Kiara berjalan keluar dari lift. Dari jauh Kiara melihat Bella menutup wajahnya. Seperti sedang menangis.
Semakin Kiara mendekatkan jarak ke Bella yang bersandar ke dinding depan suite room, Kiara bisa melihat bekas kemerahan yang cukup banyak di leher Bella. Rambutnya yang diikat rapi ketika Kiara bertemu beberapa jam lalu kini sudah tergerai dengan tidak teratur lagi.
"Kak," Kiara memanggil Bella yang masih menangis dalam telapak tangannya sendiri.
Mendengar suara Kiara memanggilnya, Bella menatap Kiara dengan wajah terkejut.
Kiara menatap Bella yang nampak lebih pucat. Bibirnya agak bengkak. Sedetik kemudian, Bella menghambur ke pelukan adiknya. Tak lupa Bella menyelipkan kartu kunci kamar ke saku Kiara kembali dari arah blind spot CCTV.
Bella menangis sejadinya. Seolah meluapkan segala sedihnya.
"Aku takut, Kiara. Semua telah hancur." Bella mengucapkannya sambil masih menangis memeluk Kiara.
Kiara bingung dengan pernyataan Bella. Kenapa Bella sedih? Seharusnya aku yang sedih mengetahui mereka berselingkuh. Kiara hanya diam di hadapan Bella. Hanya mengucapkan semua itu di pikirannya.
"Kak, apa yang terjadi?"
"Aku sudah menolaknya Kiara. Aku sempat tergoda dengan kehangatan dan sikapnya yang penuh cinta. Tapi aku sadar baru mengenalnya. Apa lagi aku sudah menyetujui perjodohan almarhum papa dengan anak temannya, Aldi. Mana mungkin aku mengiyakan ajakan presdir Bima, Kiara. " Bella menatap Kiara masih berurai air mata.
"Aku gagal mempertahankan semuanya untuk suamiku. Aku ternoda, Kiara. Aku sudah hancur. Siapa yang mau menerimaku, sekarang?" Bella kembali menutupi wajahnya.
"Kak, Bima calon suamiku. Aku ingin membicarakan ini dengan kakak malam ini." Kiara merasa sakit. Tapi tak sedikitpun ekspresi tampak di wajahnya. Wajah Kiara benar-benar datar. Membuat Bella susah menilai apa yang Kiara rasakan dan akan dilakukan.
"Tidak mungkin, Kiara. Ini tidak mungkin. " Bella terkejut, mengungkapkan ketidakpercayaannya sambil tetap berurai air mata.
"Kiara, aku baru dekat dengan Bima karena pekerjaan. Dia juga cerita akan menikah dan aku juga menceritakan akan menikah dengan Aldi. Bahkan Bima menginginkan resepsi kami diadakan bersamaan di hotel ini."
"Tapi Bima tidak pernah bercerita jika calon istrinya adalah kamu, adikku."
"Kenapa Bima melakukan itu kepadaku jika akan menikahimu, Kiara?" Bella menangis dan merosot terduduk.
Pandangan Kiara kosong. Tidak tau harus mulai melakukan apa. Bertemu Bima ataukah menenangkan Bella.
Melihat kakak kandungnya terduduk lemas dan sedih di lantai, Kiara memilih Bella. Bima bisa menunggu berurusan dengan dirinya. Bella yang kini menjadi korban Bima harus Kiara prioritaskan.
"Kak, aku rasa mengantar kakak pulang tidak memungkinkan. Lebih baik kakak menginap di tempatku. Tapi sebelum itu ada yang harus aku urus. Kakak istirahat di kantorku ya kak." Kiara memapah Bella ke kantornya. Bella yang sudah lemas hanya mengikuti Kiara dengan langkah tertatih seolah menahan sakit. Kiara semakin sakit hati melihat kakaknya.
Usai mengistirahatkan Bella di sofa ruang kerjanya, Kiara kembali ke lantai atas menemui Bima. Tapi Kiara agak takut BIma melakukan hal yang sama seperti kepada kakaknya. Kiara membawa stunt gun yang diberikan Bima untuk keamanan Kiara jika akan keluar kemana-mana. Kiara berharap tidak perlu menggunakan alat kejut listrik itu kepada orang yang memberikannya kepada dirinya.
Kiara akan masuk menggunakan kunci kamar yang sudah dia pegang. Tapi kiara mengurungkan niatnya. Kiara menekan bel. Berharap Bima yang keluar. Melihat jejak perselingkuhan kekasihnya di kamar akan terasa semakin menyesakkan.
Bima terbangun dari tidur lelapnya karena mendengar bel pintu berbunyi. Bima meraba sosok di sampingnya. Mencari kehangatan Kiara yang tadi dia dekap.
Merasa Kiara tak ada di sisinya, Bima membuka mata dan masih mencari. Hanya ada kekosongan. Bima juga menatap bercak merah yang membuktikan Bima telah merenggut mahkota Kiara. Bima masih bisa mengingat keintiman mereka berdua tadi. Kemudian tersenyum bahagia.
Kini Bima memakai piyama yang disiapkan oleh hotel di lemari kamar untuk keluar melihat siapa yang mengganggu tidurnya.
Tanpa mengecek dari lubang pintu siapa yang datang, Bima langsung membuka pintu kamar hotel. Melihat Kiara berdiri di hadapannya, hati Bima menghangat. Ingin membawa ke kekasihnya itu masuk ke dalam dekapannya lagi.
"Sayang, kok kamu di luar?" Bima hendak meraih Kiara tapi Kiara malah melangkah mundur. Membuat Bima semakin heran.
Kiara hanya menatap Bima. Ada rasa sakit ketika Bima masih memanggilnya sayang dan berkata dengan hangat seperti biasa.
"Masuk yuk, Ra. Kita istirahat di dalam. Kepalaku masih agak pusing nih."
Kiara hanya bergeming. Bisa-bisanya Bima sesantai ini setelah tidur dengan kakaknya dan menemui Kiara. Ada rasa sakit bercampur bingung melihat tingkah laku Bima ini.
Melihat Kiara mulai menatap kosong dirinya, Bima meraih tangan Kiara untuk memasuki kamar hotel dan langsung menutup pintunya dari dalam. Mendudukkan Kiara dan dirinya di sofa ruang santai hotel.
"Sayang, kenapa kamu diam saja? Apa masih sakit?" Bima memegang tangan Kiara, menatapnya dengan intens.
"Tentu sangat sakit. Ini hal paling menyakitkan yang aku alami." Amarah terpancar dari mata Kiara.
"Maafkan aku sayang. Tadi aku melakukannya dengan terlalu kasar, ya?" Bima mengecup tangan Kiara. Dengan tulus ingin mendapat maaf Kiara.
"Tidak semudah itu kamu mau dapatkan maaf. Kamu yakin ingin maaf dariku?" Kiara masih menunjukkan amarahnya.
Mendapatkan pertanyaan itu, BIma mengangguk manis sambil masih mengecup tangan Kiara yang dia genggam.
"Nikahi kakakku, maka aku akan memaafkan apa yang sudah kamu lakukan malam ini." Bima terkejut. Tapi ada yang aneh dari kalimat Kiara.
"Kamu harus tanggung jawab, Bim! Yang kamu tiduri barusan itu kakakku. Bukan sekertaris atau para pengagum wanitamu yang jumlahnya tak terhitung banyaknya." Kiara sudah tak kuasa menahan amarah dan perih di dadanya. Buliran air mata lolos begitu saja.
Bima semakin bingung. Dia yakin Kiara tidak bercanda dengan ucapannya. Tapi kenapa tanggung jawab harus Bima berikan kepada kakaknya Kiara. Bima yakin barusan tidur dengan Kiara. Apa jangan-jangan . . .
"Ra, apa mungkin kamu salah paham? Kita habis menghabiskan malam di ranjang kamar hotel ini, sayang. Apa kamu melupakannya setelah meninggalkan kamar ini?" Bima masih yakin Kiara lah yang bersama dengannya barusan, bukan kakaknya.
Kiara mengeluarkan 3 lembar foto kencan Bima dengan kakaknya.
"Jadi karena foto ini? Kamu mau aku nikahin kakakmu karena aku makan bareng dia? Jangan konyol begini, ra. Ini hanya kesalahpahaman." BIma masih berusaha merubah permintaan Kiara.
"Aku paham semuanya. Sejak kamu tau keluargaku, Kamu mendekati kakakku dan ingin tidur dengannya sebagai penggantiku. Karena aku gak pernah mau menjadi penghangat ranjangmu sebelum nikah. " Wajah Kiara mengeras.
"Aku salah telah mengira kamu sudah benar-berubah dan berhenti tidur dengan banyak wanita. Aku salah paham mengenai hal yang satu ini." Bima menghela nafasnya.
"Aku tak tau siapa saja yang sudah jadi korban kamu karena aku belum mau tidur sama kamu. Tapi korban kamu malam ini adalah kak Bella. Kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu. Kakakku tidak mungkin bisa menikah dengan calon suaminya karena kamu sudah merenggut kesuciannya, Bim!"
Bima sangat terkejut. Juga terpukul dengan penilaian Kiara terhadap dirinya.
Bima masih tidak yakin jika yang barusan berada dalam pelukannya adalah Bella. Bagaimana mungkin itu Bella jika Bima dengan jelas mengingat bahwa yang melakukan itu dengannya adalah Kiara.
"Aku masih yakin kamu salah paham, Kiara. bagaimana mungkin aku bisa tidur dengan Bella? Dia tidak mungkin masuk ke kamarku. Dia tidak ada di kamarku, Ra." Ujar Bima
"Tentu tidak ada. Aku bertemu dengannya saat dia sudah keluar dari sini. Sekarang dia ada di ruang kerjaku. "
"Banyak bekas percintaan di sekujur tubuhnya. Kamu bisa mengeceknya sendiri." Kiara menantang Bima
"Kalau gitu kita temui Bella dan cek CCTV. aku masih yakin kamu yang masuk ke kamarku. Bukan Bella. Aku melakukannya sama kamu, ra." Bima masuk kamar mandi dan mengganti pakaiannya.
Saat Bima membuka kamarnya, sisa aroma keringat bekas percintaan Bima dan Bella tercium oleh indra penciumannya. Juga bercak merah di seprei putih ranjang hotel.
Kiara memotret seprei itu sebagai bukti jika Bima masih menolak bertanggung jawab. Kiara sendiri melihat bercak merah itu dengan berurai air mata.
Keduanya mengecek CCTV terlebih dahulu. Bima sendiri terkejut. Memang Bella yang berada di kamarnya tadi. Kemudian keduanya memasuki ruang kerja Kiara. Tampak Bella meringkuk ketakutan di sofa ruang kerja Kiara. Ada jejak air mata yang mengering di sepanjang pipinya. Juga banyak tanda merah seperti yang Kiara ucapkan tadi.
"Ini tidak mungkin." mendengar suara Bima, bella membuka mata. Ekspresi ketakutan tampak jelas di wajahnya. Bella segera bangun dari sofa dan berjalan dengan lemah dan tertatih mendekati Kiara. Bersembunyi di balik tubuh Kiara.
"Tolong, ra. Bawa aku pergi. Bawa aku pergi, ra." bella menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Neneng cinta
air mata buaya,,pura2 polos padahal licik...😂
2023-05-26
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-02-26
0
Natha
aktingmu bel bell
2023-02-15
1