Matahari siang menyengat kulit wajah Hendery, membuat laki-laki itu menyipitkan matanya. Hendery duduk di bangku kayu yang baru saja dibawanya dari bawah. Dua jarinya mengapit rokok. Hendery menyesapnya dengan nikmat. Pandangannya tertuju pada bunga mawar.
Chalodra berjalan pelan menghampiri suaminya itu. Tangan Hendery bergerak ke belakang membuat rokoknya menyengat kulit tangan Chalodra. Hendery tidak tahu, sontak dia menoleh mendengar ******* Chalodra.
"Auh, esh!" desis Chalodra. Dia memegangi tangan kirinya, tepat di atas luka semalam.
Hendery membuang rokok itu dari tangannya, menghembuskan asap dari mulutnya. "Cha!" Hendery menarik tangan Chalodra, mendudukkan istrinya di sofa. Hendery berjalan cepat mengambil air di kamar mandi.
Hendery mengusapkan kain tipis basah ke luka bakar Chalodra. Dengan lembut Hendery mengobatinya, sambil sesekali melihat wajah Chalodra yang meringis. "Maaf, Cha," ucap Hendery.
Chalodra tidak membalas, dia menahan air matanya agar tidak menetes. Perih, rasanya seperti makan nasi basi. "Mas, sakit," aduh Chalodra.
"Kita ke rumah sakit," ujar Hendery tidak tahan mendengar keluh istrinya. Dengan cepat Hendery menggendong Chalodra, menatap lamat netra cokelat milik Chalodra.
"Dikasih pasta gigi saja, Mas," kata Chalodra sambil mengalihkan pandangannya.
"Nanti infeksi. Kita ke rumah saja saja." Hendery melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Dia membawa Chalodra menuruni tangga, lalu memasukkan istrinya ke dalam mobil mewahnya.
Ini adalah kali pertama, Chalodra berada di dalam mobil bersama Hendery. Chalodra tidak henti menatap wajah tampan suaminya itu dari samping. Hendery yang sedang mengemudi terlihat begitu indah untuk dilewatkan.
.....
Hendery melihat Chalodra yang sedang diperiksa dengan sorot mata ketakutan. Ini salahnya, Hendery takut luka bakar Chalodra akan serius. Padahal, Chalodra sudah menenangkan suaminya itu agar tidak terlalu khawatir.
Chalodra mengukir senyum tipis pada Hendery yang berdiri di samping brankar. "Luka bakar biasa kan, Bay?" tanya Chalodra pada dokter laki-laki itu.
Dokter bayu, teman lama Chalodra saat di bangku SMP. Keduanya bahkan satu bangku sampai harus berpisah di jenjang SMA. "Tenang saja, Cha! Satu minggu lagi juga sembuh," jawab Dokter Bayu.
Dokter Bayu membalut luka bakar Chalodra dengan perban, setelah mengoleskan racikan obat pada tangan Chalodra.
"Mas, dengar? Luka ringan," ujar Chalodra menenangkan suaminya itu. Hendery menghela napas gusar, dia sangat mengkhawatirkan kondisi Chalodra.
"Perhatian sekali suami kamu, Cha," ucap Dokter Bayu membuat Hendery memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Iya, dia sayang sekali denganku," balas Chalodra, berniat membuat Hendery panas. Dokter Bayu tersenyum lebar, hingga mata sipitnya semakin tidak terlihat. "Kalau ketawa jangan tutup mata, Bayu!" ledek Chalodra.
"Kalau senyum jangan manis-manis! Nanti yang lihat diabetes," balas Dokter Bayu.
Keduanya saling melemparkan senyuman, tetapi Hendery sama sekali tidak tertarik dengan hal itu. Sebenarnya, ada api yang membara di dalam hati Hendery. Namun, sebisa mungkin Hendery menyembunyikan perasaan cemburu itu.
Sudah lama, semenjak SMA Chalodra tidak bertemu Dokter Bayu. Katanya, laki-laki itu disuruh Papanya untuk melanjutkan pendidikan di Singapura dan hal itu tidak sia-sia. Bayu Dirgantara menjadi dokter hebat dan terkenal di dua negara. Bahkan Bayu juga merupakan senior dokter bedah.
"Sudah berapa lama, Cha?" tanya Dokter Bayu.
Mereka sedang duduk kursi yang masih berada di dalam ruang periksa. Hendery sekilas melirik Chalodra dengan sinis, karena Chalodra menanggapi Dokter Bayu dengan bersemangat. Hendery melipat kedua tangannya di depan dada.
"Sekitar empat bulan," jawab Chalodra agak bimbang dengan jawabannya.
"Ini salep dioles waktu mau tidur. Jangan sampai terkena air saat baru dioles!" tutur Dokter Bayu. Chalodra menerima kotak berisi salep itu. "Mas, kamu beruntung sekali bisa mendapatkan Chalodra. Dulu, saya sampai jungkir balik mengejar Chalodra."
Hendery sontak melemparkan tatapan tajam pada Dokter Bayu. Memang, Hendery tidak tahu siapa dan di mana dia harus bersikap seperti itu. "Saya tahu," jawab Hendery ketus.
"Suami kamu mudah cemburu ternyata, Cha," celetuk Dokter Bayu.
Chalodra manahan tawanya agar tidak lepas. Bayu memang seperti itu, selalu jujur dengan ucapannya. "Pantas saja kamu belum menikah," pekik Chalodra.
"Aku belum menikah karena masih belum bisa melupakan kamu, Cha."
Chalodra ingin sekali memukuli laki-laki di depannya itu. Muncul rasa takut di hatinya setelah melihat wajar merah Hendery. "Bayu udah!"
"Mas, kalau kesusahan urus Chalodra, kasih tahu saya! Nanti saya bantu jadi suaminya," ujar Bayu.
Hendery melotot membuat Bayu meneguk ludah kasar. "Terima kasih," ucap Hendery penuh penekanan. "Ayo, Cha!" ajak Hendery melenggang keluar ruangan.
Chalodra masih mematung, pasti setelah ini Hendery akan marah-marah padanya. Sebelum itu, Chalodra mencubit lengan Bayu. "Jangan seperti itu, Bay!"
"Aku sengaja, Chalodra. Aku tahu kamu tertekan. Aku jamin, setelah ini suami kamu itu akan menjaga kamu lebih baik," ujar Bayu.
Chalodra mengangkat kepalan tangannya pada Bayu, tetapi tidak sanggup memukul wajah tampan laki-laki itu. Chalodra lebih baik menyusul Hendery.
Niat Bayu memang bagus, agar Hendery menjaga Chalodra dan supaya Chalodra tahu, Hendery selalu ingin melindunginya dari pria lain. Namun, cara Bayu salah dan sekarang malah membuat Hendery marah.
Di dalam mobil terasa begitu menegangkan. Hendery menancapkan gas dengan kencang membuat Chalodra berpegangan pada sabuk pengaman. "Mas, jangan seperti ini!" tegur Chalodra. Namun, Hendery acuh dan melihat fokus ke depan.
Mobil kencang Hendery membelah jalan, sangat cepat seperti seekor kijang. Wajah merah padam Hendery terlihat jelas, bahwa dirinya sedang menahan amarah. Saat sampai di rumah, Hendery melangkahkan kaki meninggalkan Chalodra.
Di kamar, Hendery membanting pintu membuat Chalodra bergidik ngeri. Napas Hendery memburu membuat pundaknya naik-turun. Chalodra memundurkan tubuhnya saat Hendery berjalan maju mendekat.
"Mas?" Suara lirih Chalodra, tubuhnya yang bergetar hebat, membuat Hendery menghembuskan napas berat. Melihat Hendery menunduk, Chalodra mengerutkan alisnya.
Dump!
Tubuh Chalodra ditarik paksa oleh Hendery, mendekap Chalodra dengan erat. Terdengar degup jantung Hendery di telinga Chalodra. "Mas?"
"Jangan tinggalin Mas, Cha! Janji!" Suara berat itu membuat Chalodra mengulas senyum tipis.
Padahal, Chalodra sudah berpikiran buruk pada emosi suaminya, tenyata Hendery malah memeluknya bahkan terasa erat. "Janji," jawab Chalodra.
Pelukan hangat itu, seakan tidak mau dilepas Hendery. Chalodra dengan senang hati membalasnya, bahkan lebih erat.
Matahari telah pulang, digantikan bulan yang sendiri dengan malam. Chalodra menyisir rambutnya sebelum tidur, dia mengambil salep dari laci nakas. Melihat Chalodra, Hendery yang sedari tadi bermain handphone menghampiri Chalodra.
Hendery mengambil alih salep itu dengan tangan besarnya. Menatap luka bakar Chalodra yang lumayan besar. Dengan lembut dan pelan, Hendery mengoleskan salep itu dengan jari telunjuknya. Mendengar desis keluar dari bibir Chalodra, Hendery menghentikannya. "Perih, Cha?" Chalodra mengangguk.
"Maaf, gara-gara aku."
"Mas, kamu tidak sengaja," ucap Chalodra.
Hendery mengulas senyum tipis, dia mengelus pucuk kepala Chalodra dengan lembut. "Kita tidur, ya?" Chalodra mengangguk cepat.
Hendery menyimpan kembali salep itu di dalam laci, lalu naik ke kasur dan merebahkan tubuhnya. Hendery merentangkan tangannya dengan senyum lebar. Chalodra mengerti, segera dirinya masuk ke dalam pelukan suaminya.
Chalodra menenggelamkan wajahnya di dada bidang Hendery, terasa nyaman dan hangat. Hendery mengelus pucuk kepala Chalodra, hingga menciumnya sangat lama.
"Selamat tidur, istriku," kata Hendery masuk dengan indah di telinga Chalodra.
"Selamat malam, suamiku."
Terdengar begitu aneh bagi Chalodra, mendengar kata-kata manis keluar dark mulut Hendery. Biar saja, tetapi mungkin hanya berlaku untuk hari ini.
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments