Sementara itu, Raka dan Rainy sudah dalam perjalanan untuk menemukan si Chef yang Black Forrest Cake buatannya menurut Rainy adalah yang paling enak di seluruh dunia. Alamat yang diberikan oleh si Manajer mengarahkan mereka ke sebuah kompleks perumahan kelas menengah yang terletak di pinggiran kota. Mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan sebuah rumah mungil yang asri. Dinding luar rumah tersebut di plaster dan di cat dengan warna putih. Sekeliling rumah dipagari oleh pagar besi berwarna hitam yang melengkung-lengkung membentuk bunga dan daun-daunan setinggi sekitar 1,5 m. Mawar rambat berwarna merah muda tumbuh rimbun dan bermekaran dengan indah di atas pagar besi tersebut sehingga menutupi bagian dalam pagar dari pandangan mata orang yang berada di luar rumah. Di bagian sebelah kanan bangunan rumah tersebut terdapat sebuah pintu garasi berwarna putih dan di atas pintu tersebut terdapat sebuah ring basket.
Dari luar tak terlihat ada tanda-tanda bahwa penghuni rumah tersebut sedang ada di rumah. Deddy, supir mereka sudah berkali-kali memencet bel, namun tak ada seorangpun yang membukakan pintu. Raka mencoba menelepon ke nomor yang diberikan oleh si Manajer, namun lagi-lagi tak ada seorangpun yang mengangkat telepon. Setelah 30 menit menunggu, mereka memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, ketika suara seorang wanita terdengar menyapa Deddy yang sedang bersiap untuk masuk kembali ke dalam mobil.
“Mas, cari siapa ya?” Seorang wanita setengah baya bertubuh agak gemuk dan berwajah ramah datang mendekat sambil tersenyum. Deddy tersenyum dan sedikit membungkuk untuk memberi hormat.
“Saya sedang mencari pak Zakaria, bu. Berdasarkan alamat yang diberikan pada saya, ini adalah rumahnya.”
“Betul, Mas. Tapi Mas ini siapa ya?” Tanya si ibu kembali.
“Nama saya Deddy, bu. Saya baru dari cafe tempat pak Zakaria bekerja.” Jawab Deddy.
“Ada perlu apa ya? Bukannya adik saya sudah berhenti bekerja disana?” Tanya si ibu kembali.
“Benar, bu. Saya datang untuk membicarakan masalah tersebut. Tapi sepertinya di dalam sedang tidak ada orangnya.” Jawab Deddy dengan sopan. Mendengar jawaban Deddy, si ibu menggeleng.
“Ada orangnya kok, mas! Ada! Ayo, mari saya bukakan pintu!” Si ibu mengeluarkan serenteng kunci dan menggunakannya untuk membuka pintu gerbang. Raka dan Rainy yang melihat hal ini dari dalam mobil, segera membuka pintu dan keluar dari mobil.
“Maaf, kalau boleh tahu, ibu siapanya pak Zakaria ya?” Tanya Deddy.
“Saya kakaknya.” Sahut ibu tersebut sambil mendorong pintu gerbang hingga terbuka lebar. Setelah itu ia berbalik untuk mempersilahkan Deddy masuk ke dalam halaman rumah. Saat itulah ia baru menyadari bahwa ada 2 orang anak yang mengikuti Deddy untuk memasuki rumah. Melihat keduanya, senyum ramahnya kembali mengembang lebar.
“Eh, apakah ini putra dan putrinya, mas?”
Tanyanya pada Deddy. Deddy tersenyum dan menggeleng sopan.
“Ini atasan saya, bu.” Jawaban Deddy membuat mulut wanita tersebut terbuka lebar karena terkejut. Namun dengan cepat ia berhasil mengendalikan dirinya dan senyumnya pun kembali mengembang. Mungkin maksudnya anak-anak itu adalah anak-anak bossnya. Namun karena tugasnya adalah mendampingi anak-anak tersebut kemana-mana, maka ia menganggap anak-anak tersebut sebagai bossnya, begitu pikir si ibu. Tanpa banyak bertanya lagi, si ibu mengajak Raka, Rainy dan Deddy untuk masuk ke halaman.
“Ayo, ayo silahkan masuk.” Si ibu kemudian membawa mereka melintasi halaman depan menuju pintu rumah yang tertutup rapat. Halaman rumah itu merupakan sebuah taman kecil yang indah. Tanaman tropis tumbuh subur dihiasi bunga-bunga yang menguarkan wangi harum di seluruh penjuru halaman. Namun beberapa dedaunan kering nampak mengotori jalan setapak. Teras pun tampak agak kotor dan berdebu.
“Rumahnya kotor, maaf ya. Adik saya sudah 2 hari ini tidak mau melakukan apapun dan membiarkan rumahnya terbengkalai.” Si ibu menjelaskan sambil tersenyum malu.
“Adik ibu adalah….?” Tanya Deddy.
Memahami arah pertanyaan Deddy, si ibu segera menjawab.
“Zakaria adalah adik saya, mas.” Jelasnya.
Ketika sampai di pintu depan, wanita tersebut memutar gagang pintu dan membukanya. Pintu mengarahkan mereka langsung ke sebuah ruang tamu mungil. Ruang tamu tersebut bergaya klasik yang elegan dengan dominasi warna beige. Sebuah lampu Kristal menggantung dari langit-langit. Dinding yang berwarna krem dihiasi oleh foto-foto Zakaria dengan seragam chefnya dalam ukuran besar. Sebuah buffet bergaya Prancis dengan sebuah TV berukuran 60 inch terletak diatasnya berada si salah satu sisi ruangan. Sementara itu sebuah sofa berbentuk L berwarna beige memenuhi sisi lain dari ruang tamu yang tidak luas tersebut, dengan sebuah meja kaca bergaya Prancis ditaruh di atas karpet bulu yang tebal dan lembut berwarna beige yang tergeletak tepat di depan sofa. Sayangnya saat itu meja tersebut dipenuhi berbagai botol kaleng minuman dan plastik bekas bungkus snack yang telah kosong sehingga mengurangi keindahannya. Ruangan itu menggambarkan selera Zakaria yang klasik dan mewah, dengan sedikit sentuhan feminin serta kecenderungan narsistik, yang saat ini sedang mengalami sedikit depresi. Penilaian inilah yang langsung terbersit di benak Raka saat ia memasuki ruangan.
Saat itu seorang pria bertubuh tinggi besar dan mengenakan piyama berwarna kuning muda bergambar anak ayam, berbaring di atas sofa dengan punggung menghadap ke langit-langit. Matanya yang tadinya tertutup rapat langsung terbuka ketika melihat mereka memasuki ruangan. Melihat kakaknya datang dengan membawa beberapa orang asing, Zakaria mengangkat kepalanya. Zakaria memiliki wajah yang cukup menarik, dengan warna kulit yang terang, tubuh tinggi besar dan sedikit chubby. Namun saat itu, wajahnya ditumbuhi jenggot dan kumis berusia 2 hari, matanya yang terlihat kosong karena setengah mengantuk dicemari oleh kotoran mata dan rambut pendek ikalnya berantakan tidak tersisir. Penampilannya membuat Rainy tersenyum geli yang secara otomatis membuat Raka turut tersenyum. Zakaria mirip seorang bocah berukuran raksasa. Lagipula, penampilannya sungguh sangat tidak cocok dengan gaya klasik ruangan itu.
“Kakak, siapa mereka?” Tanya Zakaria pada kakaknya, tampak sedikit linglung karena baru terbangun dari tidur. Kakaknya yang melihatnya seperti itu menjadi sangat malu. Ia mendekati adiknya dan langsung memukul bahunya dengan sangat keras.
“Kok masih tidur sih? Sudah jam berapa sekarang kau masih bermalas-malasan! Coba lihat rumah ini! Mengapa kau biarkan menjadi kotor begini? Kan malu dilihat tamu!” tegurnya keras. Zakaria sampai terjatuh ke lantai dan mengaduh keras sambil mengusap-usap bahunya. Wajahnya berkerut menahan sakit. Bukan salahnya kalau rumahnya saat ini sedang tidak layak untuk menerima tamu. Salah kakaknya sendiri mengapa menerima tamu tanpa memberitahunya. Pikir Zakaria tak terima.
Zakaria memanjat kembali ke atas sofa sambil mengamati para tamu tak dikenal yang berada di hadapannya itu. Seorang pria yang berdiri di belakang tampak tidak mencolok, namun remaja pria dan gadis kecil yang berada di depan pria tersebut tampak sangat mempesona. Keduanya berwajah rupawan dan menampilkan kepercayaan diri yang luar biasa. Kualitas pakaiannya menunjukan bahwa mereka berasa dari kalangan kelas atas. Namun bukan itu yang membuat Zakaria terpukau. Zakaria justru terpukau pada sikap Rainy yang sama sekali tidak menunjukan rasa malu atau takut yang biasanya dialami oleh gadis kecil seusianya ketika dibawa ke lingkungan yang baru atau bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Wajahnya yang sangat cantik itu tersenyum menggemaskan dan matanya berbinar-binar mengisyaratkan kecerdasannya. Melihat senyum gadis kecil itu tak urung membuat hatinya yang sedang depresi terasa bagai disiram air yang segar. Tanpa sadar Zakaria mengulurkan tangannya pada Rainy yang langsung disambut oleh Rainy tanpa ragu.
“Cantik, kau siapa?” Tanya Zakaria pada Rainy.
“Namaku Rainy, Paman.” Jawab Rainy sambil tersenyum.
“Rainy? Nama yang bagus. Kamu kesini mau ngapain?”
“Aku mau bertemu dengan paman.”
“Bertemu aku?” Ulang Zakaria heran. Rainy mengangguk kuat-kuat. “Kenapa kamu mau bertemu denganku?”
“Setiap hari jumat aku selalu pergi ke Café Rich untuk makan Black Forest buatan paman.”
“Hmmm…? Benarkah?"
Rainy menganggukan kepalanya kuat-kuat.
"Oh begitu. Lalu?"
“Tapi hari ini aku diberitahu bahwa paman sudah berhenti bekerja sehingga aku tidak bisa lagi mendapatkan black forest yang dirimu buat." Rajuk Rainy. bibirnya mencebik dengan menggemaskan.
"Ah, jadi kau kemari karena ingin bisa makan black forest buatanku?" Tanya Zakaria lagi. Rainy mengangguk kuat-kuat.
"Black forest buatan paman adalah yang paling enak sedunia!" Puji Rainy dengan berapi-api. Kata-kata Rainy membuat awan mendung di hati Zakaria perlahan memudar. Ia sangat senang bila bertemu dengan mereka yang menyukai masakan buatannya. Hal itu memberikan rasa bangga yang besar dan meningkatkan kepercayaan dirinya ke level maksimal. Roman wajah Zakaria langsung berubah menjadi berseri-seri.
Melihat mereka, senyum tipis Raka mengembang, membuat wajah tampannya menjadi semakin rupawan. Masih sangat kecil, tapi Rainy sudah pintar memainkan kartunya dengan benar. Tak ada cara yang paling tepat untuk memenangkan seseorang dengan kecenderungan narsistik, kecuali dengan menggunakan pujian setinggi langit. Bertemu dengan seseorang yang yang menyukai masakannya sampai membuat orang tersebut rela mencarinya ke rumahnya agar bisa mendapatkan masakan hasil buah karyanya tentu saja sangat membanggakan.
"Beberapa hari yang lalu aku sempat membuat black Forest. Kalau kau tidak keberatan makan cake yang sudah berusia 2 hari, aku akan memberikannya untukmu." ucap Zakaria dengan murah hati. Mendengar ini senyum Rainy langsung bertambah lebar. Matanya yang besar berbinar-binar penuh kebahagiaan.
"Benarkah?" tanya Rainy setengah tak percaya.
"Tentu saja benar!" Zakaria bangkit dari sofa dan hendak berjalan menuju ruang makan untuk mengambilkan cake yang dijanjikannya, namun kakaknya menghalangi langkahnya.
"Biar aku yang mengambilkan Cakenya buat mereka. Kau rapikan dirimu dulu sana! Coba lihat wajahmu itu, kotor dan berantakan. Bikin malu saja!" Omel kakaknya. Mendengar ini wajah Zakaria menjadi memerah.
"Er, baiklah. Tolong ajak mereka ke ruang makan. Disana lebih bersih." Pintanya pada kakaknya. Zakaria kemudian bergegas berjalan menuju kamarnya, namun tak lama kemudian ia berbalik kembali dengan khawatir.
"Jangan lupa potong kuenya dengan pemotong kue ya! Jangan pakai pisau, nanti ukurannya tidak rata!" suruhnya.
"Iya, aku tahu." Sahut kakaknya. Zakaria kembali berbalik dan berjalan menuju kamarnya, namun tak lama kemudian ia berbalik kembali.
"Cakenya ditaruh di piring kue ya, jangan di sembarang piring yang bisa kau temukan!"
"Iya! iya! Aku tahu!" Nada suara si kakak langsung meninggi.
Zakaria berbalik kembali, namun tak sampai beberapa detik ia sudah memutar tubuhnya kembali.
"Jangan lupa buatkan minuman." suruhnya lagi. Wajah kakaknya yang sudah berubah kesal sejak Zakaria mencerewetinya pertamakali, menjadi semakin berkerut kesal. Wanita itu mengambil sebuah bantal kursi dan melemparkannya dengan keras tepat ke wajah Zakaria, membuat ekspresi terkejut dan kaget muncul di wajahnya dan menghapus senyum yang sejak tadi mengembang. Namun sesaat kemudian senyumnya kembali mengembang.
"Hehe... aku kan cuma takut kau lupa." ucapnya.
"Kalau kamu gak pergi juga, ku lempar vas bunga lho!" ancam wanita itu, membuat Zakaria mengangkat kedua tangannya dan langsung berlari cepat memasuki kamarnya. Interaksi keduanya membuat Rainy tertawa berderai-derai sedangkan Raka dan Deddy tersenyum geli.
Copyright@FreyaCesare
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments