Waktu itu Raka baru saja turun dari mobil yang mengantarkannya pulang dari sekolah, ketika sosok mungil Rainy yang baru berusia 9 tahun menyambutnya dengan wajah berseri-seri di depan rumah Raka. Benar, ada masa ketika gadis berwajah tanpa ekspresi itu tampak seperti anak-anak lain pada umumnya; tertawa ketika gembira, merengut ketika kesal, menangis ketika sedih, dan tersenyum ceria sepanjang hari. Sangat berbanding terbalik dengan topeng tanpa ekspresi yang terpasang di wajahnya setiap saat di masa depannya. Memandang senyum ceria Rainy, Raka tersadar bahwa hari itu adalah hari kencan mingguan mereka.
Setiap hari Jumat sore, Ia dan Rainy biasanya pergi ke Café Rich di Hotel H untuk menikmati segelas coklat panas dan sepotong Black Forest Cake kesukaan Rainy. Rainy sangat menyukai Black Forest buatan cafe tersebut. Katanya Black Forest buatan mereka adalah yang terenak di seluruh dunia. Mungkin Rainy belum pernah sungguh-sungguh memakan Black Forest dari seluruh dunia, namun ia sudah pernah menikmati black forest di Paris, New York, Tokyo, Seoul, London, Singapura dan Edinburgh, sehingga kata-katanya masih bisa diterima. Setiap kali bepergian ke luar negeri, Black Forest adalah menu wajib yang harus dicicipinya. Begitu juga setiap kali anggota keluarganya berpergian ke luar negeri, Black Forest adalah oleh-oleh yang wajib mereka bawakan untuk Rainy. Itu sebabnya pujiannya pada Black Forest buatan Cafe Rich cukup berdasar. Sambil mengusap kepala Rainy, Raka menyuruhnya menunggu sementara Raka mandi dan berganti pakaian. 15 menit kemudian ia keluar dari kamar dengan mengenakan Hoody hitam bergambar api yang membara pada ujung-ujung lengan dan bagian bawah hoodynya dan jeans biru tua yang serasi dengan gaun denim biru yang dikenakan Rainy dan pita satin hitam yang menghiasi kuncir kudanya. Mereka kemudian bergandengan tangan menuju mobil dan berangkat ke Café Rich diantar oleh supir kepercayaan Jaya Bataguh.
Cafe Rich pada jam itu masih lenggang. Hanya ada beberapa pelanggan muda di sudut ruangan. Waiter mengantarkan mereka untuk duduk di kursi di samping jendela, yang merupakan tempat favorit keduanya. Setelahnya, Raka segera memesan makanan pada waiter. Seperti biasa, Rainy memesan sepotong black forest dan segelas strawberry milkshake, sedangkan Raka memesan segelas coklat panas dan double Patti cheese burger.
Hanya diperlukan waktu 8 menit untuk makanan mereka datang. Rainy menerima Black Forestnya dengan senyum lebar yang membuat wajah mungilnya tampak sangat menggemaskan. Ekspresi gembira Rainy membuat Raka jadi turut tersenyum. Tak mampu menahan diri, Raka mengulurkan tangan dan mencubit kedua pipi Rainy kuat-kuat, membuat gadis kecil itu mengernyitkan dahi dan menggeram kesal. Rainy membuka mulutnya lebar-lebar untuk mengigit jari-jari nakal yang menganiaya pipinya, namun Raka berkelit dengan lincah. Sambil tertawa, Raka menjulurkan lidahnya pada Rainy, membuat gadis kecil itu melemparkan tatapan penuh kekesalan sambil mengusap-usap kedua pipinya yang memerah.
"Kalau kau tidak segera memakan cakemu, aku akan menghabiskannya." ancam Raka sambil tertawa. Rainy mengerutkan bibirnya dengan kesal namun mengambil sendoknya tanpa membantah. Ia menyendok sepotong besar cake coklat yang tertutupi cream putih dan serpihan coklat iris diatasnya tersebut dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Perhatiannya sepenuhnya tercurah pada cake di hadapannya. Sayangnya, baru beberapa detik Rainy mengulum potongan cake dalam mulutnya, ia sudah membuka mulutnya kembali dan meludahkan cake tersebut kembali ke atas piring kue. Wajahnya mengerut menunjukan ketidak sukaan.
Melihat hal tersebut, dengan sigap Raka mengambil selembar tissue dan menggunakannya untuk mengusap bibir Rainy.
"Mengapa kau meludahkannya?" Tanya Raka. Rainy mengangkat wajahnya dan menatap Raka.
"Black Forest nya gak enak!"
"Benarkah?"
"Rasanya aneh!" Keluh Rainy kesal.
Raka mengulurkan tangan dan mencuil sepotong kecil cake milik Rainy yang sebagian telah terkontaminasi oleh sisa kue yang diludahkan oleh gadis kecil itu, dan memasukkannya ke mulutnya sendiri. Benar saja, rasa yang meledak dimulutnya bukanlah rasa kue yang sangat dikenalnya. Kuenya tidak mengandung rasa manis dan terdapat rasa kecut yang aneh, serta sedikit rasa pahit yang tertinggal di mulut, yang bukan merupakan rasa pahit dari Dark Chocolate. Dengan tenang, Raka mengambil tissue dan meludahkan sisa kue dalam mulutnya ke atas tissue. Ia lalu mengangkat sebelah tangannya untuk memanggil waiter.
Sang Waiter sebenarnya sudah sejak tadi melihat apa yang terjadi di meja tersebut yang menyebabkan keringat dingin membasahi keningnya. Ia sudah lama bekerja di Cafe Rich dan sangat mengenal kedua pelanggan belia yang selalu datang setiap Jumat sore tersebut. Ia tidak tahu siapa mereka, namun ia tahu bahwa keduanya selalu diantar oleh supir berseragam batik yang mengendarai sebuah Jaguar hitam, yang memperlakukan keduanya dengan penuh hormat. Lagipula, hanya anak-anak dari kelas atas sajalah yang mampu menjadikan cafe rich tempat nongkrong langganan setiap minggunya karena cafe tersebut memiliki tarif yang sangat mahal. Sekarang tampaknya ada masalah dengan hidangan yang mereka pesan, sang waiter berharap apapun yang terjadi, ia tidak akan menjadi orang yang dimintai pertanggungjawaban. Begitu melihat Raka mengangkat tangannya, dengan sigap sang waiter mendatangi mereka.
"Apakah ada yang bisa saya bantu, Kak?" tanyanya dengan sikap penuh hormat. Remaja pria di hadapannya mengangkat wajah dan memandangnya. Pembawaannya tenang dan penuh kepercayaan diri; tampak tidak sesuai dengan usianya yang masih sangat belia. Seulas senyum ramah menghiasi bibirnya, membuatnya tampak ramah dan menyenangkan, namun nada suaranya dingin dan menjaga jarak.
"Apakah Black Forest ini dibuat oleh chef yang berbeda?" tanya remaja tersebut tanpa basa-basi. Kening sang waiter langsung berkerut. Ia teringat pada kerusuhan beberapa hari yang lalu ketika Chef lama mengamuk di dapur dan meninggalkan cafe tanpa pernah kembali lagi. Apakah ia harus menjelaskan hal ini pada pelanggan?
"Benar, Kak. Apakah ada masalah dengan cakenya?"
"Kuenya gak layak dimakan!" geram Rainy dari kursinya. wajah mungilnya merengut kesal dan bibirnya mencebik menggemaskan. Namun kata-kata yang diucapkannya membuat bibir sang waiter berkedut.
"Gak... gak layak dimakan?" Ini masalah besar! Masalah besar! Pikir sang Waiter panik.
"Mengapa bukan Chef yang biasa yang membuatnya?" Tanya Raka.
"Uh... itu....Chef yang sebelumnya sudah berhenti bekerja sejak 2 hari yang lalu." sahut si Waiter pelan. Mendengar bahwa Chef lama sudah berhenti bekerja, Rainy langsung menatap Raka dengan ekspresi mau menangis. Raka bisa mendengar jeritan tanpa suara yang diekspresikannya.
"Black Forestku! Kakak, Black Forestku!" Hal ini membuat Raka nyaris tidak mampu menahan senyumnya. Rainy adalah gadis kecil yang tangguh. Ia pemberani dan tidak mudah menangis. Bahkan ketika ia tidak sengaja terpukul atau terluka saat latihan bela diri, Rainy biasanya hanya mengernyitkan keningnya dan mengabaikannya. Tapi bila ada yang merampas makanan kesukaannya, gadis itu akan langsung panik dan kehilangan akal. Raka mengelus kepala Rainy perlahan untuk menenangkannya sebelum kemudian ia berbalik untuk bertanya kembali pada si Waiter.
"Dapatkah kau memberitahu dimana chef yang lama sekarang bekerja?" Tanya Raka.
"Maaf, Kak, tapi saya tidak tahu. Setelah keluar dari pekerjaannya, kami tidak pernah memperoleh kabar, apalagi bertemu dengannya." Sahut sang Waiter.
Raka merasakan tarikan di lengan bajunya. Saat ia menoleh, ia melihat kedua tangan Rainy sudah menarik lengan Hoodienya. Wajah gadis kecil itu mencebik menggemaskan. Lagi-lagi Raka tersenyum geli. Namun senyum tersebut langsung menghilang ketika ia mengalihkan tatapannya pada sang waiter. Tatapannya yang tenang dan penuh percaya diri memberi kesan bahwa ia lebih dewasa dari usianya sesungguhnya, sehingga membuat sang waiter merasa terintimidasi.
"Kalau begitu bisakah saya minta alamat dan nomor telepon beliau?" Raka bersikeras. Untuk sesaat sang waiter terdiam. Lalu ia berkata,
"Sebentar, biar saya coba tanyakan dulu ya." Sang waiter menunduk hormat, lalu berjalan bergegas menuju ruangan manager Cafe. Tak lama kemudian seorang pria yang bertindak tanduk feminin, berjalan berlenggang dengan sang waiter mengekori di belakangnya.
Manager Cafe adalah seorang pria bertubuh kurus. berkepala botak dan berpembawaan gemulai. Matanya sipit dan hidungnya tinggi besar dengan tulang hidung yang membengkok mirip hidung para villain dalam komik wild wild west. Sebuah kacamata trendi bermotif macan tutul bertengger diatas hidung tersebut. Bibirnya yang cenderung lebar dinaungi oleh kumis tipis. Saat ditemui oleh sang waiter, ia sedang duduk di atas mejanya dan chatting dengan kekasih gaynya. Mereka sedang asyik merencanakan makan malam romatis dan panas seusai jam kerja malam nanti. Itulah sebabnya ia menjadi sedikit kesal ketika sang waiter membuat ia harus memutuskan percakapan mereka. Sambil menggerutu dalam hati, ia melenggang menuju ke meja yang ditempati oleh Raka dan Rainy. Memandang keduanya tidak membuat si Manajer terkesan. Ini bukan pertama kalinya si Manajer harus berurusan dengan pelanggan dari kalangan kelas atas. Apalagi mereka berdua hanyalah anak-anak. Memasang senyum yang dirasanya paling menyenangkan, si Manajer menyapa Raka dan Rainy dengan sikap super ramah. Melihat tingkah si Manajer yang dibuat-buat membuat bulu kuduk Raka meremang, sementara Rainy bergidik karena jijik.
“Selamat sore, kak! Ada yang bisa saya bantu?” Tanya si Manajer dengan riang.
“Saya membutuhkan kontak person Chef yang lama. Bisakah anda memberikannya pada saya?” Jawab Raka dengan sopan.
“Ah. But why?” Tanya si Manajer ingin tahu.
“Adikku ingin makan Black Forest buatannya. Bisakah anda membantu?” Sahut Raka. Kening sang Manajer langsung berkerut mendengar kata-katanya.
“Black Forest? Mengapa harus mencari dia bila ingin makan Black Forest? Kami juga menyediakan Black forest!” Tanyanya heran, masih memamerkan senyum dengan keramahan yang berlebihan. Mendengar pertanyaan si Manajer, Kening Raka ikut berkerut.
"Kami sudah mencicipi Black Forest yang anda sediakan namun adik saya tidak menyukainya." jawab Raka.
“Hmm? Masa sih? Padahal enak lho!” Bantah si Manajer. Mendengarnya, mata Rainy langsung menyipit kesal.
“Gak enak!” Sahutnya tegas. Si Manajer mengerutkan bibirnya sambil memandang Rainy. Gadis kecil ini terlihat sangat menggemaskan, tapi mengapa mulutnya begitu masam? Pikir si Manajer. Ia lalu membungkukkan tubuhnya agar matanya bisa sejajar dengan arah pandang Rainy.
“Adik kecil yang cantik, kalau kau tidak suka pada Black Forestnya, bagaimana kalau mencoba cake yang lain? Masih banyak cake lain yang juga enak-enak lho!” Bujuk si Manajer. Namun kata-katanya ini disambut cibiran di bibir Rainy.
“Seberapa enak cake yang bisa dihasilkan oleh chef yang berhasil membuat cake manis berubah masam?” Ejeknya. Mendengar ini, si Manajer serentak menegakkan tubuhnya karena terkejut.
“Ma… masam? Tidak mungkin! Adik kecil, kau jangan mengada-ada!” Bantah si Manajer, tidak terima. Di belakangnya, si Waiter mengerutkan wajahnya dengan ngeri. Pak Manajer, tolong jangan berbantahan dengan customer! Nanti kau bisa kehilangan pekerjaanmu! Jerit si waiter dalam hati. Remaja dan gadis kecil di hadapan mereka ini bisa di pastikan bukan dari kalangan biasa. Bagaimana kalau mereka melaporkan kejadian ini pada atasan? Si Waiter tidak berani membayangkannya.
“Adikku tidak mengada-ada. Aku sudah mencicipi cakenya dan begitulah rasanya. Daripada menuduh kami berbohong, mengapa tidak kau coba saja?” Ucap Raka dingin.
Copyright@FreyaCesare
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments