Bab 7

Sesampainya di rumah Agus, terlihat bu Islah sudah menunggu kedatangan Menik. Beliau langsung menyambutnya. Dipeluknya Menik sambil berucap, "calon mantuku sudah datang."

Menik terkejut mendengar ucapan ibu Islah, dia menoleh ke arah Agus. Namun yang ditoleh malah senyum-senyum nggak jelas.

"Awas kamu mas, Tunggu pembalasanku!" batin Menik.

Bu Islah mengurai pelukannya dan mengajak Menik masuk. "Ayo mbak Menik, langsung masuk saja. Di dalam kebetulan ada mas Bayu dan mbak Ririn yang pengin kenalan langsung. Mereka penasaran sama calonnya Agus." ucap bu Islah.

Lagi-lagi ucapan bu Islah membuat Menik cengoh. Dia pun bertanya-tanya apa maksud perkataan bu Islah. Apakah serius ataukah cuma bercanda. Dan ke mana perginya Agus, yang tiba-tiba mengilang dari pandangannya. Padahal tadi ada di sampingnya ketika bu Islah membawanya masuk ke ruang tengah.

Setelah berbasa-basi dengan mas Bayu dan mbak Ririn, bu Islah mengajak Menik berbincang santai.

Meskipun bu Islah menyambutnya dengan tangan terbuka, namun Menik masih saja tak percaya diri. Apalagi ketika bu Islah menyebutnya sebagai calon mantu. Jantung Menik serasa berdisko ria, jedag-jedug.

"Mbak Menik, ibu boleh nanya?"

"Boleh bu, silakan." jawabnya sembari meremas jari jemarinya yang sedingin es. Netranya mencari-cari sosok Agus yang tak kelihatan sedari dia dikenalkan dengan mas Bayu dan mbak Ririn.

"Mbak Menik nggak usah tegang begitu. Ibu nggak akan nanya yang aneh-aneh kok." ujar bu Islah sambil terkekeh.

"Ibu hanya mau nanya, sejak kapan mbak Menik dekat sama Agus? Karena selama ini ibu kira nggak ada hubungan yang spesial antara kalian."

"Waduh, Menik juga bingung harus jawab apa. Karena selama ini Menik menganggap mas Agus seperti kakak Menik sendiri bu."

"Walah, ternyata Agus yang salah paham dengan perhatian mbak Menik."

"Maksud ibu?" tanya Menik

"Begini lho mbak, dari kemarin Agus sudah minta sama Astuti untuk ngomong sama mbak Menik. Cuma Astuti nggak mau. Akhirnya Agus minta bantuan ibu." ucap bu Islah masih dengan senyumnya.

Keramahan bu Islah dan keluargalah yang membuat Menik nyaman berada di tengah-tengah mereka. Padahal awalnya Menik hanya dekat dengan mbak Astuti sebagai guru ngajinya. Tapi ternyata keluarga besar mbak Astuti pernah menjadi tetangga pakde Harjo. Jadilah mereka semakin dekat.

"Ibu, maaf sebelumnya kalau Menik lancang. Terus terang Menik jadi bingung, sejak tadi ibu menyebut Menik sebagai calon mantu. Sedangkan mas Agus saja tidak pernah bicara apapun dengan Menik." ucap Menik dengan jari-jemari yang tertaut. Menik gugup setengah mati.

"Oalah ... dasar Agus ini memang kok. Ibu di suruh lamar mbak Menik. Eh ternyata dia belum bicara apa-apa dengan mbak Menik."

Bu Islah gemas dengan kelakuan anak laki-laki paling bontot di keluarganya. Beliau sudah percaya diri bertanya sama Menik untuk mau dilamar. Eh ternyata anaknya jago kandang. Percuma seragam pelayaran melekat di badannya.

Sementara itu, Agus mencuri dengar semua obrolan ibu dan Menik menjadi galau. Ternyata perkiraannya meleset jauh. Dia kira Menik akan peka dengan semua perhatian yang diberikan selama ini. Tapi nyatanya nol besar. Menik tak menyadarinya. "Apa aku perlu nembak Menik dan bilang i love u? Tapi kalau ditolak gimana?" monolog Agus.

"Dor!" gertak Astuti. Seketika Agus terjingkat kaget.

"Sst ... sst ..." kode Agus meminta Astuti untuk diam dengan menyilangkan jari didepan bibirnya yang terkatup.

"Dasar anak nggak ada akhlak, ibu sendiri di kerjai." omel Astuti.

"Hush ... hush ... keluar sana." halau Astuti sembari mendorong Agus untuk keluar dari kamarnya.

"Nah ini dia anaknya, akhirnya muncul juga. Sini Gus duduk dulu." ucap bu Islah dengan senyum mengejek.

Agus pun bermaksud duduk di samping Menik. Tapi belum sempat pantatnya menyentuh bisa kursi, bu Islah dengan garang menjewer telinganya. "Hust belum muhrim, dilarang duduk berdempetan." ucap bu Islah

Mau tidak mau Agus mengurungkan niatnya untuk duduk di dekat Menik. Dia mengambil duduk di samping ayahnya yang tiba-tiba sudah duduk di samping bu Islah. Seketika ciut nyali Agus melihat ayahnya menatap dengan horor.

Pak Dewa tidak banyak berbicara. Netra sepuhnya menatap Menik dengan saksama. Beliau bisa menilai jika Menik sedang dilanda kesedihan saat ini. Semua itu beliau lihat dari mata Menik yang tidak bisa berbohong tentang isi hatinya saat ini.

"Ayo Gus, ngomonglah dengan Menik. Jangan hanya diam saja. Cewek itu butuh kejelasan, bukan hanya diberi harapan palsu." ejek pak Dewa

Menik jadi tambah bingung dengan ucapan pak Dewa. Dia pun menatap Agus untuk mencari jawaban. Namun yang ditatap hanya senyum-senyum nggak jelas.

"Gus!" tegur Pak Dewa.

"Iya Yah. Ini Agus baru mau ngomong. Coba ayah sama ibu ke belakang dulu. Agus kan malu kalau didengar."

"Eh ... nggak bisa begitu. Ibu tetap di sini. Mau lihat sejantan apa anak ibu ini. Percuma seragam taruna, tapi nggak berani ngungkapin perasaannya. Ntar mbak Menik diambil orang baru tahu rasa." berondong bu Islah.

"Ayo bu, kita ke dalam saja. Ayah lapar, tadi diacara kenduri nggak sempat makan. Gara-gara Astuti telepon. Bilang kalau ada jago kandang." sindir Pak Dewa.

Bu Islah akhirnya menuruti ajakan suaminya. Namun sebelum beranjak. Beliau menatap tajam ke arah agus, "awas kalau nggak mau ngomong, Mbak Menik mau ibu jodohkan sama Soni saja." ancam bu Islah dan berlalu mengikuti suaminya.

"Nik ... bisa nggak mas ngomong serius sama kamu?" tanya Agus

"Lha ini mas Agus sudah ngomong sama Menik." Jawaban Menik semakin membuat Agus grogi. Padahal biasanya dialah yang selalu menolak jika ada cewek yang mengungkapkan persaannya. Giliran sekarang dia yang mau ngungkapin perasaan, lidahnya tiba-tiba bertulang tak bisa digerakkan.

"Aduh, ternyata benar kata mbak Astuti dan mbak Wati, kalau kamu itu tidak peka."

"Huft ..." Agus menghela napas panjang.

"Ternyata semua perhatianku sama kamu, cuma diartikan sebagai perhatian seorang kakak kepada adiknya."

"Maksud mas itu apa? Bicara yang jelas dong, biar Menik paham. Kan mas tahu sendiri kalau Menik itu tidak P ... E ... K ... A!" ketus Menik. Dia jengkel melihat Agus yang bicaranya muter-muter seperti obat nyamuk bakar.

"Oke ... aku to the point saja, karena aku tak bisa berbasa basi ataupun berkata-kata manis."

Ini orang mau nembak cewek atau mau nembak musuh ya? Nggak ada romantis-romantisnya. Coba bawakan coklat atau bunga. Lha ini malah nyuruh ibu nya yang nembak, monolog Menik dalam hati dan tanpa sadar sudut bibirnya terangkat menahan senyum.

"Lha kok malah senyum-senyum sendiri?Ngolokin aku!"

"Nggak kok mas, Menik hanya ingat sesuatu yang lucu." jawab Menik

"Nik ... Aku suka sama kamu." ucap Agus setelah mengumpulkan keberaniannya.

"Terus ..." jawab Menik

Terpopuler

Comments

cutegirl

cutegirl

setuju dengan pak dewa. ayo gus, dengarkan ayahmu

2022-05-15

0

Mario bros

Mario bros

jawaban yang bagus nik

2022-05-08

0

odelia

odelia

bagus thor

2022-05-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!