Bab 15

"Anu ayah—." Menik menjeda perkataannya perlahan dia hembuskan napas panjang, bingung menata kata-kata yang tepat.

"Anu apa Nduk? Jujur sama ayah, tidak mungkin tiba-tiba pak Dewa malam ini datang bersama keluarga tanpa ada maksud penting."

"Ayah, sebelumnya Menik minta maaf tidak menceritakan jauh-jauh hari mengenai maksud kedatangan pak Dewa dan keluarganya nanti malam. Menik bingung Ayah, harus memulainya dari mana."

"Nduk, sebenarnya secara tersirat ayah sudah paham maksud kedatangan pak Dewa dan keluarga tanpa Menik jelaskan sama ayah. Hanya saja Ayah menunggu Menik cerita sendiri sama Ayah." bijak pak Broto mensikapi Menik yang belum mau bercerita dengannya.

"Maafkan Menik Ayah." tertunduk Menik menanggapi perkataan ayahnya. Ada rasa bersalah menelusup perlahan di hatinya.

"Ayah tidak marah sama Menik. Ayah hanya ingin bertanya, apa Menik sudah siap menerima lamaran dari keluarga Pak Dewa?"

"Menik terserah sama ayah saja. Kalau ayah setuju dan menerima lamaran keluarga Pak Dewa, Menik akan menurutinya. Tapi—" Menik menjeda kalimatnya, sembari memandang ke arah ibu sambungnya. Menik membuang napas kasar. "Tapi, kalau ayah tak menyetujuinya Menik tetap akan menurutinya. Karena Menik tidak mau mengikuti jejak ayah yang tidak mau menerima pendapat orang lain." lanjutnya

Pak Broto tertohok dengan kata-kata Menik. Namun beliau masih terlalu angkuh untuk menyadari kesalahannya. Perlahan Sri Suketi mengelus lengan suaminya.

"Pi, mami rasa tidak ada salahnya apabila papi menerima lamaran itu. Bukankah Menik usianya juga sudah cukup untuk menikah? Terus mumpung ada yang mau melamarnya. Untuk apa kita tolak Pi. Selama orang itu berakhlak baik."

Pak Broto yang mendengar ucapan Sri Suketi perlahan melunak hatinya. Dia pandangi Menik. "Nah sekarang kamu tahu kenapa Ayah memilih menikah dengan mamimu. Menik bisa melihat sendirikan. Mami sangat sayang sama Menik."

Menik menatap jengah kepada Pak Broto dan Sri Suketi. Menik heran melihat ayahnya yang terus saja membela istri barunya. Tapi Menik tak menghiraukannya. Karena satu-satunya kesempatan bisa keluar dari rumah dengan baik-baik itu adalah menikah.

Sri Suketi melirik Menik sekilas, dalam hatinya dia bersorak, "Berhasil usahaku kali ini. Tanpa aku harus mengusirnya, dia akan pergi sendiri dari rumah ini. Jadi aku harus bisa meyakinkan suamiku untuk menerima lamaran ini. Dengan begitu aku bisa menguasai semuanya dengan mudah."

"Ayo Pi siap-siap dulu. Untuk makan malamnya mami sudah pesankan ayam bakar di rumah makan Gangsar."

"Istriku memang hebat. Tak salah aku memilihmu." ucap pak Broto bangga.

Sri Suketi seketika merasa terbang ke atas awan-awan karena berhasil membuat suaminya mempercayai kalau dia bisa menjadi ibu yang baik.

***

Perlahan pintu kamar Menik buka. Terlihat Ince yang sudah membaringkan tubuhnya di atas kasur Menik sembari membaca novel online.

Mendengar pintu kamar dibuka, Ince menoleh perlahan, "Sudah selesai rapat keluarganya?" tanya Ince

Menik hanya mengangguk menjawab pertanyaan Ince. Dia pun segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Sri Suketi dengan gerakan cepat menyusun semua makanan yang dipesannya secara dadakkan. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Perasaannya sangat bahagia. Karena rencananya berhasil. Sebentar lagi dia akan menjadi ratu satu-satunya di rumah itu.

Kuk kuk kuk

Miniatur burung keluar dari sarangnya menunjukkan perputaran waktu. Pukul delapan malam rombongan pak Dewa disambut hangat keluraga pak Broto ditambah dengan pakde Harjo dan budhe Harmini yang diundangnya.

Pak Dewa yang sudah lama tak bertemu dengan Pakde Harjo, langsung berpelukan melepas rindu.

"Harjo, tak kusangka aku akan berbesanan dengan keponakanmu. Padahal sebelumnya aku ingin menjodohkan anakku dengan anakmu. Tapi ternyata anakku punya pilihan sendiri."

"Jodoh nggak ada yang tahu Wa. Meski anakku tak jadi menantumu, ternyata malah keponakanku yang jadi menantumu." sembari terkekeh pakde Harjo menjawab basa basi pak Dewa.

Setelah berbasa basi sembari menikmati kudapan yang tersedia. Pak Dewa menyampaikan tujuan kedatangannya.

"Pak Broto karena waktu terus berjalan, izinkan saya menyampaikan maksud kedatangan kami sekeluarga ke sini. Namun sebelumnya kami meminta maaf apabila kedatangan kami ini tiba-tiba tanpa pemberitahuan." prolog Pak Dewa.

"Kami ke sini bertujuan untuk melamar putri pak Broto untuk dijadikan menantu kami. Lebih tepatnya menjadi istri anak kami yang bernama Bagus Aryasatya Bayanaka. Bagaimana Pak Broto apakah bersedia menerima lamaran kami ataukah menolaknya?"

Pak Broto tak segera menjawabnya. Beliau menatap lekat Agus yang duduk tepat di samping bu Islah.

Agus seketika berkeringat dingin mendapati tatapan menelisik Pak Broto. Bu Islah menyadari anaknya gelisah, dengan lembut beliau menggenggam tangan putranya yang ternyata sedingin es.

"Begini pak Dewa, saya selaku orang tua dari Menik hanya bisa menuruti apa yang sudah menjadi keputusan anak-anak. Bagi saya selama keputusannya itu baik, saya selaku orang tua tentu akan menyetujuinya. Saya serahkan keputusannya kepada Menik." ucap pak Broto

Perlahan Pak Broto menoleh ke arah Menik yng duduk diapit budhe Harmini dan Sri Suketi.

"Nduk, ayah bertanya sama kamu, apakah Menik menerima lamaran Agus?"

Menik bergeming. Dia terdiam cukup lama. Membuat Agus cemas serasa jantungnya hendak terlepas.

Elusan tangan budhe Harjo dipunggung Menik menyadarkannya. Dengan lembut budhe Harjo bertanya dengannya, "Nduk, apa jawabanmu. Kalau memang menerima segera jawab, kalaupun tidak menerima tetap harus di jawab juga. Tidak baik menggantung keputusan."

Menik meremas tangan budhe Harjo seakan minta kekuatan. "Baik ayah, Menik akan jawab, Menik mau menerima lamaran ini apabila ayah setuju." tegasnya.

Agus semakin dag dig dug. Jantungnya berdegup kencang mendengar Menik tak kunjung memberikan jawaban yang pasti.

"Jadi Menik menerima atau tidak lamaran ini? tanya Pak Broto menegaskan jawaban Menik.

"Ayah, sekali lagi Menik mengikuti apapun keputusan ayah. Karena ridho Allah terletak pada ridho orang tua. Menik takut apabila Ayah tidak ridho." lirih Menik menjawab.

"Jadi Menik akan menerima apapun keputusan ayah?" tegas pak Broto.

"Iya Ayah."

"Baik pak Dewa, sebelumnya saya minta maaf terlebih dahulu apabila keputusan saya tidak berkenan di hati keluarga pak Dewa."

Sontak Agus terperangah mendengar Pak Broto meminta maaf sebelum mengutarakan keputusannya. Kekhawatiran mendatanginya. Bu Islah yang merasakan genggaman Agus semakin kuat di tanggannya segera mengelus perlahan punggung anaknya. Mengisyaratkan semua akan baik-baik saja.

Pak Broto yang melihat pias di wajah Agus, mengulum senyuman. Kena kamu aku kerjain, batinnya.

"Pak Dewa, melihat kedekatan anak-anak kita lebih baik kita segerakan niat baik yang keluarga pak Dewa sampaikan. Hanya saja karena putri saya masih kuliah ada batasan-batasan yang belum bisa dilakukan oleh mereka."

Seketika batu yang menghimpit dada Agus perlahan terangkat. Plong rasanya mendengar lamarannya diterima. Diliriknya Menik yang terus saja menunduk. Ingin rasanya merengkuh Menik dalam pelukannya. Namun dia urungkan, karena takut kena bogem mentah dari Pak Broto.

"Terima kasih kami ucapkan kepada Pak Broto dan Menik yang menerima lamaran kami. Untuk batasan-batasan itu kami pun setuju. Karena di samping Menik masih kuliah dan Agus juga masih kuliah. Kebetulan dalam waktu seminggu ke depan Agus akan melaksanakan tugasnya selama satu tahun di Singapura. Dan alasan itulah kami bermaksud untuk mensegerakan menikahkan anak kita. Biar yang bertugas dan yang ditinggal tugas bisa tentram hatinya." jabar Pak Dewa

Menik mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertunduk kala mendengar alasan kenapa mereka harus segera menikah. Ternyata Agus akan bertugas.

Setelah menetapkan tanggal pernikan yang akan dilangsungkan minggu depan sebelum Agus berangkat, keluarga pak Dewa berpamitan.

***

Ince yang sedari tadi bungkam memberanikan bertanya, "Nik, beneran kamu mau nikah minggu depan? Kamu siap? Terus apakah kamu sudah mencintai calon suamimu?"

"Aku bingung Ce, tapi ini kesempatanku untuk bisa keluar dari rumah ini secara baik-baik dan terhormat."

"Aku sebagai sahabat hanya bisa mendukung keputusanmu." Ince pun membawa Menik dalam pelukannya. Dia tahu sahabatnya sedang gamang saat ini.

***

Pagi menjelang, dua gadis yang biasanya heboh itu masih bergelut dengan selimutnya masing-masing.

Tok tok tok

Terdengar ketukan pintu kamar.

"Nduk bangun dulu ... subuh." teriak Sri Suketi dari balik pintu.

Ince yang mendengarnya seketika bangun dan menyenggol Menik.

"Woi bangun nik, sudah subuh! Ayo salat terus jalan ke alun-alun."

Dengan malas Menik bangun. Menyadari waktu subuh segera berakhir. Menik tergesa menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di alun-alun mereka berdua wisata kuliner dari satu warung pindah ke warung yang lain. Sampai Menik menyadari sesuatu.

Terpopuler

Comments

Aumy Re

Aumy Re

mampir lagi thor
tidak banyak komen
langsung aku kasih mawar

2022-06-10

1

Mario bros

Mario bros

Menyadari apa ya?

2022-05-08

0

ara Ara

ara Ara

pak Broto memang josss

2022-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!