...SELAMAT MEMBACA...
Suasana sontak menegang. Para tamu undangan mundur ke belakang, berdiri di sudut ruangan dengan wajah ketakutan. Andre memeluk Tivani dari samping. "Papa kamu?" tanya Andre membuat Tivani mengangguk pelan.
Hendery menghimpit Chalodra di belakangnya, kedua tangannya mengepal kuat dan rahang kokohnya semakin mengeras. Otot hijau kebiruan itu menonjol di leher Hendery. Carlon seakan mengejeknya dengan tersenyum miring melewatinya.
Carlon menaiki panggung, menyimpan pistolnya di saku celana. Dia mengembangkan senyumnya, seraya merentangkan tangan pada Tivani. "Anak Papa sudah mau menikah, ya?" Terlihat Tivani tidak menanggapi ucapan Carlon dengan indah. "Kenapa tidak undang Papa, hm?" Sebelah alisnya terangkat.
Carlon menatap Andre dengan tajam seakan menantang. "Sekali saja kamu sakiti anak saya, habis kamu," ucap Carlon penuh penekanan. "Hey!" Carlon berbalik, melihat mereka yang ketakutan, tetapi dirinya merasa senang. "Tidak perlu takut. Saya Papa dari Tivani. Silakan nikmati pestanya!"
Namun, tidak ada yang mendengarkan Carlon, semua orang terlihat bingung dengan tujuan pria itu. Tidak mungkin Carlon menodong pistol, jika hanya untuk mengunjungi anak sulungnya. Carlon melangkahkan kaki, menyorot Chalodra dengan tatapan yang dibuatnya ramah.
Chalodra di tempatnya berpikir, bahwa itu adalah Carlon, orang yang ingin membunuhnya. 'Artinya, yang mau bunuh aku itu ... Papa Mas Hendery.' Batin Chalodra. Dia mendongak melihat Hendery di depannya terlihat melindunginya.
Carlon berjalan mendekati Hendery yang menatapnya tidak suka. Carlon tersenyum tipis, sedikit mengintip Chalodra. "Istri kamu ya, Hendery?"
Hendery tidak menjawab, bahkan matanya melotot pada pria di depannya itu.
"Chalodra Agatha, anak dari Charleston Anggara," lanjut Carlon. Kedua kepalan tangan Hendery semakin mengerat, Hendery menutup pergerakan Chalodra agar Carlon tidak dapat menjangkaunya.
Jantung Chalodra berdebar, manik matanya berkaca-kaca sebab pelupuknya sudah banjir. Apa dia akan berakhir hari ini? Di sini?
Carlon tersenyum menang melihat wajah ketakutan putranya. Terlihat, wajah tegas Hendery memerah menahan amarah. "Jangan sentuh istriku!" cetus Hendery terdengar berat.
Carlon tersenyum miring, lalu melangkah cepat ke belakang Hendery. Suasana semakin mencengkram. Carlon mengunci pergerakan Chalodra dengan memegang kedua tangan Chalodra di belakang tubuh. Chalodra mendesis pelan merasakan nyeri menjalar di lengannya. Carlon menempelkan pistol di kening Chalodra.
"Lepaskan Chalodra!" bentak Hendery.
Taka mendekat, berdiri di samping kakak laki-lakinya. "Suruh semua orang pergi keluar!" pinta Hendery pada Taka.
Taka pun menjalankan perintah Hendery, menuntun semua tamu undangan keluar. Tivani juga Andre diajak Taka ke luar. Tidak ada yang membawa senjata untuk mengalahkan Carlon, kecuali Taka sendiri.
Taka kembali masuk dan berdiri di samping Hendery. "Ambil ini!" Taka memberikan Hendery sebuah pistol berwarna hitam.
Hendery mengikuti permainan pria tua itu, dengan menodongkan pistol balik. "Lepaskan atau aku tembak!"
Carlon kembali tersenyum miring. "Baiklah. Pilih saja, kau atau aku yang akan membunuhnya?"
Sialan. Hendery berdecih ke samping. Dia sudah naik pitam dibuatnya. Melihat Chalodra disentuh pria itu, Hendery membencinya. Sangat tidak menyukainya. Kebencian Hendery terdapat Carlon, bertambah satu juta ribu.
Hiasan manik-manik dan bunga indah itu hancur dengan kedatangan Carlon. Benar-benar tidak punya akal dan hati, tega merusak pesta putrinya sendiri.
Hendery tidak berani melepaskan peluru pada Carlon. Bisa dipastikan, saat itu juga Carlon akan menembak kepala Chalodra.
Mata Chalodra sudah memerah, dia tidak sanggup menahan air matanya mengucur deras. "Mas," lirih Chalodra.
"Lepaskan istriku!"
Suara berat melengking Hendery terbuang sia-sia. Carlon bersikukuh mendekap tubuh Chalodra. "Kau atau aku yang akan melepaskan peluru ini?" Tidak mendapatkan jawab dari Hendery, Carlon berujar, "Oh, ayolah! Tanganku sudah gatal. CEPAT LAKUKAN ATAU AKU SENDIRI YANG AKAN MENGHABISINYA!"
Suara itu masuk dengan tajam di pendengaran Chalodra. Dia mencoba memberontak, tetapi tenaganya seakan tidak ada. Tubuh berotot Carlon, tidak sebanding dengannya. "Lepas!"
"Sstt! Suaramu terlalu indah, lebih baik simpan saja untuk berpamitan nanti!" balas Carlon.
Taka hanya membeku di tempat, melihat kakak laki-lakinya yang perlahan meneteskan air mata. Ini pertama kali, Taka melihat pria tangguh dan galak itu menangis. Taka menyorot Carlon dengan penuh kebencian, benar-benar tidak punya hati. "Lepaskan dia, Brengsek!"
"Hey! Kau berani memanggil Papamu seperti itu?"
"Aku tidak peduli! Kau bukan Papaku!"
"Lihat! Mereka membela anak dari seorang pembunuh," bisik Carlon di telinga Chalodra.
"Lepaskan aku!" mohon Chalodra.
"Tidak akan."
"LEPASKAN PUTRIKU!"
Seluruh atensi terarah pada laki-laki berjenggot yang berjalan mendekat, dengan sebuah pistol. "Lepaskan dia, Carlon!" bentaknya lagi.
"Wah wah, semakin seru ini. Lihat! Itu Ayah pembunuh," ucap Carlon.
Bulir air mata Chalodra semakin lolos. Tubuhnya bergetar hebat. "Lepaskan aku!"
Dua orang menodong pistol pada Carlon. "Tembak aku! Aku juga akan menembak dia," ujar Carlon.
Anggara berpakaian serba hitam itu mendekat, dia berjalan ke arah Carlon. "Berhenti! Atau aku menembaknya sekarang?!" kata Carlon. Tentu saja, Anggara menghentikan langkahnya.
"Hendery, cepat ambil keputusan!" kata Carlon.
Hendery geram sekali, dia mengigit giginya dengan kuat. Hendery mencengkram pistol di tangannya, lalu menghela napas berat. "Biarkan aku yang menembak Chalodra," kata Hendery.
Chalodra tersentak kaget, bibirnya mengatup menahan jeritan agat tidak keluar. Sedangkan Carlon melepaskan tawanya yang melengking. "Ayo, lakukan!"
Dengan berat hati, Hendery melangkah maju. Jari telunjuknya sudah bersiap untuk mengeluarkan peluru. Taka mematung di tempat.
Anggara menatap Hendery tidak menyangka. "Jangan sakiti dia, Hendery!" teriak Anggara.
Hendery tidak peduli lagi, dia akan menembak Chalodra. Sorot matanya, menyorot kebencian, tetapi bukan untuk Chalodra, melainkan benci pada dirinya sendiri.
Anggara di sana berdiri dengan kaki yang bergetar. Matanya memicing tidak suka. Merasa Carlon tidak memperhatikannya, perlahan tapi pasti, Anggara melepaskan pelurunya dengan bidikan, dada Carlon.
DOR
Chalodra menutup mata, bersamaan dengan suara teriakan dari luar ruangan yang serentak. Chalodra ambruk ke bawah, lemas setelah melihat darah mengucur di lengannya.
Bukan peluru Hendery, tetapi Anggara. Carlon melepaskan Chalodra, melangkah mundur. "Lihat! Ayahnya sendiri yang menembaknya!" seru Carlon. Lalu dia melenggang pergi.
Hendery memangku Chalodra dalam pelukannya, bahkan dari yang keluar dari lengan Chalodra mengotori celana Hendery.
Tadinya, Carlon sadar dengan pergerakan musuhnya. Ketika peluru itu lepas, Carlon menarik tubuh Chalodra, sehingga lengan Chalodra tertusuk peluru.
Hendery mengguncang tubuh Chalodra yang tidak sadarkan diri. Hendery mendongak melotot pada Anggara. "Apa yang Anda lakukan?!"
"Ayo, Kak, cepat bawa ke rumah sakit!" ajak Taka.
Hendery segera menggendong Chalodra menuju mobil. Di dalam lift untuk mencapai lantai bawah, Hendery melepaskan jasnya dan mengikatkan bagian lengan di tangan Chalodra yang terluka. Berharap wanitanya tidak kehilangan banyak darah, dengan cara menghentikan pendarahannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments