nafasnya yang hangat menyapu wajah Adnan dan bibirnya yang merah berada begitu dekat dengan bibir Adnan. Bola matanya yang coklat keemasan tampak berbinar-binar menggoda. Tubuh Adnan memanas oleh gairah ketika bagian inti dari tubuhnya yang berada di bawah sana mulai menegang. Wanita di hadapannya ini membuat darah terasa menggelegak di tubuh Adnan hanya karena sentuhan tangannya di bahu Adnan dan bau nafasnya yang semerbak.
"Lalu... apa yang kau ingin aku lakukan?" Bisik Lilian dengan nada menggoda.
"Bisakah kau membujuk ibumu untuk menyingkirkan Rainy dan mengembalikan hakku atas keluarga ini?" Ucap Adnan sambil menelan ludah saat matanya menyapu dada Lilian yang tampak menyembul menggoda dari lingkar kerahnya yang rendah. Mengetahui arah pandangan Adnan, Lilian tersenyum nakal dan makin membusungkan dan mendekatkan dadanya ke tubuh Adnan, membuat nafas pria itu tercekat di tenggorokan.
"Apa yang akan kau berikan padaku sebagai imbalannya?" Bisik Lilian lagi.
"Apapun yang kau minta." Sahut Adnan tanpa berpikir. Tubuh wanita itu membuat otaknya lumer seperti mentega yang terkena panas; tak lagi mampu digunakan untuk berpikir.
"Jiwamu?"
"Sepenuhnya sudah jadi milikmu." Sahut Adnan tanpa ragu. Lilian tersenyum manis. Ia mengusap bibir Adnan dengan ujung jari telunjuknya. Adnan menangkap jari tersebut dan mengulumnya pelan. Hatinya terasa berada di awang-awang.
"Bagaimana kalau aku meminta jiwa istrimu?" Tanya Lilian kembali.
"Untukmu." Adnan menjawab tanpa berkedip. Pada tahap itu, ia tampak sudah tidak perduli apapun kecuali tubuh jelita dihadapannya.
"Bagaimana dengan jiwa anak-anakmu?"
"Ambilah! Mereka tidak berguna untukku."
"Hmmm... lalu bagaimana dengan cucu-cucumu?"
Adnan terdiam sesaat sebelum bertanya.
"Mereka masih sangat belia. Apa yang bisa mereka lakukan untukmu?"
"Daging." Bisik Lilian dengan bibir yang hampir menempel dengan bibir Adnan. Pikiran Adnan yang berkabut membuatnya sulit untuk menangkap makna kata-kata Lilian.
"Daging?" Ulangnya heran.
"Daging bayi adalah yang paling enak."
"Hah?" Adnan membeku sesaat sebelum otaknya akhirnya mampu memproses kalimat Lilian yang membuat ekspresi kengerian langsung menguasai wajahnya.
Adnan serentak melangkah mundur untuk menjauhi Lilian, namun Lilian dengan cekatan menariknya masuk ke dalam pelukannya dan menempelkan bibirnya ke atas bibir Adnan yang sedikit terbuka. Lilian mencium Adnan dengan kuat membuat Adnan tersentak diam karena terkejut. Namun ketika lidah hangat Lilian mengusap bibirnya yang masih tertutup rapat, Adnan merasa kehangatan menyebar dari selakangannya dan kehilangan kendali atas pikirannya. Ia membuka mulutnya dan balas mencium Lilian dengan sama bersemangatnya. Kedua tangannya terangkat melingkari tubuh Lilian dan dengan liar bergerak menyusuri
tubuh indah gadis jelmaan iblis tersebut. Lidah mereka saling beradu dengan penuh semangat.
Akal sehat Adnan telah melayang terbang bersama gairah yang terus memuncak di dalam dirinya. Ia lupa dimana ia berada, ia lupa siapa Lilian, dan ia lupa bahwa istri dan adik-adiknya sedang menunggunya tepat di depan pintu kamar tersebut. Saat itu yang diinginkannya hanyalah membuat gadis dihadapannya tersebut takluk dalam kekuasaan kelelakiannya.
Tiba-tiba gerakan Adnan terhenti. Tubuhnya menegang dan dan matanya terbuka lebar. Adnan lalu berusaha mendorong tubuh Lilian menjauh darinya. Matanya terbelalak lebar dan wajahnya dipenuhi ekspresi ketakutan yang sangat besar. Namun Lilian sangat kuat. Ia terus saja menahan Adnan dalam pelukannya dan memperdalam ciumannya yang mungkin akan tampak bagai ciuman panas dan penuh gairah membara bagi siapapun yang melihatnya. Namun tak lama kemudian darah mulai mengalir turun dari sela-sela bibir mereka.
Tubuh Adnan menggelepar sesaat sebelum kakinya mulai melemah, namun Lilian menahannya sehingga tidak jatuh ke lantai. Darah turun semakin deras dari sela-sela mulut mereka. Mata Adnan yang terbelalak dipenuhi oleh rasa takut yang amat sangat. Sesaat kemudian bagian belakang kepala Adnan mulai bergerak-gerak dengan ganjil sebelum akhirnya sebuah benda yang panjang, liat dan bergerak-gerak lincah layaknya ular berwarna merah, menembusnya hingga pecah.
Semburan darah merah memancar dari bagian belakang kepala Adnan. Awalnya tampak bagai semprotan air keran yang deras, namun kemudian semburannya menjadi lebih pelan dan berubah menjadi aliran air yang menuruni belakang kepala Adnan, punggungnya dan terus turun membasahi lantai dengan derasnya.
Tangan Adnan telah terkulai di kedua sisi tubuhnya sementara kakinya tidak lagi mampu menyangga tubuhnya. Matanya telah kehilangan cahaya kehidupannya. Dengan suara berdecak, benda menggeliat yang menembus kepala Adnan bergerak memasuki kepala pria itu kembali. dan setelah benda itu sepenuhnya masuk kembali ke dalam kepala Adnan, Lilian melepaskan ciumannya.
Tubuh Adnan jatuh dengan keras ke atas lantai penuh darah di kaki Lilian saat benda menggeliat berwarna merah yang tadi menembus kepala Adnan mengintip dari dalam mulut Lilian dan menjilat bibirnya yang dibasahi darah segar. Wanita itu mengambil sapu tangan renda berwarna putih dari dalam sakunya untuk mengusap mulutnya. Lilian memandang tangannya yang bersimbah darah dengan jijik.
"Ck ck ck. Kau mengotori kamarku." Decak Lilith yang tiba-tiba muncul di salah satu sudut ruangan, sedang duduk di atas sebuah sofa layaknya dewi yunani kuno.
"Sedikit kotoran ini bisa dengan mudah dibersihkan, Ibu. Ardi akan tahu apa yang harus dilakukan. Dia punya perut yang kuat." Ucap Lilian sambil tersenyum. Namun senyum yang terukir di atas wajah yang bernoda darah lebih tampak seperti sebuah seringai. Lilith memandang mayat Adnan yang bersimbah darah tanpa ekspresi.
"Ingin bernegosiasi denganku? Cih! Untuk pendosa sepertimu aku bahkan tak perlu repot-repot membuat kontrak denganmu hanya agar aku bisa memiliki jiwamu, karena kau sudah membuang jiwamu ke bawah kakiku sejak bertahun-tahun yang lalu!" gerutunya. Lilith bangkit dari duduknya dan melangkah menjauh.
"Bereskan kamar ini." perintahnya sebelum sosoknya menghilang. Lilian mengangguk dan tersenyum lebar. Ia menjentikkan jemarinya lalu menghilang tanpa jejak, sementara cahaya matahari langsung menerangi kamar dan pintu terpentang lebar. Ardi dan saudara-saudara serta ipar-iparnya yang masih berkerumun dan menunggu di depan pintu kamar, tersentak terkejut. Tak lama kemudian sebuah suara jeritan mulai menggema nyaring, mengejutkan seluruh penjuru rumah.
Copyright @FreyaCesare
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
novel bagus nihh,,yg like mana nihh
msh nyimak kak
2023-01-11
1
LovelyBread
Hiiiiii! Lidahnya nembus sampai ke belakang kepala? Seraaaaaam! Untung aku bacanya pagi-pagi.
2022-06-04
1