"Mana cincin itu! Tukar sekarang! Biar mbak yang milih." gertak Astuti.
Astuti langsung berdiri meninggalkan Agus yang terperangah dengan sikapnya.
"Agus ... cepat!" teriak Astuti dari dalam rumah.
Bu Islah yang mendengar teriakan Astuti segera keluar kamar dan menghampirinya.
"As kenapa kamu teriak-teriak. Seperti di tengah hutan saja. Sampai gendang telinga ibu berasa pecah." tegur bu Islah.
"Ibu tanya saja sama Agus tuch, mangapa As sampai teriak-teriak." tunjuk Astuti pada Agus yang baru saja masuk ke dalam rumah.
Bu Islah memndang Agus dengan pandangan penuh selidik. Agus yang mendapati tatapan penuh kecurigaan itu hanya bisa menunduk. "Mati aku, ibu suri keluar tanduknya." gumam Agus.
"Agus ... coba kamu ceritakan penyebab Astuti teriak-teriak." lembut bu Islah berujar, namun penuh dengan penekanan.
Nyali Agus menciut, tak berani dia menjawab pertanyaan bu Islah.
"Mana berani dia cerita bu." sela Astuti.
Bu Islah menatap tajam ke arah Astuti mengisyaratkan agar diam. Astuti yang hendak berucap pun mengurungkan niatnya. "Bahaya ibu suri mulai keluar tanduknya." batin Astuti.
"Agus, ayo cerita sama ibu!" tegas bu Islah.
Perlahan Agus mengangkat wajahnya. Pandangannya bersiborok dengan pandangan bu Islah. Cepat-cepat Agus menundukkan pandangannya. Hatinya gentar untuk menceritakan pertemuannya dengan Wiwid kemarin. Namun daripada kena amukan bu Islah. Perlahan Agus menceritakan pertemuannya kemarin dengan Wiwid.
Agus bisa melihat kemarahan dan kekecewaan bu Islah. Kekecewaan yang juga ditunjukkan Astuti setelah tahu mengetahui pertemuan itu.
"Gus, sekarang kita tukar cincin itu!" tegas bu Islah dan beranjak ke kamar untuk berganti baju.
Agus tak berani menolaknya, dia pun beranjak mengambil cincin yang disimpan di almarinya.
***
Sesampainya di toko emas, bu Islah menggandeng tangan Agus dengan posesif. Takut anaknya ketemu cewek lain dan kembali memilihkan cincin kawinnya.
"Mbak, bisa lihat cincin kawin?" tanya bu Islah kepada penjaga toko.
Penjaga toko itu melirik Agus sekilas, Perasaan mas-mas ini sudah beli cincin kawin kemarin lusa. Kenapa hari ini mau beli lagi? batin penjaga toko tersebut dan segera menunjukkan etalase khusus yang menyimpan cincin kawin.
Bu Islah segera menyuruh Agus untuk memilih, "Ayo Gus pilih sendiri!" perintahnya
Agus mengangguk dan mulai menatap satu persatu cincin kawin. Akhirnya pilihannya jatuh pada sepasang cincin kawin emas putih.
"Bu, Agus pilih yang itu." tunjuk Agus.
"Mbak, coba lihat yang ditunjuk anak saya."
Penjaga toko itu mengambil dan menyerahkan cincin kepada Bu Islah. Dengan teliti bu Islah melihat cincin itu. "Bagus, simple dan imut. Cocok untuk Menik." gumam bu Islah
"Gimana bu, menurut ibu cocok untuk Menik tidak?" tanya Agus
"Cocok Gus."
"Mbak tolong dibuatkan nota dan dibungkus, ukurannya seperti yang kemarin." serunya
Penjaga toko itu mengangguk dan segera membuatkan nota serta mengemasnya.
"Agus, sini dulu!" panggil Astuti
"Sebentar mbak, Agus bayar dulu." serunya
Saat Agus menuju kasir untuk membayar cincin pilihannya, diam-diam bu Islah memilihkan satu set perhiasan untuk dimasukkan dalam seserahan yang akan mereka bawa.
"Mbak, tolong yang ini dikemas sebagai seserahan."
"Baik bu."
Selesai membayar, Agus menghampiri Astuti yang memperhatikan deretan gelang. Matanya berbinar menatap salah satu model gelang itu.
"Ada apa mbak panggil Agus?"
"Gus ... gelang itu cantik nggak?" tunjuknya
"Cantik. Memang kenapa mbak?"
"Dasar adik nggak peka. Kamu kan mau nikah besok. Sedang mbak belum nikah. Berarti kamu melangkahiku. Masak nggak ada pelangkah." sungut Astuti
"Oalah, mbak minta pelangkah. Mau gelang itu?"
Astuti menganggukkan kepalanya tanda dia menyetujui gelang itu sebagai pelangkah.
"Mbak, bisa ambilkan gelang di barisan sebelah kanan atas?"
Penjaga toko segera mengambilkan gelang yang ditunjuk Agus. Astuti dengan semangat empat lima, langsung mencobanya.
"Gimana Gus, cocok nggak?" tanyanya dengan menaik turunkan alisnya.
"Cocok mbak, dan semoga cocok juga dikantong Agus."
"Cuma gelang saja lho Gus, nggak mahal. Pasti cukup uang kamu. Kalau pun nggak cukup, tinggal kamu jual saja cincin yang kemarin di pilihkan Wiwid." ketus Astuti.
Agus menghela napas melihat Astuti mulai merajuk. "Cincin ini nggak Agus jual mbak. Mau Agus jadikan cincin lamaran saja."
"Coba ditukar saja Gus. Ntar kamu malah ingat sama Wiwid terus waktu pakai cincin itu. Ingat Gus, tidak ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan, tanpa ada perasaan khusus di dalamnya. Mbak hanya takut lama kelamaan kamu akan tergoda." papar Astuti.
"Insya Allah Agus setia mbak!" tegasnya
***
Sementara itu Menik dan Ince masih berkutat dengan lembaran naskah yang harus selesai disunting hari ini.
Ince melirik Menik yang sudah lebih dari separuh sudah berhasil mengedit naskah. Ince membuang napas kasar melihat hasil kerjanya yang baru sepereempat dari naskah yang menjadi tugasnya.
"Sst ... sst ... Nik." bisik Ince, takut ketahuan mbak Santi kalau dia gangguin Menik yang sedang fokus dengan pekerjaannya.
"Apa?" jawab Menik.
"Bantuin." ucapnya dengan tampang memelas dan pupy eyes.
"Kebiasaan kamu Ce." ketus Menik. Namun meski begitu, dia tetap membantu Ince. Daripada mereka lembur gara-gara nungguin Ince. Mending langsung turun rangan saja bantuin.
Ince mengangsurkan separuh naskah yang belum terselesaikan. Dengan perlahan Menik memeriksanya.
Mbak Santi sebenarnya melihat saat Ince mengangsurkan separuh naskahnya. Tapi dia memilih diam. Baginya yang penting naskah itu siap cetak malam ini.
Tepat pukul lima sore pekerjaaan mereka selesai. Mereka pun segera pamit dengan karyawan yang lainnya. Sebelum melangkah keluar dari garasi motor, Ince melongokkan kepalanya keluar. Waspada melihat sekeliling, "Aman." gumamnya.
"Ce, gimana aman nggak?"
"Aman Nik. Tu si Bleki lagi bobok anteng dan pakai kalung. Aku masih trauma dengan kejadian kemarin Nik. Gara-gara Bleki aku harus mencuci rokku tujuh kali dan salah satunya pakai tanah." sungut Ince.
Menik yang mengingat kejadian kemarin langsung terbahak-bahak. Mengingat Ince lari tunggang langgang di kejar Bleki.
"Kamu tega banget Nik, masak temannya di kejar Bleki, malah tancap gas." ketus Ince
"Lha kalau aku nggak tancap gas, ntar aku ikutan digigit. Ogah lah."
Beberapa karyawan yang mendengar obrolan singkat Menik dan Ince hanya tersenyum. Semenjak kehadiran anak magang, membuat suasana kantor menjadi lebih berwarna. Bahkan sudah ada yang mengincar salah satu dari mereka untuk diajak mendatangi acara pernikahan dari pegawai cabang lain.
***
"Nik ... yang mandi duluan aku atau kamu?"
"Kamu saja duluan, aku masih mager." seru Menik.
"Walah ... calon pengantin malah malas mandi. Ntar Agus kaget pas unboxing istrinya dekil." ejek Ince
Menik meraih bantal dan melempar ke arah Ince. Namun sayang kali ini lemparannya meleset dari target. Karena Ince menyadari arah tangan Menik saat meraih bantal. Secepat kilat dia berlari masuk ke kamar mandi.
"Ye ... ye ... nggak kena ..." olok ince dari kamar mandi.
"Awas kamu Ce. Aku siapkan kejutan saat kamu selesai mandi." gumam Menik
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
ara Ara
kalau ibu negara sudah turun tangan. tak axa yg berani membatahnya
2022-06-03
0
pinot
hayo ince, hati-hati
2022-05-11
1
Grizzly Yui
bleki oh bleki
2022-05-10
0