Tok ... tok ... tok ...
Pak Broto mengetuk kamar putrinya. Tak ada jawaban dari dalam. Nggak biasanya Menik belum bangun. Pak Broto mengetuk lagi pintu kamar itu. Masih belum ada jawaban. Akhirnya dibukahlah pintu kamar. Pak Broto terkejut tak melihat Menik di kamar. Diperiksanya lemari dan meja Menik. Pak Broto tersadar saat melihat gantungan yang tak terdapat lagi kuncinya.
Tut ... tut ... tut ... nomer yang ada tuju sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi. The number your calling is busy, please try again in few minutes. Terdengar jawaban mbak-mbak operator. Pak Broto menghembuskan napas panjang.
Sementara itu Menik berada di rumah mbah Minto.
"Nduk ... kamu kenapa, sampai tidur di kuburan. Nggak takut kalau ketemu sama Darmi?! Dari kemarin dia nyariin kamu."
"Ais ... mbah jangan nakutin Menik. Emoh Menik ketemu mbak Darmi. Mending kalau pas muncul dengan wajah cantiknya, lha kalau pas muncul dengan wajah seramnya ... hi ... hi ... auto Menik pingsan."
"Tahu nggak kenapa Darmi nanyain Menik."
Menik menggeleng menjawab pertanyaan simbahnya.
"Nanti simbah ceritakan kenapa dia sering nanyain Menik. Tapi Menik cerita dulu sama simbah, kenapa sampai tidur dikuburan. Apa kangen sama ibu?" tanya mbah Minto sembari mengelus surai panjang cucunya.
Hiks ... hiks ... tangis Menik.
"Menik ... nggak tahu harus cerita dari mana mbah. Coba simbah nanya ayah saja. Ayah jahat mbah sama Menik, nggak sayang Menik lagi. Menik mau nyusul ibu."
"Hust ... nggak boleh ngomong begitu nduk." sela mbah Minto
"Untuk apa Menik hidup mbah, kalau ayah sudah nggak sayang lagi. Mendingan Menik sama ibu saja. Tidur panjang tak merasa lagi."
"Nduk ..." ucap mbah Minto dengan lembut. Beliau tidak mau berucap dengan nada tinggi, bisa-bisa cucu manjanya malah kabur.
"Nduk ... simbah sudah tahu kenapa kamu seperti ini. Tapi simbah tak bisa menyalahkan ayahmu. Dia juga butuh pendamping. Menik harus bisa mengalah dan menerima keputusan ayah."
Menik langsung bangkit dari pangkuan simbahnya. Diambilnya jilbab instan dan kunci motor. Segera dia lajukan dengan kecepatan tinggi. Tak peduli teriakan simbahnya. Hatinya mendidih, tidak ada yang mau mengerti perasaanya. Padahal di sini dia yang paling terluka, melihat tak ada yang mendukungnya. Percuma mencari dukungan dari simbah. Karena sudah pasti beliau mendukung anaknya.
...***...
Beb ... beb ... ponsel mbah Minto berdering, tertera nama anak semata wayangnya. Digeser tombol hijau.
"Assalamualaikum, mak." terdengar suara Pak Broto di sambungan telepon.
"Waalaikumsalam ..." jawab mbah Minto.
"Mak, Menik ada di situ?" tanya pak Broto.
"Tadi memang di sini, tapi sekarang nggak tahu ke mana lagi. Dia semalaman tidur dikuburan. Untung Darmi tak membawanya. Kamu itu, sudah tahu kalau Menik keras seperti kamu. Kalah-kalah kerasnya batu. Coba ngomongnya itu pelan-pelan. Emak setuju saja kamu nikah lagi. Tapi pikirkan perasaan anakmu." ketus mbah Minto. Beliau jengkel dengan pak Broto yang memaksakan kehendak.
"Mak, bukan maksud Broto keras sama Menik. Tapi kali ini Broto tak bisa menuruti kemauannya lagi. Broto juga butuh pendamping Mak. Salahkah Broto kalau menikah lagi?"
"Bukan menikahnya yang salah To, tapi caramu yang salah. Dari awal kamu tak mau membicarakan baik-baik dengan Menik. Kamu main paksa. Coba dengarkan Menik dulu, apa maunya." nasihat mbah Minto.
"Nggak Mak. Kali ini Broto tidak mau. Mau Menik setuju mau nggak, Broto tak mau tahu. Tanggal 15 ini Broto menikah. Emak sama Bapak harus datang." seru Broto dan memutuskan sambungan telepon.
Huft ... mbah Minto hanya bisa menghela napas panjang. Anak dan cucu sama-sama keras kepala. Hanya Asih yang bisa melunakkannya.
Tengah hari Menik sampai di kos. Dia langsung masuk ke kamar. Tak peduli teman kos yang sedang rujakan. Mbak Nonie memandang Menik dari sudut matanya. Heran dengan sikap Menik. Tak biasanya anak kos paling bontot itu tak menyapanya.
Ponsel Menik terus berdering, puluhan panggilan simbah dan ayahnya dia abaikan. Terlalu sakit, karena tak mendapat dukungan. Mau pergi ke rumah saudara mendiang ibu, percuma juga. Toh dia sudah tak dianggap lagi sejak ibunya meninggal. Mau nelepon sahabatnya pun dia urungkan.
"Adhis ... Adhis ... bangun nduk. Sudah senja, tak baik jika tertidur."
Menik mengerjab, melihat sekeliling kamarnya. Mencari pemilik suara lembut yang memanggil namanya. Adhis adalah panggilan sayang ibu kepada Menik selama beliau masih hidup. Menik Adhisti Putri Broto nama lengkapnya. Dan hanya seorang yang memanggilnya Adhis.
Huft ... ternyata hanya mimpi dibangunkan oleh ibu.
...***...
Sementara itu di kediaman Pak Broto, terlihat beliau begitu gusar, mendapati anak semata wayangnya begitu keras kepala. Padahal sifat keras kepala diturunkan darinya.
Tapi kali ini tekadnya sudah bulat, tak peduli banyak yang menentangnya.
Semua rencana pernikahan sudah disusunnya dengan mantab dan rapi. Semua berkaspun sudah lengkap. Dan minggu depan calonnya akan datang ke rumah. Dengan alasan mau diadakan acara pengajian sebelum pernikahan.
Gadis yang akan dijadikan istri pengganti Asih yang sudah meninggal sebenarnya sudah tak muda lagi. Usianya tiga puluh enam tahun. Usia yang seharusnya sudah menikah untuk ukuran gadis desa.
Entahlah, pertama kali melihatnya Pak Broto langsung jatuh hati, sampai-sampai menginap di desa itu dan melupakan putrinya. Padahal waktu itu ponselnya terus berdering baik telepon maupun pesan singkat dari putrinya. Namun dia bergeming, bagai orang amnesia yang lupa segalanya.
...***...
Pagi-pagi Pak Broto sudah bersiap untuk pergi ke KUA untuk mengurus berkas pindah nikah. Karena beliau bermaksud menyelenggarakan pernikahan di kediamannya, bukan di kediaman calonnya.
Beb ... beb ... beb ... ponsel pak Broto berdering. Tertera nama budhe Harmini kakak kandung mendiang istrinya. Dengan enggan digesernya ikon berwarna hijau.
"Halo." sapanya.
"Halo To..gimana kabarnya! Aku tak bisa panjang lebar, ke intinya saja To. Aku dengar kamu mau menikah lagi? cecar budhe Harmini
"Iya budhe. Insya Allah tanggal 15 bulan ini." jawabnya
"Lho ... berarti dua minggu lagi! Kenapa kamu diam saja, kau anggap apa aku dan Pakdhemu! Dan ku dengar kemarin dari emakmu, kalau Menik minggat dan tidur di kuburan!" ketus budhe Harmini.
"Budhe ... dengar Broto dulu. Bukan salah Broto Menik kabur, memang dasar anak itu nggak mau mendengar penjelasan Broto. Dan kali ini Broto tetap pada pendirian Broto. Terserah emak, bapak, budhe, pakdhe, ataupun Menik kalau tak setuju. Broto tetap akan menikah." kukuhnya.
Tut ... tut ... tut ... sambungan telepon diputus sepihak oleh Pak Broto. Dadanya kembang kempis menahan amarah. Senyum yang sebelumnya terukir dibibir lenyap seketika, mendengar semua orang menyudutkannya.
Sementara itu di seberang sana, budhe Harmini pun geram dengan tinggkah Broto, adik ipar sekaligus anak dari adik suaminya. Hubungan yang rumit karena status pernikahan. Suami budhe Harmini adalah kakak kandung Suharti Mintowati ibu pak Broto. Sedang Budhe Harmini kakak kandung mendiang Asih istri pak Broto.
"Pak ... pak ..." panggil Budhe Harmini pada pakde Harjo.
"Ada apa bu? Kok kelihatannya keluar tanduknya." ejek pakde Harjo melihat budhe Harmini bersungut-sungut setelah menelpon
keponakannya.
"Itu lho Pak, Broto ponakanmu mau nikah lagi. Aku tanya baik-baik malah marah. Teleponku pun dimatikan sepihak." terangnya.
"Biarkan saja bu. Bukan urusan kita. Broto sudah bukan anak kecil lagi."
"Eh ... nggak bisa begitu pak." jawab budhe Harmini. "Huh laki-laki di mana-mana sama saja. Pikirannya pendek. Nggak mau dengerin pendapat orang lain." gerutu budhe Harmini dan beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Anonymous
mantan operator tlp seluler ya thor. sampai hapal sekali
2022-06-08
0
Anonymous
kapok kan, Menik kabur
2022-06-08
0
Anonymous
Menik juga aneh, sudah pasti mbah minto akan mendukung anaknya
2022-06-08
0