Bab 16

Bab 16

"Tapi jujur, aku tertarik pada pandangan pertama. Sudah kucoba melawan pikiran ini tapi tetap saja aku tidak bisa. Bayanganmu selalu menghantuiku, Mirna. Tolong, beri aku satu kesempatan untuk bisa membuktikan perasaanku padamu. Apapun akan aku berikan untukmu, Mirna. Percayalah, aku pun tidak tahu kenapa bisa seperti ini. Aku hanya mengikuti naluriku saja...."

Ternyata Jordy masih pandai membual seperti seorang pria yang tidak puas dengan satu wanita. Pantas saja dulu Zora rela dijadikan selingkuhan dan berakhir menjadi istri kedua Jordy. Tapi, Jordy lupa kalau Mirna bukanlah Zora yang begitu mudah termakan rayuannya.

"Kamu pikir aku perempuan seperti apa? Aku tidak mungkin bermain api yang nantinya akan membakar diriku sendiri. Dan aku tidak kekurangan apapun sampai harus terima pemberian dari suami orang!"

Mirna menunjuk dada Jordy, ia berpura menolak perasaan Jordy supaya Jordy semakin menggila, mengejar dan mengemis cintanya.

"Aku sudah terlalu lama di sini, jangan sampai istrimu salah paham padaku!" ucap Nana, ia berlari menjauhi Jordy.

Ketika Nana sudah hampir menjangkau pintu, tiba-tiba Jordy memeluknya dari belakang. Nana berusaha memberontak tapi Jordy semakin mengencangkan pelukkannya.

"Tolong beri aku kesempatan, kalau memang Zora yang menjadi penghalang antara kita, maka demi kamu aku akan meninggalkan dia," ucap Jordy lirih. Ia merasa dejavu seperti pernah berada di posisi ini, seperti pernah memeluk sosok wanita ini, namun sekali lagi Jordy tidak yakin kalau wanita ini adalah istrinya yang sudah meninggal.

Nana terdiam, ia tidak mengelak juga tidak menikmati pelukan ini. Matanya menatap lurus ke depan, pikirannya kembali terbayang ketika mereka masih menjadi suami istri dulu. Seandainya, Jordy mengiba dan meminta maaf pada Nana bukan Mirna, seandainya Jordy tidak pernah mengkhianatinya dan seandainya anak mereka masih ada di dalam kandungan, Nana pasti akan menjadi wanita yang paling bahagia.

Tangan Nana mengepal, ia jijik terbayang percintaan Zora dan Jordy di villa miliknya.

"Istrimu Nana sudah tidak ada lagi, apa kamu merindukan dia?"

Jordy meletakkan dagu di pundak Nana. "Ntahlah, yang aku rasakan aku ingin berada di dekatmu, aku ingin kamu menjadi milikku karena setiap kali melihatmu aku terbayang Nana. Aku tahu kalian orang yang berbeda tapi, aku yakin saat ini Tuhan mengirimkan kamu untukku."

Nana berbalik badan, ditatapnya mata Jordy. "Tidak pernah terfikirkan di dalam benakku kalau aku akan menjadi perusak rumah tangga orang, jadi sebaiknya kamu lupakan saja aku. Anggap kita tidak pernah membahas masalah ini. Dan ingat, hubungan kita hanya sebatas rekan kerja saja. Tidak lebih dari itu."

Jordy tidak setuju. "Kalau kamu mau, kita bisa mencobanya. Kalau kamu takut aku janji tidak akan ada yang tahu hubungan ini. Aku harus apa supaya kamu percaya kalau perasaanku ini bukan rekayasa?"

Nana terdiam, ia berfikir mungkin ini waktu yang tepat menjebak Jordy. Nana bersyukur karena sifat royal Jordy masih belum berubah. Dia tipekal pria yang rela memberikan apapun untuk mendapatkan simpati wanita lain. Tidak perduli meskipun itu harus menyakiti hati istrinya sendiri.

"Baiklah, aku butuh bukti bukan sekedar ucapan saja."

Jordy tersenyum merasa mendapatkan angin segar. "Bukti seperti apa?" Ia bertanya dengan wajah berbinar.

"Aku mau ... Butik ini menjadi milikku. Terserah bagaimana caranya, kau mau aku membayarnya atau ...."

Nana menjeda ucapannya, ia berjinjit dan berbisik di telinga Jordy. "Atau kamu memberikan dengan suka rela sebagai tanda cintamu untukku."

Jordy menoleh membuat pandangan mereka saling bertemu, ia tersenyum namun tidak menjawab permintaan Mirna.

Mirna tersenyum dan kembali ke posisi semula, ia menepuk lengan Jordy. "Butik ini milik istrimu Zora, aku cuma mau lihat mana yang kamu pilih, butik tetap menjadi milik Zora atau butik untuk Mirna." Ia mengerlingkan mata dan pergi meninggalkan Jordy.

***

"Sudah ada kabar dari Juna? Kapan dia pulang?" tanya Nana kepada Teo yang sedang mengemudikan mobilnya. Sebenarnya ia sudah tidak sabar pamer keberhasilannya mendekati Jordy. Tapi, Arjuna masih main kucing-kucingan dengannya.

"Tuan Juna masih belum bisa pulang, tapi Nona jangan khawatir karena tuan Juna dalam keadaan baik-baik saja." Teo menjawab apa adanya, ya tadi pria ini sempat berbicara dengan Juna melalui panggilan handpone. Ia melaporkan kegiatan Nana bahkan sempat mengirimkan beberapa foto wanita itu.

"Siapa yang khawatir sama dia? Aku cuma ngerasa aneh sama sikapnya, bisa-bisanya dia pergi tapi lupa pulang!" Nana bersandar dan memejamkan mata. "Kenapa Juna tidak pernah mengangkat teleponku?" Suara Nana terdengar seperti sedang berbisik.

'Itu supaya Anda merindukan Arjuna yang sedang mengurus sesuatu untuk Nona.' Teo hanya bisa membatin sebab ia tidak mau merusak rencana yang sudah disusun Arjuna untuk Nana.

"Teo...."

"Iya, Nona!"

"Kau sering melaporkan kegiatanku sama dia 'kan?"

"Maksud Nona, tuan Arjuna?"

Nana berdecak dan membuka mata, ia menepuk lengan Teo. "Memangnya siapa yang kita bicarakan?" kesalnya.

Teo tidak bereaksi, ia hanya fokus mengukur jalan.

"Kenapa Juna membiarkan aku bekerja sendirian? Gimana kalau sekarang kita jemput Juna?"

"Tuan Juna tidak bisa digang----

Nana memungkas ucapan Teo. "Ya sudahlah, kalian sama saja. Biar aku cari tau sendiri saja!" Masalahnya Nana tidak tahu harus mencari di mana.

***

Di tempat lain.

Seorang pria berkemeja hitam tengah berdiri di antara deretan makam yang cukup sunyi dan jauh dari pemukiman penduduk, ia menatap sayu pusara orang yang cukup berjasa di hidunya. Arjuna mengenang pertemuannya dengan pengusaha Bramantio yang perlahan membuatnya menjadi seperti sekarang. Ya, sebelumnya Arjuna hanyalah salah satu karyawan biasa di kantor Bramantio. Kebaikan dan kejujuran yang dimiliki Arjuna membuat Bramantio tertarik menjadikan ia sebagai orang kepercayaan mengurus perusahaan bahkan sampai Bramantio menutup usia.

"Nana baik-baik saja, pak! Dia masih secantik dulu. Bapak tidak perlu khawatir karena putri bapak itu sudah kembali lagi menjadi wanita tangguh seperti yang bapak harapkan."

Juna tersenyum tipis. "Maaf, aku belum mengatakan yang sebenarnya, Nana belum tahu kalau akulah pria yang dulu dijodohkan dengannya. Aku terlalu pengecut untuk berkata jujur padanya."

Ya, sebenarnya perusahaan Juna adalah milik orang tua Nana. Juna dipercayai mengelola perusahaan sebaik mungkin. Tanpa sepengetahuan Nana saat ini Juna sedang mengurus berkas-berkas penting untuk mengembalikan perusahaan menjadi atas nama Nana. Juna bukanlah pria tamak yang dengan senang hati menguasai perusahaan sendirian. Juna sadar, ia sudah terlalu banyak berhutang budi kepada Bramantio semasa hidup. Meskipun saat ini keluarga Nana tidak memersalahkan perusahaan di tangannya tetap saja Juna sadar diri itu bukan menjadi hak miliknya. Masih ada Nana yang lebih pantas menjadi pewaris perusahaan keluarganya.

Terpopuler

Comments

Kamiem sag

Kamiem sag

Keren Juna

2023-06-10

0

thara503

thara503

udah ga up lagi ini.
bisa jadi ceritanya sama dengan yg lain...

2022-04-15

0

Dian Handayani24

Dian Handayani24

up lagi Thor..

2022-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!