Bab 18

Keraguan tiba-tiba mengahantam keyakinan Agus. Diletakkannya cincin itu. Perlahan menghampiri gadis yang menyapanya.

"Kamu sendiri ngapain ke sini?"

"Nganterin kakak beli hadiah ulang tahun untuk istrinya." jawab gadis itu dengan senyum yang selalu terukir di bibirnya.

"Oh, mana kakakmu?"

"Itu" jawabnya seraya menunjuk di mana kakaknya berada menggunakan dagunya.

Agus segera menghampiri kakak gadis itu yang kebetulan kakak tingkatnya.

"Mas Andi apakabar?" sapa Agus ramah dengan mengangsurkan tangannya untuk bersalaman.

"Alhamdulillah baik Gus. Agus sendiri apa kabar? Tumben kamu di toko emas?" seru Andi

"Ini mas, saya bantuin teman cari cincin untuk melamar pacarnya. Kebetulan dia nggak sempat beli."

"Wah, sama dong dengan aku. Ini juga lagi cari emas untuk hadiah istriku." jawab Andi sembari melihat-lihat deretan emas yang berkilau.

"Wid ... sini bantuin mas?" panggil Andi

Wiwid pun menoleh dan menghampiri Andi. Agus kembali mengekorinya. Sejenak dia lupa tujuan awal ke toko emas.

Mereka bertiga sibuk memilih perhiasan yang akan dijadikan kado untuk istri Andi.

"Mas ... mas Andi sini dulu! Wiwid rasa satu set perhiasan ini cocok untuk mbak Utari."

Andi pun mengagumi satu set perhiasan emas yang dipilih oleh Wiwid. "Ehm ... kelihatannya cocok untuk Utari." gumamnya

"Saya pilih yang model ini mbak, tolong dibungkuskan yang rapi." ucap Agus kepada penjaga toko.

"Baik Pak, saya buatkan notanya terlebih dahulu, dan bapak bisa membayarnya ke kasir." jawab penjaga toko itu dengan ramah.

Andi pun beranjak menuju kasir untuk membayar satu set perhiasan yang harganya selangit. Namun demi istri tercinta dia rela mengeluarkan sedikit isi rekeningnya. Lagi pula bukankah dia bekerja untuk istrinya juga. Jadi tak ada salahnya sesekali membelikan hadiah mewah.

"Gus ..." panggil Wiwid

"Iya."

"Kamu tadi mau bantuin temanmu mencari cincin untuk melamar pacarnya, ayo aku bantuin milih." ajak Wiwid

Agus mengikuti langkah Wiwid kembali ke etalase yang khusus memajang cincin pernikahan.

"Coba Gus, kamu ceritakan bagaimana temanmu dan calon istrinya. Biar aku tahu cincin mana yang cocok. Dan ini cincin hanya untuk lamaran atau sekaligus cincin nikah?" ucap Wiwid. Netranya menatap dengan jeli satu persatu deretan cincin itu.

Agus menghela napas panjang, "Calon Istri temanku, dia cuek, imut dan masih seperti anak kecil. Manja nggak ketulungan. Dan kelihatannya setelah lamaran langsung akad nikah." jelas Agus.

"Ehm ... aku rasa itu cocok Gus. Mbak bisa minta tolong ambilkan yang model itu?" tunjuknya.

Penjaga toko segera menunjukkan cincin yang ditunjuk Wiwid. Dengan jeli Wiwid mengamati cincin itu dari dekat. Seulas senyum menghias bibirnya. "Ku rasa cocok Gus. Modelnya simpel, tapi manis." ucapnya mengagumi cincin pilihannya.

Agus tersenyum kecut mendengar celotehan Wiwid. Seandainya Wiwid tahu kalau itu cincin pernikahannya dengan Menik, akankah Wiwid dengan senang hati memilihkannya.

"Gimana Gus, jadi yang ini?" tanya Wiwid mempertegas cincin pilihannya.

Agus menganggukkan kepala sebagai jawaban pertanyaan Wiwid.

"Mbak, tolong dibungkus yang rapi, ukuran cincin yang laki-laki ring enam belas, yang perempuan ring empat belas mbak." ujar Agus.

Penjaga toko itu pun mengangguk dan menuliskan nota pembelian.

Andi menghampiri Wiwid, "Ayo Wid kita pulang, sekalian ambil kue. Takut Utari curiga, kalau kita tidak segera pulang."

"Tunggu bentar mas, aku pamitan dulu sama Agus." ujarnya dan beranjak menghampiri Agus yang tengah menyelesaikan pembayaran.

"Gus, aku duluan ya. Sampai ketemu lain kali." pamit Wiwid

"Iya, hati-hati."

***

Tok ... tok ... tok

Astuti mengetuk kamar Agus namun tak ada jawaban. Perlahan dia buka pintu kamar Agus.

Ceklek

Astuti melongikkan kepalanya ke dalam kamar, namun tak mendapati sosok Agus di dalam kamar itu. Perlahan ditutupnya kembali pintu kamar. Dia pun beranjak menuju kolam ikan yang terletak di samping rumah.

Netranya menangkap siluet Agus yang termenung di kursi sudut kolam ikan. Perlahan Astuti beranjak menghampirj Agus. Namun Agus tak menyadari kehadiran Astuti yang sudah duduk manis di dekatnya.

Pikiran Agus masih melayang mengingat pertemuannya kemarin lusa dengan Wiwid di toko emas. Keputusan yang seharusnya sudah bulat itu, perlahan terkikis keraguan.

Namun dia pun tak bisa mundur. Di sisi lain Agus sudah memantabkan hati untuk menjadi suami Menik. Tapi di sisi lain ada bisikkan-bisikkan untuk kembali kepada Wiwid, sahabat rasa kekasih.

Astuti yang melihat Agus termangu, langsung melempar Agus dengan batu kecil yang ada di sekitarnya. Lemparan pertama masih belum bisa mengembalikan Agus ke dunia nyata. Astuti akhirnya mengambil batu yang lebih besar.

Klotak ... batu itu melesat cepat dan mendarat sesuai dengan target Astuti. Agus yang terkena lemparan batu di jidatnya, sontak menoleh dan memberengut. "Mbak As, apa-apaan, sakit tahu." sungut sambil mengelus-ngelus jidatnya yang agak benjol akibat bertemu dengan batu.

"Salah siapa melamun. Hati-hati calon pengantin kalau melamun bisa batal pernikahannya." seloroh Astuti.

"Mbak As, doain pernikahan Agus gagal nie."

"Jelas nggak lah Gus, ngapain juga mbak doain jelek adiknya sendiri. Yang ada mbak malah senang kalau kamu segera nikah sama Menik."

"Tapi mbak, Agus ..."

"Tapi kenapa Gus? Mbak perhatikan sejak kemarin sepulang beli cincin kamu malah terlihat gamang? Jangan sampai kamu sekarang ragu dengan pernikahan ini?"

Agus menghela napas panjang dan berat. "Entahlah mbak, sejak kemarin ketemu sama Wiwid, tiba-tiba Agus ragu akan keputusan ini." jelasnya.

"Maksudmu Gus?" Astuti penasaran dengan aoa yang membuat adiknya menjadi ragu untuk menikah dengan Menik sejak bertemu Wiwid.

"Mbak—mbak As kan sudah tahu bagaimana kisah Agus dan Wiwid?"

"Kisah yang mana Gus? Mbak rasa kamu dan Wiwid nggak punya cerita selain cerita tentang persahabatan? Meski memang tak ada yang murni persahabatan antara laki-laki dan perempuan."

"Agus selama ini hanya anggap Wiwid sahabat mbak, tapi ternyata Wiwid menilai lain hubungan ini mbak, Agus bingung." gusar Agus.

"Kenapa mesti bingung Gus. Kalau memang kamu tak punya rasa lebih selain rasa sahabat, mbak kira keputusanmu untuk menikah dengan Menik sudah benar."

"Agus sebenarnya sudah mantab mbak. Hanya saja ada perasaan nggak enak sama Wiwid. Lagi pula kemarin pas ketemu Agus malah bohong sama dia. Tentang cincin itu."

"Maksudmu apa? Ceritanya jangan muter-muter. Mbak jadi bingung Gus."

"Begini lho mbak, kemarin pas Agus ketemu sama Wiwid, dia nanya ngapain Agus di toko perhiasan. Terus Agus jawab kalau membelikan cincin nikah untuk teman Agus yang mau nikah. Dan ..." Agus menjeda kalimatnya.

"Dan apa Agus?" tanya mbak Astuti penuh rasa penasaran

"Dan ... dia yang milihkan cincin itu." lirih Agus berucap, takut mbak Astuti marah.

"Maksudmu Wiwid yang milih cincin itu?" tegas Astuti.

Tertunduk Agus tak berani menjawab pertanyaan Astuti.

"Mana cincin itu? Tukar sekarang! Biar mbak yang milih."

Terpopuler

Comments

ara Ara

ara Ara

kapik kamu gus. astuti murka

2022-06-03

0

laila

laila

kalau ragu, mending mundur dari awal gus

2022-05-16

0

Fati

Fati

astuti rusuh

2022-05-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!