Suara berisik sejak tadi membuat Chalodra susah untuk memasuki alam mimpi. Decitan hingga tabrakan sesuatu membuatnya amat penasaran. Chalodra segera mendudukkan tubuhnya. Chalodra mencoba mendengarkan sumber bunyi berisik itu, yang rupanya berada di kamarnya sendiri. "Suara tikus?"
Chalodra bergidik ngeri, dia beranjak turun dari tempat tidur. Suara tikus yang jelas itu berada di belakang almari. Chalodra mendekatinya. Benar saja ia ada di sana.
Chalodra kembali membawa kemoceng yang dia ambil dari nakas. Dia berkuda-kuda akan memukul tikus itu jika keluar. Namun, pukulan pertama tidak mengenainya, ia berlari ke pintu. Chalodra melangkah mundur, keberaniannya sudah menciut.
Tikus itu berukuran besar. Chalodra naik ke tempat tidur, dia merengek ketakutan. Merasa kesal, Chalodra melemparkan kemoceng yang dipegangnya hingga bertabrakan dengan pintu.
Brak
Chalodra bersembunyi di balik selimut. Jika kecil, dia memang berani, tetapi melihat ukurannya yang besar membuat Chalodra ngeri.
Di balik pintu, seorang pria berjalan mendekat. Dia mendengar suara berisik saat melewati kamar Hendery. Carlon penasaran. Kedua tangannya dimasukkan ke saku, keningnya berkerut. Chalodra dalam bahaya.
Gagang pintu kamar sudah dipegangnya, gawat! Tangan Carlon bergerak naik turun, tetapi tak kunjung terbuka. Pintu kamar dikunci. Tidak lama, Hendery datang dan menjauhkan tangan Papanya dari sana.
"Mau apa?" tanya Hendery dengan tatapan sinis tidak suka.
"Aku mendengar suara berisik dari dalam kamar mu," jawab Carlon.
Hendery terbelalak, tetapi segera dirubah raut wajahnya menjadi tenang. Belum sempat Hendery berujar, Carlon menyahuti, "Ah ... pasti ada wanita, ya?"
Hendery tersentak kaget. Tiba-tiba jantungnya berdebar, rasa takut menyelimutinya. "Iya, ada kekasihku," ungkap Hendery.
Carlon tersenyum miring. Dia menepuk pundak Hendery. "Aku mau bertemu dia."
"Tidak. Dia sedang sakit. Lebih baik Anda pulang. Bukankah urusan kita sudah selesai?" Hendery dingin. Bukan apa, dia hanya tidak mau Carlon tahu siapa wanita yang Hendery maksud.
"Kamu sangat posesif. Padahal aku ingin." Carlon menjilat bibir bawahnya membuat otot leher Hendery menegang. "Aku bercanda. Ya, selamat bersenang-senang!" Carlon melenggang pergi. Sesekali dia menoleh mengamati pintu kamar Hendery.
Saat pria itu sudah pergi dari rumahnya, Hendery segera masuk ke kamar. Begitu kagetnya Hendery melihat kamarnya yang berantakan.
Selimut, bantal, dan guling berserakan di lantai. Ditambah keadaan istrinya yang acak-acakan. Tubuh Chalodra yang bergetar berada di atas kasur, gadis itu mengigit jarinya. Hendery langsung berlari ke arah Chalodra. "Kamu kenapa?"
"Ada tikus," ucap Chalodra menunjuk tikus yang berada di atas meja rias. Alat make-up Chalodra sudah berceceran, bedaknya bahkan sudah pecah.
Hendery menghembuskan napas panjang. Dia mengambil kemoceng dari lantai. Perlahan, Hendery bersiap memukul tikus besar itu. Chalodra tercengang melihat aksi Hendery yang sama saja sepertinya.
Saat Hendery akan mendaratkan kemoceng di tangannya ke tubuh tikus itu, ia berlari kecil ke arah Chalodra. Hewan hitam itu melewati tubuh Chalodra, Chalodra berjingkrak turun dari kasur. "Akh!" teriaknya nyaring.
Hendery pantang menyerah. Tikus itu seakan mengejar Chalodra, dia berlari ketakutan. Hendery mengejar tikus itu hingga kepala Chalodra terlempar kemoceng, membuat gadis itu meringis pelan.
Tikus hitam berlari keluar kamar, Hendery dengan gesit menangkapnya. Sekarang hewan maniak itu berada di tangannya. Dengan jahil, Hendery mendekatkan genggaman tangannya ke arah Chalodra. Chalodra berjingkrak kaget.
Hendery membuang hewan itu ke jendela. Si tikus berlari tanpa arah.
Hendery berjalan mendekati Chalodra yang sejak tadi memandangnya. Hendery berjongkok, mengusap lembut pipi Chalodra. "Kamu tidak apa?" tanya Hendery. Chalodra menggeleng sambil tersenyum. Warna merah yang berada di pucuk kening Chalodra membuat Hendery membulatkan mata. "Kamu terkena lemparan aku tadi, ya?"
"Gak apa, sakit sedikit," ucap Chalodra.
"Aku ambil obat dulu," ujar Hendery menegakkan tubuhnya, lalu berjalan ke nakas. Dia kembali dengan kotak obat.
Chalodra yang duduk di tempat tidur meringis pelan, kala lukanya diusap obat oleh Hendery. Wajah datar laki-laki itu terlihat tegas. "Maaf," kata Hendery pelan, tetapi tetap terdengar di telinga Chalodra.
"Gak aku maafin," sahut Chalodra.
Hendery langsung melemparkan tatapan tajam pada gadis di depannya itu. "Kamu bilang apa?" Suaranya pelan tapi berat membuat Chalodra bergidik ngeri.
"Dimaafkan." Chalodra menunduk malu. Dirinya ingin menjahili suaminya, tetapi yang ingin dijahili menakutkan.
"Tadi hampir saja kamu ketahuan," celetuk Hendery.
Chalodra mengerutkan dahinya lantaran tidak mengerti dengan maksud leleki itu. "Tadi, ada pria yang suka main wanita. Dia dengar suara berisik, hampir saja masuk ke kamar. Tapi aku datang tepat waktu dan menyelamatkan kamu," jelas Hendery. "Jadi, kamu harus berterima kasih sama aku."
Chalodra menganga, dia meneguk ludah. Tidak terbayang jika pria hidung belang itu masuk ke kamar, seperti itu pikiran Chalodra. "Terima kasih, Mas. Aku tidak bisa membayangkan jika benar-benar terjadi," ucap Chalodra dengan suara bergetar.
Hendery terjebak, dia sendiri takut jika pria hidung belang karangannya akan melakukan hal itu. "Tidak. Bukan maaf yang seperti itu. Aku mau versiku sendiri," pekik Hendery.
"Apa?"
Hendery tersenyum miring, dia mendekatkan wajahnya dengan Chalodra. Gadis itu memejamkan erat matanya. Bibir keduanya saling bersentuhan. Kecupan singkat diberikan Hendery pada Chalodra. Hendery menjauhkan wajahnya, Chalodra tersipu.
"Maaf! Bibi gak sengaja!" celetuk Aina yang berada di tengah pintu membuat mereka berdua berjingkrak kaget. Aina tercengang sejenak menyaksikan adegan ciuman itu, lalu bergegas pergi dari tempat.
Hendery menegakkan tubuhnya. Wajahnya diraup kasar. Bagaimana bisa dirinya dipergoki ciuman oleh pembantunya?
"Mas, sih! Gak tutup pintu," pekik Chalodra.
Hendery langsung menyorot tajam Chalodra, hingga gadis itu salah tingkah.
"A-aku bersihkan dulu, ya?" katanya seraya beranjak turun dari tempat tidur.
Hendery tersenyum tipis melihatnya. "Biar aku yang bersihkan," ucap Hendery menghentikan Chalodra.
"Aku saja, Mas."
"Tidur, Cha! Biar aku."
"Berdua!" putus Chalodra.
Akhirnya Hendery setuju. Mereka merapikan barang-barang yang berserakan di lantai. Chalodra memelas pada Hendery yang berada di sampingnya. Bedak yang berada di tangan Chalodra sudah hancur. "Mas, belikan yang baru, ya?" katanya.
"Iya, besok aku belikan. Mau berapa? Satu tokoh?"
"Jangan sembarangan, Mas. Ini bedaknya langka, karena jenis bedak lama."
"Yang penting bedak, Cha."
"Mau yang kayak gini!" Chalodra merengek. Bibirnya mengerucut, pantatnya didudukkan di kursi.
"Jangan gitu bibirnya! Mau aku cium?" celetuk Hendery. Chalodra dengan cepat menutup rapat mulutnya dengan tangan. "Besok aku belikan yang seperti itu."
"Janji?" Chalodra mendongak, maniknya berkaca-kaca membuat Hendery menahan gemas. Jari kelingkingnya diangkat.
Namun, Hendery tidak mau menautkan jarinya. "Janji." Chalodra hanya mengangguk singkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments