Malam gadis itu seperti biasa, keheningan membuatnya bosan. Ada televisi, tetapi tidak tersambung dengan listrik.
Pandangannya kosong, hanya tertuju pada pintu datar yang gagangnya naik turun. Tubuh Chalodra yang awalnya berbaring, segera ia dudukkan. Bersiap akan kejadian hari ini.
Pintu kamar terbuka lebar, dibanting dengan keras. Terlihat sosok lelaki gagah yang kesusahan berjalan. Ditutup kembali pintu itu, tidak lupa untuk dikunci. Dia menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bertaring. Matanya menyipit menyoroti Chalodra yang mematung. Dia berjalan mendekati tempat tidur.
Ditarik lengan Chalodra sampai membuat gadis itu tertarik hingga berdiri. Chalodra ketakutan. Wajah lelaki yang sangat tidak bersahabat itu semakin mendekat, aroma alkohol menyeruak hidung Chalodra. Chalodra mendengus menolak bau busuk itu.
"Chalodra, kamu sialan!" umpatnya tepat di telinga kanan Chalodra.
Chalodra mencoba memberontak, melepaskan tangannya dari genggaman erat suaminya. Hendery sangat menakutkan, dan apa itu tadi? Apa Hendery membenci Chalodra?
Helaian lembut tangan Hendery menyelipkan rambut Chalodra di balik telinga. Chalodra tertegun, dia bisa merasakan jelas hembusan napas Hendery.
"Cha, kenapa harus kamu?"
"Kamu gak pantas dapat ini semua, Cha."
Bibirnya mengeram. Tangannya semakin erat menekan tangan Chalodra membuat gadis itu meringis pelan. "KAMU GAK PANTAS!" Dilempar tubuh Chalodra ke belakang.
Brak
Tubuh mungil, yang sudah terlihat kurus, menghantam almari yang terbuat dari kayu. Chalodra tersungkur, dia meringis kesakitan merasakan nyeri yang menjalar di punggungnya. Chalodra menunduk sedari tadi, dilihatnya cairan menetes di lantai. Dia raba keningnya, yang ternyata berdarah. Chalodra tidak berani bicara.
Hendery meringis, dia tidak menolong Chalodra, untuk melihatnya saja tidak. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Direbahkan tubuhnya di atas kasur, dengan posisi tengkurap. "Ah," desisnya saat seluruh ototnya meregang.
Chalodra tidak berani bergerak, dia ketakutan. Ingin sekali kabur dari rumah yang sudah menjadi neraka baginya, tetapi tidak bisa, Hendery selalu ingat untuk mengunci pintu dan memasukkan kunci itu ke dalam saku.
Rintik air mata sudah lolos keluar, tidak berdaya. Sekarang, kepalanya terasa berat seperti ditimpa batu. Disembunyikan rasa sedihnya di sela kaki miliknya yang sudah di lipat. Menangis sesenggukan tanpa mengeluarkan suara sangat menyakitkan. Hatinya sudah teriris dan menyisakan sayatan luka yang parah.
"Maksud kamu apa, Mas?" lirihnya.
"Apa sebenarnya alasan kamu menikahi ku?"
"Aku lelah."
Chalodra tengelam dalam kesedihannya hingga tertidur. Dia tidur beralaskan lantai, dengan tubuh yang dipeluk sendiri, memberikan kehangatan pada tubuh sendiri.
Kicau burung menderu. Sinar mentari memaksa masuk ke dalam ruangan. Posisi tubuh yang semula miring, kini menjadi terlentang, kedua tangannya direntangkan menguasai tempat tidur. Matanya mengerjap pelan, lalu dibuka sayu-sayu. Diedarkan pandangannya, maniknya melebar saat melihat istrinya berada di lantai dalam posisi tersungkur.
Bergegas dia mengangkat tubuh istinya dan dipindahkan ke kasur. Ditatapnya dalam wajah damai sang istri. Luka memar yang berada di dahi Chalodra membuat tangannya bergerak menyentuh luka itu.
"Cha," gumamnya lirih. Bersamaan, Chalodra membuka matanya dan merasakan perih pada keningnya. Refleks Chalodra bangkit dan mundur mengikis jaraknya dengan Hendery.
Hendery mengangkat alisnya, matanya memanas melihat tingkah Chalodra yang menjauhinya.
Chalodra ketakutan. Hendery naik ke kasur meraih tangan Chalodra.
"Cha, maaf, aku minta maaf. Aku obati luka kamu, ya?" Hendery beranjak turun dan mengambil kotak putih dari almari. Dia kembali menghampiri Chalodra.
Sendu Hendery melihatnya, Chalodra seakan melihat hantu. Hendery menghela napas dalam, lalu diusapnya luka Chalodra dengan kapas.
Lembut, Chalodra merasakan sentuhan lembut dari suaminya, setelah kejadian brutal semalam. Chalodra tidak berkedip memandangi wajah tampan Hendery.
"Cha, semalam aku mabuk. Aku kasar sama kamu, maaf, ya?"
Chalodra tidak mengangguk, juga tidak menggeleng. Dia diam terpaku. Tubuhnya tiba-tiba ditarik oleh tangan kekar Hendery, membuat wajahnya terjerumus ke dalam dada bidang suaminya.
Hendery mengelus lembut kepala Chalodra dengan tangan kanan, tangan kirinya memegangi punggung Chalodra untuk memperdalam pelukan.
Tangan Hendery mengendur, membuat Chalodra menunduk. Kerasnya tangan Hendery dirasakan kulit pipi Chalodra.
"Cha, aku minta maaf," ujar Hendery lagi.
Dengan lemas, Chalodra mengangguk pelan. Bibir sexy Hendery mendarat di kening Chalodra, kecupan hangat untuk yang pertama kali.
Seakan ada kupu-kupu yang mengitari perut Chalodra, seperti jatuh cinta. Chalodra tersipu, Hendery gelagapan lalu beranjak turun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi.
Setelah Hendery ke luar dari kamar mandi, Chalodra segera masuk untuk membersihkan diri. Saat hendak ke luar, bagai dihantam meteor, kepalanya terasa pusing. Chalodra menghentikan langkahnya, berdiri di ambang pintu. Hendery yang sedang mengancingkan bajunya langsung berlari menghampiri Chalodra.
"Cha, kamu kenapa?"
Chalodra tidak menjawab, kedua tangannya rambutnya frustrasi. Hendery mengendong tubuh Chalodra, dibawanya ke tempat tidur.
Dibaringkan tubuh Chalodra di kasur, dielus pucuk kepala Chalodra dengan lembut. "Pusing, Cha?" Suara berat Hendery terdengar lembut kali ini.
"Pusing sedikit, kemarin kamu dorong aku sampai kepalaku terbentur almari keras. Almarinya tebal, Mas!" Chalodra mengeluarkan isi hatinya, almari milik Hendery sudah seperti batu.
Hendery tertegun, dia menunduk sejenak. "Aku minta maaf, Cha. Kita ke rumah sakit, ya?"
"Gak perlu, Mas. Cuman butuh obat."
"Aku mau pergi, sebentar kok. Nanti sarapan kamu diantar sama Bibi, ya?"
Chalodra mengangguk sekali. Hendery tersenyum tipis, lalu meninggalkan kecupan di kening Chalodra sebelum melenggang pergi.
Suaminya selalu sibuk, jarang menyempatkan diri untuk sehari tinggal di kamar. Chalodra bahkan tidak tahu apa pekerjaan suaminya itu, pernah Chalodra berpikir bahwa Hendery adalah seorang maling, karena Hendery terlihat seperti kriminal.
Harinya seperti biasa, dikurung di dalam kamar, rebahan di kasur melewati suasana pagi di luar. Ingin sekali Chalodra kabur dari sini. Namun, apalah daya Chalodra tidak bisa melewati para penjaga yang ketat. Mereka bertubuh besar dan selalu berdiri mengelilingi rumah besar Hendery. Chalodra sering berpikir, berapa gaji yang diberikan suaminya? Sehingga mereka rela bertahan di bawah terik matahari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments