Hari-hari belakangan ini berjalan dengan baik, tidak ada masalah sedikit pun. Hendery juga sering pergi keluar, di dalam kamar menemani Chalodra. Bahkan, semalam mereka menonton film horor bersama.
Chalodra berteriak berulang kali dan kesempatan Hendery untuk memeluknya. Berakhir Hendery menonton sendiri karena Chalodra tertidur di dalam dekapannya.
Chalodra sekarang sedang merapikan pakaian yang semakin berantakan. Daripada tidak melakukan apapun, lebih baik dirinya mencari kesibukan. Setelah itu, Chalodra lanjut membersihkan debu yang semakin tebal di atas almari. Dengan keberanian, Chalodra bertumpu pada sofa dan ditambah kursi rias.
Chalodra menggerakkan kemoceng di tangannya, mengusir debu-debu yang menganggu. Alat pernapasannya terasa gatal, Chalodra terusik. Chalodra pun menggosok hidungnya. Lupa, bahwa dirinya tidak berpegangan pada apapun.
Bruk
"Akh." Chalodra merintih merasakan nyeri di punggungnya. Baru saja dirinya jatuh, beruntung Chalodra mendarat di sofa. Namun, jarak yang tinggi membuatnya tetap terasa sakit.
Chalodra memegangi punggungnya. Dia bergerak membenarkan posisinya menjadi duduk. Tanpa Chalodra sadari, pintu kamar terbuka menampakkan sosok Hendery dengan paperbag di tangannya.
"Cha, kamu kenapa?" tanya Hendery panik, meletakkan paper bag itu di lantai. Hendery melihat Chalodra memegangi punggungnya, membuat Hendery juga memegang anggota tubuh Chalodra.
"Aku jatuh dari atas, Mas," jawab Chalodra lirih.
Hendery melihat sofa tidak berada di tempat yang seharusnya, juga kursi di atasnya. "Kamu kenapa naik-naik seperti ini?!"
"Aku tadi membersihkan atas almari."
Hendery menghembuskan napas panjang. "Aku panggilkan Bi Aya, ya? Supaya kamu dipijat," kata Hendery hendak berdiri, tetapi Chalodra menahan tangan Hendery.
"Tidak usah. Sudah tidak sakit." Chalodra meregangkan otot-ototnya yang tadinya terasa kaku.
"Ini, Mas bawa sesuatu untuk kamu," ujar Hendery memberikan paper bag yang tadi dibawanya kepada Chalodra.
Chalodra langsung membukanya dan melihat isi di dalamnya. "Gaun?" Hendery mengangguk.
Dengan binar matanya, Chalodra mengeluarkan gaun pink itu dari dalamnya. Panjang, tanpa lengan, ukiran bunga, pernak-perniknya terlihat sangat elegan. "Kenapa harus pink?" tanya Chalodra.
"Kenapa? Tidak suka, ya?"
"No! Ini favorit aku!"
Hendery menghela napas lega. Sebenarnya, dia membelikan pakaian istimewa untuk sebuah tujuan. "Nanti kamu pakai ini! Kita akan ke pertunangan Tivani."
Chalodra membulatkan matanya, bahkan dirinya pikir Tivani itu sudah menikah. "Jadi, Kak Tivani akan tunangan hari ini?" Hendery mengangguk. "Kita harus memberikan hadiah!".
"Tidak perlu! Dia tidak suka dikasih," jawab Hendery dingin.
"Baiklah." Chalodra meneliti gaun indah yang sudah menjadi miliknya dengan senang. "Lalu, Mas pakai baju apa?"
"Pakai piyama," jawab Hendery. Tanpa sadar dirinya sedang melucu.
"Mas!" tegur Chalodra kesal. Dia memalingkan wajahnya dengan bibir yang berkedut.
Melihat Chalodra yang seperti itu, Hendery tidak mau melewatkannya. "Cha, mau cium, boleh?"
****! Kenapa harus minta izin. Chalodra menahan wajahnya yang memerah. Dengan berat hati, Chalodra mengangguk kaku.
Hendery mengulas senyum tipis, kedua tangannya menangkup wajah Chalodra. Perlahan, kedua hidung mereka saling bersentuhan. Chalodra bisa merasakan napas Hendery yang menerpa bibirnya. Namun, Hendery menundukkan kepala Chalodra dan mengecup lama kening Chalodra.
Chalodra membuka matanya lebar-lebar, merasakan pipinya yang memanas. Ini kali pertama, suaminya itu menciumnya dengan lembut.
"Takut keterusan," pekik Hendery, membuat Chalodra menyembunyikan wajah malunya di kedua tangannya. Padahal, Chalodra pikir lelaki itu akan mencium bibirnya. "Kamu pasti berpikir lebih ya, Cha?"
"Mas!" rengek Chalodra memukuli paha Hendery.
"Tangan kamu seperti angin, Cha. Tidak terasa meski kamu memukulnya dengan keras," cetus Hendery.
Chalodra membusungkan dadanya. "Aku dulu pernah ikut silat. Waktu perlombaan, aku dapat juara tiga!"
"Oh, ya?" Chalodra mengangguk. "Pasti lawannya balita."
"Ih! I hate you!" Chalodra melipat kedua tangannya di depan dada, membuang muka jauh-jauh dari suaminya itu. Namun, hal itu membuat Hendery menang, Chalodra terlihat menggemaskan di matanya sekarang.
"But i love you!" balas Hendery.
Sialan memang. Chalodra semakin dibuat salah tingkah oleh laki-laki itu. Perubahan drastis seorang Hendery, tetapi Chalodra sedikit merasa aneh, meski dirinya suka Hendery yang seperti ini.
.....
Karangan bunga dipadukan dengan pernak-pernik membuat acaranya terlihat sederhana tapi elegan. Hanya digelar di sebuah hotel bintang lima. Tidak terlalu banyak campuran umur, semua terlihat muda seperti Tivani.
Chalodra bergandeng tangan dengan Hendery. Berjalan selaras melihat sekitar. Binar mata Chalodra melihatnya dengan begitu takjub. Ada yang janggal di benak Chalodra. "Mas, Carlon itu tidak diundang kan?" tanya Chalodra.
Hendery sedikit terkejut, tetapi segera dinetralkan kekhawatirannya. "Tidak, Cha," jawab Hendery. Dia bahkan baru ingat, bagaimana jika pria itu tiba-tiba datang? Namun, dirinya dan juga Tivani sudah sepakat tidak akan mengundang Carlon.
Hubungan keluarga mereka memang sudah hancur melebur sejak dulu. Apalagi sikap egois Carlon, membuat anak-anaknya membencinya.
Tivani dan juga calonnya berada di sebuah meja makan, menikmati semangkuk ice cream. Tivani memang terlihat galak, tetapi dia akan berubah manis dengan orang yang dipercayainya.
Hendery bersama Chalodra menghampiri untuk menyapa. "Hai, boleh bergabung?" tanya Chalodra, dijawab anggukan oleh dua pasangan itu.
Tivani terlihat sangat cantik dengan gaun putihnya. "Tunggu! Kamu kak Andre?!" celetuk Chalodra. Sontak mengalihkan pandangan pada Chalodra.
"Kamu? Caca? Anaknya Tante Ratu?!" pekik laki-laki itu sama hebohnya seperti Chalodra. "Sayang, dia tetangga aku dulu. Aku sering dorong dia ke selokan waktu kecil."
Tivani dan Hendery tentu saja tergelak tawa. Sebuah kenyataan yang sangat lucu. Apa? Sering didorong ke selokan?
Chalodra menahan malu, ingin sekali menampar mulut Andre. "Jahat!"
"Kamu sudah menikah ternyata, Cha. Kenapa tidak undang aku?"
"Aku tidak mengenal Kakak," gerutu Chalodra.
Perlahan tawa itu mereda. Seorang pria berpakaian rapi itu berbisik pada Tivani dan Andre. "Lima menit lagi, acaranya dimulai."
"Baiklah," jawab Andre. Seorang pria yang akan menjadi MC itu melangkah pergi.
Tivani dan Andre berdiri. "Kami tinggal sebentar, ya?" ucap Tivani. Dengan lembut Andre memperlakukan Tivani, menuntun gadisnya itu ke atas panggung.
Terlihat Taka berdiri di samping Hendery dengan cengiran khasnya. "Dari mana?" tanya Hendery.
"Aku tertidur tadi," jawab Taka.
"Apa perintahku sudah kamu lakukan?"
"Sudah beres tapi aku mendapatkan diskon sedikit."
"Lain kali tidak usah membeli di tempat yang tidak memberi diskon," tutur Hendery. Taka mengangguk setuju. Dua kakak beradik ini memang sangat suka mengejar diskon. Hidup hemat selalu dikedepankan.
"Baiklah. Acara pertunangan Tivani dan Andre akan segera dimulai!" ujar MC itu.
Andre menatap Tivani begitu dalam. Dia menggenggam tangan Tivani begitu erat.
"Kamu perempuan terbaik yang pernah aku temui. Sejauh mana pun aku melangkah, seakan tidak berarti tanpa kehadiran kamu. Aku berjanji akan menjaga dan membahagiakan kamu sampai aku dijemput Tuhan. Aku berharap, kita akan menjalani rintangan rumah tangga bersama. Tivani, maukah kamu menjadi istriku?" Andre mengambil kotak cincin yang berada di atas nampan indah di sampingnya. Menatap penuh harap ke arah Tivani.
Tivani menangis haru. "Aku menerimamu sebagai rekan hidupku," jawab Tivani.
Andre memasangkan cincin itu ke jari manis Tivani, terlihat semakin manis. Andre memeluk Tivani begitu erat, diiringi tangis haru dirinya dan juga para tamu.
Suara tepuk tangan menggema di dalam ruangan. Sorakan, bahkan ucapan selamat.
"SEMUANYA ANGKAT TANGAN!" Namun, ada saja yang menganggu. Hendery menoleh karena tahu pemilik suara itu. "Carlon," geramnya dengan kedua tangan yang mengepal kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Norintan Nazmie Tim's Sha
next ,penasaran thor?
2022-04-03
1