Di dalam kamar, Chalodra duduk di kursi sembari menyisir rambutnya, bersiap untuk tidur. Hendery berfokus pada laptop di hadapannya, duduk di sofa kecil yang berada di sudut ruangan.
Dering ponsel milik Hendery menyita perhatian Chalodra. Hendery melihatnya, lalu berdiri mengangkat panggilan itu. Chalodra melihat Hendery melalui pantulan kaca, suaminya itu ke luar. Chalodra menoleh, melihat pintu itu sedikit terbuka.
Rasa penasaran membuat tubuh Chalodra bangkit. Berjalan perlahan mendekati pintu, melihat punggung Hendery yang membelakangi pintu.
"Sudah aku bilang, jangan telepon di jam segini! Aku mau berduaan sama Cha!" Hendery terlihat kesal pada lawan bicaranya. "Ada apa memang, Taka?"
Taka berada di rumahnya, berdiri di depan jendela, menatap ke luar. Raut wajahnya susah ditebak, seperti orang yang mempunyai rada gelisah yang tinggi. "Aku tahu tentang anak bungsu Anggara, kamu sudah tahu, kan?"
Sepasang mata Hendery melebar, tangan kirinya dimasukkan ke saku celana. "Dari mana kamu tahu, Taka?"
"Kamu sudah tahu dari lama, Kak. Kenapa tidak memberitahu aku?! Aku marah padamu."
"Ck, dari mana kamu tahu?!"
"Aku mencari tahunya semalam."
"Tidak ada yang tahu selain kamu?"
"Hanya aku ... dan kamu." Taka melenggang, mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Chalodra Agatha." Ucapan Taka membuat Hendery menunduk lemas. "Kakak tidak akan membunuhnya, kan?" tanya Taka memastikan.
Hendery menghela napas pelan. "Aku ... tidak yakin bisa melakukannya." Tubuh Hendery tersandar di dinding.
"Aku tahu, Kakak menikahi dia bukan karena cinta. Jika Kakak membunuh Istri Kakak, itu sama saja Kakak adalah iblis." Ujaran Taka terdengar menusuk hati kecil Chalodra.
"Chalodra, aku tidak yakin bisa mencintainya. Juga tidak yakin untuk bisa membunuhnya," kata Hendery. "Baiklah, kita bicarakan di lain waktu." Hendery memutuskan obrolan secara sepihak.
Chalodra yang sedari tadi berdiri di balik pintu, sontak kembali ke tempat asalnya. Rambutnya diikat dengan jedai. Hendery masuk ke dalam, melirik Chalodra sekilas.
Helaan napas panjang ke luar dari mulut Chalodra. Dia duduk di samping Hendery yang terlihat sudah selesai dengan pekerjaannya. Pria itu menutup laptopnya, melirik ke arah istrinya.
"Ada apa?" Suara berat Hendery membuat Chalodra bergidik ngeri sebelum bertanya.
"Aku mau tanya." Chalodra gugup, mulutnya terbuka lalu tertutup. Chalodra menunduk tidak berani menatap Hendery. "Maaf, tadi aku dengar pembicaraan kamu saat telponan."
Hendery melotot, dia membuang muka. "Kamu lancang, Cha," tegur Hendery tapi terdengar pelan kali ini. Belum saja.
"Aku dengan nama aku, sama membunuh. Maksudnya apa?" Chalodra mendongak pelan, melihat rahang kokoh Hendery dari samping.
Urat leher Hendery terlihat menonjol, membuat Chalodra meneguk ludah.
"Kamu gak perlu tahu. Kamu sudah buat aku marah dengan menguping pembicaraanku, Chalodra."
Hendery menyebutkan namanya dengan lengkap. 'Chalodra' membuat gadis itu yakin Hendery sedang menahan emosinya.
"Ma-maaf, aku janji tidak akan begitu lagi." Chalodra terbirit-birit ke tempat tidur, menyembunyikan tubuhnya di bawah selimut tebal.
Hendery tertawa tipis melihat tingkah istrinya yang ketakutan. Sering Hendery berpikir, apa dirinya begitu menakutkan di pengelihatan istrinya?
"Aku mau pergi, Cha," ucap Hendery berjalan mendekati Chalodra.
Chalodra membuka Selimutnya, kepalanya muncul membuat Hendery memalingkan wajahnya. Hendery berdiri membelakangi nakas, tangannya bergerak mengambil benda besi dari dalamnya, Hendery seperti menyembunyikan dari Chalodra.
Chalodra yang mendongak bisa melihat tubuh tinggi Hendery, terlihat seperti ukiran roti di perut suaminya. "Ke mana?"
"Cari istri baru." Tangan Hendery mendarat lembut di kepala Chalodra, dielus hangat pucuknya.
Chalodra menatap kepergian Hendery dengan kosong. "Hah?" Patut diapresiasi kelemotan Chalodra.
Chalodra kembali bersembunyi di balik selimut biru tebal itu. Membiarkan setengah jiwanya mengunjungi alam mimpi.
Suara ricuh dari luar kamar membuat matanya terbuka secara kasar. Jantungnya berdebar hebat. Suara tembakan membuat bulu kuduk nya berdiri. Suara peluru yang lepas dari tempatnya terdengar berulang kali di pendengaran Chalodra.
Brak
Pintu kamar dibuka kasar, menampakkan sosok mengerikan. Kemeja putihnya berlumuran darah segar. Senyum miring yang ditampakkan mengancam Chalodra. Anehnya, sosok itu memiliki wajah suaminya, Hendery.
"Mas Hendery?" gumam Chalodra pelan. Selimut yang menutup setengah badannya dicengkeram kuat. Kedua kakinya di lipat. Bibir Chalodra bergetar melihat Hendery mendekat sambil menodongkan pistol.
Hendery berada tepat di depan tempat tidur, membelakangi pintu. Kepalanya miring, matanya sayup, mengerikan dan aneh. "Aku akan membunuhmu ... Chalodra Agatha." Hendery tersenyum miring. Chalodra menggelengkan kepalanya.
Jari telunjuk Hendery bergerak, akan melepaskan peluru dari dalamnya.
DOR
"Gak!" Tubuh Chalodra terduduk paksa. Napasnya memburu, degup jantungnya bisa didengar, dia usap wajahnya kasar menyadari itu adalah mimpi. Chalodra ketakutan. "Mimpi sialan," umpat Chalodra memukulkan tangannya ke kasur.
Pintu kamar mandi dibuka, Chalodra menoleh, tetapi segera dia berpaling ke arah lain. Hendery yang bertelanjang dada tersenyum kesenangan, dia berjalan ke arah lemari, yang tentunya melewati Chalodra. Chalodra segera menoleh lagi ke arah lain.
"Kenapa, Cha?"
"Aku sudah bilang, pakai baju kamu dari kamar mandi!"
"Siapa kamu suruh-suruh aku?"
"Istri kamu." Matanya Chalodra membulat, tangannya bergerak menutup mulut.
"Oh, sekarang sudah mengaku, ya?" Hendery kembali menutup pintu almari, dia masih belum mengambil baju. Chalodra sedikit melirik, ternyata Hendery sedang berjalan mendekatinya.
"Mau apa kamu, Mas?!"
"Cium paginya belum." Hendery naik ke kasur, dia merangkak, meletakkan dagunya di pundak Chalodra.
Chalodra meneguk ludah, merasakan deru napas Hendery di daun telinganya. Sesuatu meraba perutnya, Chalodra merasakan geli pada sentuhan kulitnya. Tangan besar Hendery memeluknya dari belakang. Pria itu tidak karuan.
"Hari ini, Mas mohon jangan ke luar. Tetap di kamar!"
Chalodra baru membuka mulut untuk bertanya kenapa, tetapi Hendery langsung menyambar, "Jangan tanya kenapa, kamu harus nurut sama suami!"
Hendery mengendurkan pelukannya, dia kembali ke sebuah almari, mengeluarkan kaos oblong dari dalamnya. Ternyata orang itu punya baju selain setelan jas.
Chalodra mengerutkan dahinya. Dia tidak lepas dari tubuh indah Hendery. Tidak, Chalodra sedang memikirkan sesuatu. Bukankah hari ini hari minggu? Dan kenapa Hendery memperingatinya, padahal biasnya tidak pernah.
Hendery merapikan kaosnya, tubuh bawahnya masih tertutupi handuk. Dia menoleh ke arah Chalodra. "Cha! Kamu lihat apa?"
Chalodra mengedip, sadar dan memalingkan wajahnya. "Kamu mau lihat aku ganti ****** *****?" tanya Hendery. Chalodra mati kutu.
Gadis itu gelagapan dan berlari ke kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Pujiati
Ujian Kesetiaan mampir lagi kak....semangat💪
Mampir jika berkenan di Ujian Kesetiaan ya kak. Pejel_manis
2022-06-03
0