Menik terlelap kelelahan. Matanya berasa perih dan kabur. Lelah memeriksa satu setengah naskah. Udara dingin air conditioner di kamar dengan cepat membuai dan mengajaknya ke alam mimpi.
"Adhis." sapa lembut bu Asih
"Ibu." jawabnya dan segera masuk ke dalam pelukan bu Asih
"Adhis anak ibu yang paling cantik, apakabar?" bu Asih mengusap perlahan surai hitam lurus yang dia wariskan kepada anaknya. Selain rambut, dan mata sipit, bu Asih juga mewariskan kulit putih bersih kepada Menik.
"Adhis kangen bu." ucapnya dengan membenamkan kepalanya di perut ibunya.
"Ibu juga kangen sama Adhis, tapi dunia kita sudah berbeda nduk. Jadi ibu hanya bisa memandangmu dari kejauhan, dan selalu mendoakan yang terbaik untuk anak ibu."
"Ibu, tak bolehkah jika Adhis ikut ibu saja? Adhis capek bu. Ayah semakin tenggelam dengan dunia barunya." adu Adhis
"Hust—Adhis tak boleh berbicara seperti itu. Ayah akan selalu sayang sama Adhis."
Adhis mendongakkan kepalanya dan berucap, "mana ada ayah sayang sama Adhis bu. Bahkan dengan mudah ayah membolehkan Adhis menikah. Coba ibu masih ada, tentunya Adhis masih mau menikmati masa muda."
"Jadi Adhis ragu dengan keputusan menikah?"
"Iya bu, Adhis masih ragu sampai sekarang. Padahal lusa Adhis menikah."
"Nduk" dibelainya kembali surai hitam Adhis. "Kalau kita sudah membuat keputusan, jangan lagi mundur. Apalagi tinggal lusa hari H nya."
"Tapi bu, apa Adhis minggat saja ya, biar batal acaranya."
"Lho-lho anak ibu kenapa seperti ini? Nggak baik nduk. Adhis harus tetap melanjutkan rencana ini. Ingat banyak hati yang dipertaruhkan dalam pernikahan ini. Apabila gagal tentunya bukan ayah saja yang malu, tetapi pakde Harjo dan keluarga pak Dewa juga akan malu."
"Tapi bu?"
"Sudah tidak usah tapi-tapian lagi. Bismillah, pasrahkan semua kepada Allah. Agar lancar semua urusannya."
"Baiklah, Adhis nurut sama ibu."
"Nah ini baru anak kebanggaan ibu." ucap bu Asih sembari memeluk Adhis dengan erat.
Perlahan pelukan itu terurai seiring dengan sosok bu Asih yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangan Menik.
"Ibu ... ibu ...!"
Ince yang baru saja masuk ke kamar terkejut melihat Menik tidur dan mengigau memanggil-manggil mendiang ibunya. Lantas Ince menghampiri Menik, menggoyangkan badannya perlahan.
"Menik ... Nik." panggilnya
Menik seketika terbangun dari tidurnya dan langsung terduduk. Air matanya menetes perlahan.
"Kamu kenapa nik?" tanya Ince
"Aku—aku mimpi ibu Ce. Kelihatannya beliau merasa kalau aku sedang gamang dengan pernikahanku lusa. Jadi beliau datang untuk menyakinkan aku." lirih jawaban Menik.
Ince segera meraih Menik dalam pelukan dan mengelus perlahan punggung Menik.
"Nah, almarhumah ibu saja mendukung keputusanmu, jadi kamu tak usah gamang apalagi membatalkannya." nasihat Ince
"Iya Ce, sekarang aku hanya bisa terus maju dan tak boleh menoleh ke belakang. Apapun yang akan terjadi di depan nanti, aku harus bisa menghadapinya."
"Nah gitu dong. Ini baru yang namanya Menik Adhisti Putri Broto."
***
Tak terasa besok adalah hari di mana Menik akan menikah. Setelah magang Menik dan Ince langsung pulang ke rumah Menik.
Hanya Ince yang tahu Menik akan menikah esok hari. Kedua sahabatnya Mimi dan Dwi sengaja tidak mereka beritahu. Nanti saja memberitahu mereka pikir Menik dan Ince.
Tepat sebelum azan Isya, mereka berdua sampai di kediaman pak Broto. Tampak beberapa sudut rumah dihiasi bunga-bunga.
Di ruang tamu, terdapat meja yang sudah dihias sedemikian rupa untuk melangsungkan akad nikah Menik dan Agus esok hari.
Tak ada foto-foto prewedding layaknya pengantin-pengantin yang lain. Tamu yang diundang pun hanya tetangga Menik satu gang dan beberapa kerabat bu Asih dan pak Broto. Tak lupa beberapa kerabat dari Sri Suketi.
Tring, satu pesan masuk di ponsel Menik
Agus: Assalamualaikum Nik. Sudah sampai rumah? Jam berapa datang? Sama siapa?
Menik: Ish ... ish ... mas Agus ini kalau nanya satu-satu lah. Kalau langsung banyak begini, Menik bingung harus jawab yang mana dulu.
Agus: Jawab dulu salamnya
Menik: Waalaikumsalam
Agus: Nah gitu dong. Sekarang baru jawab pertanyaan yang lain.
Menik: Oke. Alhamdulillah Menik sudah sampai rumah sebelum Isya sama Ince mas.
Agus: Itu anak selalu nempel sama kamu.
Menik: Jelas dong nempel terus ... wong kita bestie.
Agus: Saingan beratku nie. Kan mulai besok hanya aku yang boleh nempel sama kamu.
Menik: Kenapa begitu?
Agus: Ya harus begitu. Mulai besok kamu jadi istriku. Jadi hanya aku yang boleh nempel.
Menik: Ternyata mas posesif ya. Mosok ince nggak boleh dekat sama aku.
Agus: Siapa yang posesif? Maksud aku itu, kalau pas ada aku di dekatmu, Ince jangan terlalu nempel. Ntar aku nggak leluasa.
Menik: Maksudnya nggak leluasa apa mas? 🙄🙄🤔🤔
Agus: Nggak leluasa colek-colek kamu lah, kan sudah halal 😎😎
Menik: 😱😱🙊🙊
Agus: Nggak usah kaget dong. Tunggu besok ya. Menik akan aku kasih kejutan.
Menik: Iya Menik tunggu kejutannya. Sekarang Menik mau mandi. Bau asem, habis magang langsung otw pulang.
Agus: Mandi yang bersih, luluran biar besok harum kalau di cium 🤣🤣
Menik: Mas Agus! Omes! 😤😤
Agus: Becanda Nik.
Lima menit berlalu dan Menik belum membalas pesan Agus. "Wah ada yang merajuk nie. Bahaya kalau merajuknya sampai besok. Gagal rencana unboxing." gumam Agus
"Belum saja akad nikah sudah mikir unboxing saja kamu Gus." seru Astuti yang tiba-tiba muncul di kamar Agus.
"Mbak As kebiasaan, masuk kamar Agus nggak permisi dulu. Ingat lho mbak, mulai besok penghuni kamar ini nambah satu orang. Jadi kalau mau masuk harus ketok pintu dulu. Siapa tahu Agus lagi ahe-ahe sama Menik. Ntar mbak As jadi kepingin kan berbahaya." olok Agus
"Adik durhaka. Awas besok aku gangguin biar nggak bisa ahe-ahe sama Menik." sungut mbak Astuti dan segera beranjak dari kamar Agus.
Agus tersenyum melihat kelakuan Astuti. Dari kecil Agus memang paling dekat dengan Astuti. Karena hanya mereka berdua yang jarak lahirnya berdekatan. Sedang dengan ketiga kakaknya yang lain usia Agus terpaut jauh.
***
Mbah Minto yang baru saja datang mengajak Pak Broto untuk diskusi. Karena sebenarnya mbah Minto sedikit kurang setuju dengan keputusan anaknya untuk menikahkan Menik.
"To, coba kamu pikirkan lagi. Emak pikir nggak ada salahnya kalau rencana besok ditunda. Cari hari baik sesuai perhitungan weton (hari lahir) mereka. Lagi pula To, Menik itu anak nomor satu, sedang Agus anak terakhir. Kalau hitungan jawa, nggak cocok."
"Broto nggak percaya hitungan itu mak. Sudah terlanjur persiapan. Nggak bisa mundur lagi." sahut pak Broto.
"Giliran untuk Menik saja kamu nggak percaya hitungan jawa. Padahal kamu kemarin juga ngeyel nikah di hari itu, jam itu dan maunya nikah di sini. Apa namanya itu nggak percaya hitungan jawa!" sindir mbah Minto.
"Kalau itu lain Mak, kan besan Broto bukan orang Jawa. Jadi nggak usah pakai hitungan Jawa." elak Pak Broto.
"Angel tenan kamu dikasih tahu To. Wes sak karepmu. Emak mumet mikir kamu yang semakin tua semakin keras kepala."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Riri Chan
jewer saja mbah telinganya pak broto. biar kapok
2022-06-03
0
ravenska
ternyata mimpi 😭😭
2022-05-20
0
conan
omes 🤣🤣🤣
2022-05-18
0