"Juna udah pulang?" Begitu sampai di rumah, Nana langsung sibuk bertanya kepada pelayan perihal keberadaan pria itu, tapi jawaban yang ia dapatkan hanya membuat kecewa, sebab semua orang mengatakan Juna belum kembali ke rumah.
"Sebenarnya Juna ada di mana, sih?" Rasa penasaran membuat Nana nekat melanggar peraturan yang dibuat Juna beberapa bulan yang lalu, Juna pernah melarang Nana untuk tidak masuk ke kamarnya, tapi sepertinya demi mencari ingormasi Nana terpaksa nekat menerobos pintu yang tertutup rapat itu. "Dikunci!" Nana berkacak pinggang memikirkan cara membuka pintu tanpa menggunakan kunci, sebab ia tidak tahu di mana Juna menyimpan kunci kamarnya.
"Rumah ini terasa sunyi tanpa kamu, Jun. Aku nggak suka sendirian seperti ini. Jika boleh memilih, aku lebih baik dimarahi setiap hari sama kamu daripada ditinggal tanpa pesan seperti ini." Karena tidak mendapatkan kunci itu, akhirnya Nana masuk ke kamarnya, untuk hari ini ia kalah, tapi esok hari Mirna pasti bisa membuka kamar Juna pria misterius itu.
Di tempat lain. Di rumah Jordy.
Ruang kerja yang semula rapi itu sudah berantakan akibat ulah Jordy menyerak beberapa berkas-berkas perusahaan. Tapi, apa yang dicari tidak ada di manapun. Jordy mendesahkan nafas lelah sembari mengingat di mana ia menyimpan surat kepemilikan butik Nana yang sudah pernah ia ganti nama menjadi namanya itu.
"Apa mungkin ada di kamar, ya? Aku harus dapatkan surat itu sebelum Zora pulang ke rumah, bisa bahaya kalau Zora tahu aku mau mengubah surat itu lagi."
Jordy meninggalkan ruangan dalam kondisi berantakan seperti kapal pecah, ia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Begitu sampai di kamar Jordy langsung membuka lemari pakaian berharap bisa menemukan apa yang ia inginkan.
Jordy tidak lupa memeriksa setiap laci di lemari pakaiannya, ia sibuk mencari surat-surat berharga peninggalan Nana. Kalau tidak salah, berkas-berkas itu ia jadikan satu di dalam map warna biru. Tapi, masalahnya sudah hampir satu jam ia mencari, belum menemukannya juga.
"Terakhir kali aku simpan di sini," gumam Jordy di depan lemari yang sudah ia periksa sebanyak tiga kali. "Ayo Jordy, jangan sampai membuat Mirna menunggu terlalu lama...." Tekad Jordy sudah bulat untuk memberikan apa yang diminta Mirna.
Hanya butik yang diinginkan Mirna sebagai bukti cintanya, itu perkara mudah untuk dikabulkan. "Atas nama Mirna atau bukan, toh butik itu masih jadi milikku juga karena Mirna sudah pasti nerima aku. Urusan Zora sih gampang, Zora nggak akan curiga selama aku bermain api dengan rapi. Tapi masalahnya surat itu ada di mana?"
Jordy hampir putus asa mencarinya, tapi sesuatu yang ada di atas lemari memberinya harapan. Akhirnya dengan susah payah Jordy mengambil koper warna hitam tersebut dan langsung membukanya.
"Ini dia! Akhirnya ketemu juga!" Jordy bersorak senang bahkan sampai mencium sampulnya, kemudian ia menyuruh pelayan merapikan kamar sebelum Zora pulang ke rumah dan mencurigainya.
***
Pengacara Jordy heran kenapa kliennya plimplan suka gonta-ganti nama di aset berharga itu, tapi ia pun tidak bisa menolak permintaan Jordy yang begitu memaksa agar ia cepat menyelesaikan tugasnya. Hingga akhirnya kurang dari satu minggu ia pun mengembalikan berkas itu kepada Jordy.
"Akhirnya selesai juga." Sudah hampir satu minggu ia tidak bertemu dengan Mirna. Sebab, Mirna tidak mau bertemu dengannya kalau ia tidak membawa apa yang diinginkan wanita itu. "Kamu nggak akan bisa nolak aku lagi, Mirna... maafkan aku Zora karena nggak bisa setia sama kamu. Ntah kenapa aku sangat ingin memiliki Mirna seutuhnya. Apapun akan aku lakukan untuk mendapatkan wanita itu. Aku harap suatu hari nanti kamu akan mengerti."
.
.
.
Sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari kantor Juna menjadi tempat pertemuan antara Jordy dan Mirna siang itu.
"Ini tanda cinta yang kamu inginkan." Dengan penuh semangat Jordy meletakkan berkas itu di atas meja.
Nana tercengang melihatnya, ia tidak menyangka Jordy begitu mudah dirayu.
"Kamu serius? Ini untukku?" tanya Nana hampir tidak percaya, dengan satu kali kedipan mata saja ia bisa mendapatkan butiknya lagi, bagaimana kalau sampai mencium Jordy? Mungkin, rumah dan perusahaan pun akan dilepaskan Jordy untuknya.
"Buka saja dan lihat isinya." Jordy tersenyum penuh arti, rasanya ia tidak sabar ingin segera memiliki Mirna.
Tangan Mirna gemetaran meraba nama Mirna di sana, bahkan ia hampir meneteskan air mata. Mirna bersyukur bisa memiliki butik yang susah payah ia rintis dulu.
"Oh, Jordy... kamu manis banget, sih? Aku nggak nyangka kamu beneran ngabulin permintaanku!" Demi mendukung aktingnya, Mirna bangkit dan memeluk Jordy yang masih duduk di tempatnya. "Terimakasih banyak, aku percaya kalau kamu memang ada rasa sama aku...."
Jordy terpaku hingga ia tidak mampu bicara, aroma parfum yang menempel di tubuh Mirna begitu jelas sampai menusuk rongga hidungnya. Dekapan Mirna terasa menghangatkan tubuhnya. Jordy merasakan dejavu, pelukan ini tidak asing baginya.
Mirna mengendurkan pelukannya dan melihat wajah Jordy. "Kenapa diam? Kamu nyesel udah ngasih ini ke aku?" Nana sengaja tidak bicara formal agar terkesan lebih dekat dengan Jordy.
"Nggak! Aku nggak mungkin menyesal. Aku cuma nggak nyangka bisa dipeluk sama kamu." Jordy tersenyum manis, hembusan nafas Mirna terasa hangat menerpa pipinya. Sungguh, Jordy sangat menikmati moment ini.
"Masih dipeluk, kalau ini gimana?" Satu kecupan mendarat di pipi kanan Jordy. Tindakannya yang spontan membuat pipi Jordy merah, kalau bukan karena terpaksa bersandiwara Nana pasti sudah mencabik wajah Jordy. Ketika Mirna hendak kembali ke posisi semula, tangannya ditarik sampai ia terduduk di pangkuan Jordy.
Jordy membelai pipi Mirna. "Apa itu artinya kamu akan membuka hatimu untukku? Itu artinya kita...?"
Mirna mengangguk. "Kita main kucing-kucingan, jangan sampai istrimu tau kita main belakang," bisik Mirna liruh tepat di telinga Jordy.
"Baiklah, kalau itu yang kamu mau." Jordy ingin msncium pipi Mirna, tapi wanita itu menghindar dan kembali duduk di tempatnya semula.
"Aku takut ada yang lihat, Mas," ucap Mirna manja.
"Mas?" Jordy dibuat terkejut lagi, ia memastikan telinganya tidak salah mendengar.
"Iya, meskipun aku lama tinggal di Paris. Tapi, aku masih pantas 'kan manggil kamu dengan sebutan Mas biar kita bisa lebih dekat lagi."
Jordy meraih tangan Mirna. "Boleh, justru itu lebih enak didengar." Tidak lupa ia meninggalkan kecupan di tangan Mirna.
Sumpah demi apapun, sedari tadi Nana berusaha menahan mual akibat terlalu lama berada di dekat Jordy. Ternyata buaya darat tetaplah buaya darat yang tidak puas dengan satu mangsa. Tapi, tidak masalah karena setidaknya Nana sudah berhasil mendapatkan butiknya lagi. Ini hasil keringatnya sendiri, itu sebabnya Nana tidak rela hasil perjuangannya di masa lalu dirampas oleh orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Defi Danny Firmansyah
lanjut...
2022-04-17
0
Dwi Trisna
up nya trlalu lama
2022-04-17
0
Gabriela Agustina
Y ampuun dah lama bgt ga up. Kgn penasaran
2022-04-16
1