"Bisikannya adalah ..."
Belum sempat Menik mendengar jawaban, terdengar suara cempreng Dwi.
"Woi! Menik, aku cariin ke mana-mana ternyata malah mojok di sini!" ketus Dwi.
Mimi langsung menyenggol lengan Dwi. Matanya menatap tajam ke arah Dwi. Memberikan isyarat agar Dwi diam. Ince yang melihat Mimi mulai menampakkan tanduknya itu, hanya terkekeh.
"Lhah ... ternyata kamu di sini. Aku tungguin kamu di tempat yu Sri dari tadi ternyata malah menemani Menik!" ketus Fendi.
"Sorry Fen, aku tadi sudah mau ke tempat yu Sri, tapi lihat Menik di sini sendirian. Karena nggak tega melihatnya sendirian. Akhirnya aku samperin." ucapnya.
"Halah, modus." gumam Dwi.
"Aduh!" jerit Dwi. Karena Mimi menginjak kakinya dengan keras. "Kira-kira dong Mi, kalau nginjak kaki orang. Sakit tahu." sungut Dwi.
Ince melirik casio yang ada di pergelangan tanggannya. "Ayo kita ketemu Bu Yani dulu, nanyain apa saja berkas yang harus kita lengkapi untuk magang." ajaknya.
Menik dan Ince segera berlalu meninggalkan mereka berempat. Karena tempat magang mereka berbeda.
...***...
Selesai urusan magang, Menik pulang ke kos. Ince yang malas pulang ke kos-an numpang ngadem di kamar Menik.
"Nik, kamu merasa ada yang aneh nggak dengan sikap salah satu cowok di kelas kita?" tanyanya.
"Nggak, biasa saja kok. Nggak ada yang aneh. Paling Ibnu saja yang suka godain aku. Tapi aku nggak akan ge-er Ce. Dia kan cuma bercanda."
"Kalau Fendi sih aku tahu Nik. Emang kerjaan dia PHPin cewek. Habis itu ditinggalin.Tunggu saja kena batunya. Ntar giliran dia beneran suka, balik di PHPin, kapok."
"Ha ... ha ... ku tungguin Fendi kena karma Ce. Biar kapok."
...***...
"Yu ... pesan seperti biasa ya." teriak Fendi.
"Woke. Tapi nggak boleh ngebon ya." kelakar yu Sri
"Wah yu Sri pelecehan nie. Mana pernah aku ngebon." elak Fendi.
"Guyon Fen." jawab yu Sri.
Fendi tersenyum mendengar ocehan yu Sri. Beliau merupakan penjual di kantin yang paling populer di kalangan mahasiswa. Selain ramah, yu Sri juga tak segan membolehkan mashasiswa kasbon dulu apabila belum ada kiriman uang dari orang tuanya. Yah, meskipun kadang ada yang pura-pura lupa punya utang saat punya uang, yu Sri ikhlas. Bagi beliau yang penting bisa beramal dan pasti Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Hal itu terbukti dengan paling ramainya kantin yu Sri.
"Fen, ayo cepat ceritakan tentang Menik. Jangan buat aku penasaran. Mumpung kantin juga sepi. Jadi nggak ada yang nguping." ujarnya.
"Sabar dulu. Aku itu kalau lapar nggak bisa ngomong serius. Tunggu soto yu Sri masuk ke perutku, baru ku ceritakan semuanya. Siap aku kamu wawancarai tentang Menik." jelas Fendi.
Tak lama terlihat yu Sri membawa nampan berisi dua mangkok soto ayam, es jeruk, sepiring tempe mendoan dan tahu goreng.
"Alhamdulillah kenyang." ucap Fendi sembari mengelus perutnya yang sedikit membuncit setelah terisi dua mangkok soto.
"Nah— sudah kenyang kan. Saatnya kamu cerita sekarang!"
"Oke-oke aku cerita". Fendi mengambil sebatang rokok, menyalakannya dan menghisapnya. Di hembuskan asap dengan bentuk bulat-bulat ke arah lawan bicaranya.
"Uhuk ... uhuk ... dasar teman sinting!" ketusnya sembari mengibaskan tangannya untuk menghalau asap rokok itu.
Fendi terkekeh melihat tingkah teman satu jurusan dan satu kelasnya yang paling alim dan nggak neko-neko. Cuma sekarang agak berubah, sejak dia menjatuhkan hati pada Menik. Cewek paling cuek di kelasnya.
"Jadi gini, Menik itu sudah ada yang melamar. Kalau nggak salah yang melamar itu, cowok yang kadang jemput Menik kalau pulang ke rumahnya. Tapi Menik belum kasih jawaban. Menik minta waktu satu minggu. Kelihatannya Jumat ini Menik akan memberikan jawabannya. Jadi kalau kamu memang suka sama makhluk cuek itu. Cepat-cepat kamu utarakan perasaanmu. Sebelum Menik memberikan putusan. Yah, meskipun kemungkinannya cuma dua persen." jelas Fendi.
"Tapi Fen, aku masih ragu. Takut Menik malah menjauhiku. Apa biar ku simpan saja perasaanku ini?"
"Walah, kamu itu gimana. Katanya suka, lha kok malah sudah menyerah sebelum berperang!" sindir Fendi
"Bukan begitu Fen, aku hanya takut kalau Menik menjauhiku. Lagipula selama janur kuning belum melengkung, masih bisa ditikung lewat sepertiga malam." ucapnya penuh percaya diri
"Dasar kamu itu." Fendi menoyor kepala temannya yang nggak paham-paham mengenai penjelasnya.
"Lha kan benar Fen ucapanku. Meski Menik nerima pun, mereka nggak mungkin langsung nikah dalam waktu dekat ini."
Fendi cuma bisa menepuk jidatnya. "Angel wes..angel tenan." gumamnya.
"Kamu itu kalau di kasih tahu ngeyel. Dengerin nih baik-baik. Buka itu telinga sama otakmu biar nyambung!" Fendi membuang napas kasar. "Kalau Menik menerima itu lamaran, minggu depan mereka langsung nikah. Paham! ketus Fendi.
Mendengar penjelasan Fendi seketika hatinya mencelos. Harapannya untuk bisa memiliki Menik luruh seketika.
"Terus aku harus bagaimana Fen?" tanyanya lagi.
"Kalau menurutku, lebih baik kamu jujur sama Menik kalau kamu ada rasa sama dia. Siapa tahu dia juga ada rasa sama kamu. Karena kemarin Menik sempat cerita, kalau masih ragu menerima pinangan itu. Karena selama ini Menik hanya menganggapnya sebagai seorang kakak." nasihat Fendi.
"Oke makasih Fen atas nasihat dan dukunganya. Meski aku tahu kamu sebenarnya juga menaruh hati sama Menik kan? Cuma kamu balut semua perasaanmu dengan hubungan persahabat."
"Ngaco kamu Wan." Fendi berusaha mengalihkan pembicaraannya. Dia merasa seperti pencuri yang ketahuan telah mencuri suatu barang. Karena selama ini dia sudah dengan rapi menyembunyikan perasaannya kepada Menik. Fendi tak menyangka kalau ada orang yang tahu selain dia dan Dewi.
Selama ini Fendi baru menceritakan perasaan terpendam terhadap Menik, hanya kepada Dewi. Karena dia yakin kalau Dewi akan bisa menjaga rahasianya. Sebenarnya Fendi sempat khawatir, saat Ince mulai mengendus perasaannya. Hanya saja Fendi masih bisa menghindari kecurigaan Ince.
...***...
Senja kali ini tak menampakkan semburatnya. Mendung menggayut manja di ujung Lazuardi. Seeakan tak sabar menyapa bumi.
Dert ... dert ... dert ponsel Menik bergetar. Namun diabaikannya. Dia dan Ince sedang asyik merawat diri. Kompak mereka menggunakan masker putih telur, yang katanya membuat kulit wajah bersinar menyilaukan mata.
Setelah selesai bermaskeran, Menik mengambil ponsel. Melihat siapa yang meneleponnya. Tapi karena nomer baru, jadi dia tidak tahu siapa itu.
"Siapa Nik?" tanya Ince
"Nggak tahu juga. Kelihatannya nomernya sama dengan yang kemarin telepon waktu aku di rumahmu." jawab Menik
"Coba lihat, penasaran aku siapa dia." Ince mengambil gawai Menik, dan sudut bibirnya terangkat setelah mengetahui siapa pemilik nomor itu.
Dert ... dert ... ponsel itu bergetar kembali. Menik pun memgambil gawai dari tangan Ince.
"Halo, Assalamuaikum." Sapanya
"Waalaikumsalam." jawab penelepon
Krik ... krik ... krik, seketika hening. Tak terdengar suara di sambungan telepon. Hanya deru tarikan napas yang lirih terdengar.
"Halo, ini siapa?" tanya Menik
"Ini aku Nik." jawabnya
"Iya, Aku siapa!" Menik balik bertanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Dwi Prihatin
alo thor.salam dari bali
2022-12-08
0
Grizzly Yui
mampir lagi thor...lama tak membaca karyamu. jadi aku baca ulang
2022-06-03
0
ara Ara
aku datang lagi thor
2022-05-20
0