Sejak pertemuan pertama dengan Kiara, Bima telah jatuh cinta. Tidak hanya parasnya yang ayu, tapi hatinya juga baik.
Kiara dulunya bekerja di hotel milik keluarga Bima di kota kecil. Di sanalah Bima mengenal Kiara. Kala itu Bima sedang mengunjungi salah satu hotel keluarganya di kota kecil tempat Kiara tinggal.
Seminggu bekerja di hotel kecil itu, selalu membuat Bima bertemu dengan Kiara manis yang menjadi resepsionis. Begitu beban kerja Bima di hotel berkurang, Bima mulai membuka kesempatan mengenal Kiara. Satu minggu melihat Kiara dari jauh sudah cukup bagi Bima untuk menahan keinginannya mendekati gadis dari kota kecil itu.
"Kiara, sore sepulang kerja ada waktu?" Bima mendekati Kiara di meja resepsionis yg lengang.
"Saya agak repot, pak... Mohon maaf." Kiara memasang wajah lugu tapi terlihat semakin manis bagi Bima.
"Wah, pas sekali kalo repot. Saya malah ingin membantu." Bima tidak suka ditolak. Semakin gadis ini menolak, maka Bima akan semakin ingin menaklukkannya.
"Saya mau ada acara syukuran di panti asuhan tempat saya tinggal. Tapi bapak tidak perlu repot. Hampir semua persiapan sudah beres kok."
Bima mengingat data diri Kiara dr bagian kepegawaian yg sebelumnya sudah dia baca. Bima sudah tau kalau Kiara hidup di panti asuhan. Tapi Bima merasa aneh, kenapa gadis muda sebesar ini masih memilih tinggal di panti asuhan. Padahal gaji sebagai resepsionis di hotel ini seharusnya cukup untuk menghidupi dirinya dengan mengontrak rumah sederhana.
"Jika saya tidak bisa ikut membantu, apa boleh saya mengikuti acara syukurannya?"
Kiara terdiam mendengar keinginan pak bos di hadapannya. "Bapak kenapa mau ikut acara seperti ini?"
"Saya belum pernah mengunjungi sebuah panti asuhan sekali pun dalam hidup saya. Apa boleh kamu ajak saya?"
Kiara kembali terdiam mengamati wajah Bima. Mencari kesungguhan dari ucapan Bima.
"Baik pak. Kalau begitu mari ikut saya ke panti asuhan tempat saya tinggal." Kiara pun akhirnya mengiyakan keinginan Bima ini. Kiara pikir barangkali Bima ingin menyisihkan sedikit penghasilannya untuk anak-anak di panti kan boleh saja.
Kiara dan Bima pun mengakhiri obrolan pagi mereka. keduanya kembali ke pekerjaan masing-masing.
Akan tetapi, usai bekerja dan hendak siap-siap pulang, Kiara lupa janjinya dengan Bima. Kiara sudah siap naik motornya di parkiran hotel. Tapi Kiara terkejut ketika di pintu keluar parkiran, ada Bima yang bersiap naik ke mobilnya. Kiara jadi ingat dengan apa yang dia lupakan.
"Kamu mau pulang sendiri, Kiara?" Bima membuyarkan segala yang Kiara pikirkan.
"Oh iya pak. saya hampir saja meninggalkan bapak."
"Kalau begitu ayo naik mobil saya."
"naik mobil?"Kiara agak bingung. "Tapi saya bawa motor,pak. Bukannya kita bawa kendaraan sendiri-sendiri saja? Motor saya bagaimana?"
"Kamu mau saya nyetir sendirian dan mengikuti kamu dari belakang?" Bima terkejut. Baru kali ini dia ditolak perempuan yang lebih memilih naik motor dari pada mobil.
"Saya akan urus motor kamu. Nanti biar diantar sama pegawai yang lain." Bima tidak mau kalah.
"Jangan pak. nanti merepotkan teman-teman. Lagian apa kata mereka nantinya?" penolakan lagi. Bima mulai tidak sabar.
"Mau kamu gimana? saya tidak mau kita bawa kendaraan sendiri-sendiri."
"Bapak mau ikut saya naik motor?"
"Apa?" Bima semakin shock. "kamu bercanda kan Kiara?"
Bima yang sejak lahir terbiasa dengan kekayaan orang tuanya, tidak pernah sekalipun merasakan naik sepeda motor. Ingin rasanya Bima menggendong Kiara ke mobilnya.
"Gini aja. Biar gak bikin repot pegawai yang lain, Biarkan motor kamu tetap di sini. Besok saya jemput kamu ke kantor." Ide ini cukup menyenangkan bagi Bima. Dengan begini besok pun dia punya alasan bertemu Kiara kembali.
"Saya jadi merepotkan bapak." Kiara semakin membuat Bima kesal.
"Nggak juga. Justru saya yang merepotkan kamu. Saya kan yang ingin mengunjungi panti asuhan. Justru kamu nolongin saya. Sebagai balasannya, saya besok akan jemput kamu kerja."
"Benarkah seperti itu, pak?" Kiara merasa alasan Bima cukup masuk akal. Tapi ada sedikit rasa tidak yakin.
"Ayo." Bima benar-benar merasa harus ekstra sabar menghadapi makhluk cantik di hadapannya ini. Baru kali ini dia dibuat berpikir ekstra keras untuk sekedar mengajak jalan seorang gadis.
Bima terbiasa mendapatkan gadis manapun dengan mudah. Tapi kali ini Bima merasa tidak akan mudah mendekati seorang Kiara. Dia terasa berbeda dengan wanita-wanita lain yang selama ini Bima taklukkan.
Bima pun tiba di panti asuhan bersama Kiara. Karena memikirkan penolakan Kiara di parkiran hotel tadi membuat Bima memikirkan banyak hal ketika di mobil. Tidak ada jurus rayuan sekalipun yang Bima ucapkan kepada Kiara. Tidak sekalipun Bima mengungkapkan rayuan gombalnya kepada Kiara yang duduk di sampingnya. Bima tidak ingin wanita ini menjauh karena ketakutan.
Usai tiba di panti asuhan, Bima akhirnya tahu kalau syukuran yang dibicarakan Kiara adalah syukuran untuk ulang tahun Kiara sendiri.
Bima sendiri sudah menyiapkan kado di bagasi mobilnya. Bima memilih mengobrol dengan Kiara pagi ini dan hendak mengajaknya keluar untuk berkencan karena hari ini adalah hari ulang tahun Kiara. Tapi kini Bima mulai berpikir ulang akan memberikan kado itu atau tidak. Bima kuatir ditolak.
Bima merasa Kiara akan susah menerima barang mahal pemberiannya. Berbeda dengan gadis-gadis yang sebelumnya dia dekati. Tapi tidak ada waktu untuk menyiapkan kado yang lebih murah lain. Ini hari yang pas untuk mengesankan seorang gadis dan mendekatinya. Jika tidak ada kado di hari ulang tahun gadis itu, Bima yakin jarak mereka akan semakin jauh.
Gadis-gadis suka dengan perhatian. Perhatian di hari ulang tahun seorang gadis adalah hal penentu kepedulian seorang pria. Bima telah banyak belajar akan hal ini dari semua gadis yang pernah dia kencani.
Syukuran hari itu cukup sederhana bagi Bima. Hanya ada makanan yang bagi Bima biasa. Tapi Bima yakin bagi anak-anak di panti asuhan itu pasti mereka jarang memakan makanan seenak itu. Bima sendiri tidak seberapa berselera makan bersama banyak orang. Jadi seperti halnya Kiara yang dari tadi sibuk dan tidak sempat makan, Bima pun tidak makan sama sekali.
Usai acara syukuran, Bima ingin menemui kepala panti secara pribadi. Bima sudah menyiapkan sejumlah uang untuk disumbangkan bagi kepentingan panti. Bima juga ingin menanyakan beberapa hal mengenai Kiara. Tapi Bima mengurungkan niatnya ketika dari jauh mendengar pembicaraan Kepala panti dan Kiara di pekarangan.
"Bunda, hari ini Kiara sudah 21 tahun. Bunda sudah berjanji." Kiara tampak memohon.
"Bunda tahu Kiara. Tapi bunda khawatir jika mereka sudah pindah bagaimana? Mereka tidak pernah ada kabar." Bunda Nur tampak prihatin.
"Aku akan kembali tinggal di sini."
"Tidak Kiara. Sudah saatnya kamu hidup untuk dirimu sendiri nak. Jangan khawatirkan panti ini." Bunda Nur meremas kedua bahu Kiara. "Kamu harus berjanji akan hidup bahagia jika tidak menemukan orang tuamu. Jangan kembali hidup di sini. Jika kamu menyanggupi itu, Bunda baru akan memberikan alamat kedua orang tuamu."
Kiara hanya menangis.
"Satu lagi, nak. Jika mereka menolakmu atau tidak menginginkanmu lagi, jangan tinggal bersama mereka jika mereka tidak menginginkanmu. Tapi kamu harus tetap hidup bahagia walau hidup sendiri. Berjanjilah Kiara." Bunda Nur menggoyang-goyangkan bahu Kiara. Memaksa Kiara untuk berjanji.
Kiara mengangguk sambil berurai air mata. "Iya, bunda. Kiara berjanji."
Kiara kemudian menerima sebuah amplop. Membukanya dan membaca sebuah alamat di sana. Sebuah alamat kota Jakarta.
Kiara kembali menangis. Jakarta begitu jauh. Orang tua Kiara membuang Kiara begitu jauh.
Bima hanya mematung. Memandang dari jauh tangisan Kiara di pelukan Bunda Nur. Ingin rasanya Bima memeluk gadis yang sedang sedih itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trussemangat
2023-02-26
0
Eva Rubani
mudah mudahan kiara bahagia dgn suami ny
2023-02-09
0
Rusdiwati Lumban Toruan
Kasihan sekali hidup mu Kiara.
2022-04-06
1