"Untuk besok saja, kamu boleh ke luar kamar. Tapi, hanya untuk masak," ujar Hendery seraya menaiki tempat tidur.
Chalodra yang sudah siap untuk tidur terbelalak kaget. "Yang benar, Mas?!" Hendery mengangguk membuat Chalodra berhamburan memeluk tubuh Hendery dari samping. "Makasih banyak, Mas!"
Hendery menjadi salah tingkah melihat wajah manis Chalodra. Untuk yang ke sekian kali, Hendery membuat Chalodra sangat bahagia.
...
Chalodra sangat bersemangat, dia bangun pagi untuk yang pertama kalinya. Langsung saja dia mengguncang tubuh suaminya yang masih tidur. "Mas, bangun!"
Hendery terlihat enggan membuka mata. Chalodra mendengus kesal, bibirnya mengerucut. "Aku pergi sendiri saja kalau begitu," ujar Chalodra.
Chalodra memandangi lamat-lamat wajah teduh Hendery. "Mas, aku masak dulu, ya?" bisiknya. Namun, Hendery hanya menggeliat.
Chalodra berdecak sebal, dia pun memutuskan untuk keluar kamar sendiri. Untuk yang pertama kalinya.
Chalodra melangkah menuruni anak tangga satu per satu dengan pandangan yang diedarkan. Ternyata, dirinya sekarang sedang tinggal di rumah yang sangat besar. Hanya terdapat sedikit barang, membuatnya terlihat lebih rapi dan bersih. Chalodra berjalan menuju dapur.
Bi Aya sangat terkejut melihat Chalodra menampakkan diri di hadapannya. "Non Chalodra?!" Bi Aya berjalan mendekati Chalodra yang melambaikan tangan padanya. "Non Chalodra kok di sini?"
"Nanti Den Hendery marah, bagaimana?"
"Non Chalodra harus segera kembali ke kamar."
"Nanti sarapannya saya antar, ya?"
"Shut!" Chalodra membungkam bibir Bi Aya dengan telunjuknya membuat wanita itu diam. "Mas Hendery sendiri yang suruh, Bi." Chalodra melenggang memasuki dapur.
"Yang benar, Non?" Bi Aya masih menganga, dia paling takut jika melihat tuannya marah. Melihat Chalodra mengangguk, Bi Aya mengembuskan napas lega. "Syukurlah."
"Kita mau masak apa, Bi?"
"Udang goreng sama sayur sop."
"Oke!"
Chalodra dan Bi Aya mulai memasak. Dapur itu hanya dipenuhi suara alat masak. Chalodra sangat bersemangat memotong wortel, dia sangat ahli dalam hal ini.
Banyak asisten rumah tangga milik Hendery, tetapi yang dipercaya untuk memasak hanyalah Bi Aya. Sedangkan yang lain, bertugas membersihkan rumah.
Sinar matahari yang masuk melalui cela fentilasi membuat laki-laki tampan itu mengerjap. Hendery meregangkan otot-ototnya, dia perlahan membuka matanya. Namun, istrinya itu sudah tidak terlihat di sampingnya. "Chalodra?!" Tubuh Hendery terduduk, dia linglung.
"Cha!" teriaknya. Jantungnya berdebar, seketika dia ingat hal yang dikatakan semalam. "Oh, iya. Semalam aku kasih izin Chalodra masak." Hendery beranjak turun dari tempat tidurnya.
Saat mengecek pintu, benar saja kuncinya sudah terbuka. "Cha," ucapnya pelan. Dia sangat ketakutan akan kehilangan istrinya itu.
Hendery menghela napas lega melihat istrinya benar-benar memasak di dapur. "Cha, kenapa tidak membangunkan Mas?!" tegur Hendery berjalan mendekati Chalodra.
Chalodra menoleh dan tersenyum tipis. "Aku sudah membangunkan Mas tadi. Tapi Mas tidak bangun."
Hendery mengangguk. Dia berdiri memandangi Chalodra yang memotong kentang, sedangkan Bi Aya menggoreng ayam.
Saat sedang asik melihat Chalodra, tiba-tiba suara menakutkan menggema di rumah Hendery. "Hen!"
Hendery tersentak kaget, dia menoleh. Carlon sedang berjalan mendekati dapur. Hendery celingukan mencari tempat sembunyi untuk istrinya. "Cha, cepat sembunyi!" pinta Hendery.
"Kenapa?" tanya Chalodra menatap polos Hendery.
"Sudah cepat sembunyi!" Hendery panik.
Bi Aya bergegas menarik tangan Chalodra agar menjauh dari tempat. Bi Aya membawa Chalodra bersembunyi di samping almari es. "Diam di sini ya, Non!" tutur Bi Aya, lalu berjalan menjauh.
Hendery melangkah cepat menghampiri Carlon. Untung saja pria itu tidak sampai di dapur. "Ada apa?" tanya Hendery ketus seperti biasa.
"Aku ingin memberi tahu tentang anak Anggara."
Hendery menahan ekspresinya agar tidak terlihat terkejut. "Kita bicarakan di ruang tamu."
Chalodra kebingungan, tidak tahu kenapa dirinya disuruh sembunyi.
...
Dua laki-laki itu saling melempar tatapan tajam. Carlon tidak pernah terlepas dengan minuman kerasnya. "Alkoholnya sedikit sekali," ujarnya melihat kandungan alkohol pada botol itu. Hendery tidak menanggapi.
"Jadi, tangan kananku telah menemukan keberadaan putri Anggara."
"Perempuan itu ternyata sudah menikah dengan seorang pengusaha."
"Tepatnya masih satu kota dengan kita sekarang."
Mendengar itu, detak jantung Hendery seakan berhenti. Bagaimana jika nanti Carlon menemukan titik keberadaan istrinya itu.
"Hanya itu," lanjut Carlon. Hendery menghela napas lega.
Kedatangan Carlon kali ini membuat jantung berpesta. Hendery sangat takut orang itu melihat istrinya, karena setahu Hendery, Carlon sudah mengetahui wajah putri Anggara. Namun, takdir masih berbaik hati pada Hendery.
Setelah Carlon pergi dari rumah Hendery, dia segera membawa Chalodra kembali ke kamar. Chalodra sempat merengek ingin lanjut memasak, tetapi melihat wajah marah Hendery, nyali Chalodra menciut.
Chalodra menunduk sedari tadi, bukan sedang takut tapi marah. Bibirnya mengerucut membuat pipinya menggembung. Hendery menatap tajam ke arahnya, laki-laki itu berdiri di depan Chalodra.
Meski tengah marah, Chalodra lebih takut melihat wajah menakutkan suaminya. Jadi, dia memutuskan untuk menunduk dan melipat kedua tangannya di depan dada. Hingga dia kelepasan mendengus kesal. Chalodra mati kutu waktu itu juga.
"Maaf. Setelah ini kamu dilarang keluar kamar." Suara berat Hendery dan keputusannya yang egois membuat Chalodra mendongak.
"Kenapa aku tidak boleh keluar?!"
"Apa karena orang itu tadi? Siapa dia?" Chalodra belum melihat Carlon, tetapi hanya mendengar suaranya.
"Cha, kamu harus menurut. Ini demi kebaikan kamu. Kita tunggu aman dulu, setelah aman kamu boleh keluar," ujar Hendery mencoba membuat istrinya mengerti.
"Tapi aku bosan di kamar terus, Mas!"
"Kamu mau apa, supaya tidak bosan?" tawar Hendery.
Chalodra mengetuk dahinya, mencari ide. Kira-kira apa yang bagus sebagai temannya. "Kucing!"
"Aku mau kucing!"
Hendery mengumpat dalam hati. "Oke, aku carikan sekarang." Hendery melenggang keluar kamar. Melihat suaminya sudah pergi, Chalodra bersorak kegirangan.
Namun, Hendery menghentikan langkahnya di depan pintu kamar. "****! Aku takut kucing."
Bagaimana bisa istrinya meminta kucing untuk menemaninya, padahal sejak kecil Hendery takut dengan hewan itu. "Jangan-jangan Chalodra sebenarnya psikopat?"
"Bagaimana dia bisa berani dengan seekor kucing?" Hendery bermonolog sendiri. Raut wajahnya terlihat seperti anak kecil yang melihat hantu. "Demi istri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments