Bima mengantar Kiara pulang seusai fitting gaun pengantin.
"Ra, kapan kamu berencana ketemu keluarga kamu?" Bima memulai perbincangan mereka,
"Aku ingin secara resmi melamar kamu di hadapan keluargamu, Ra."
"Apa kamu harus melakukan itu juga, Bim?" Kiara masih terdengar enggan.
"Ada yang mengganggu pikiran kamu, sayang?"
"Entah kenapa ada ganjalan di hatiku. Seolah aku enggan menemui mereka. Bahkan aku
ingin menemui mereka seusai kita menikah." Kiara berusaha jujur kepada Bima.
Bima sendiri merasa heran, sikap Kiara terasa aneh. Kiara yang Bima kenal adalah sosok baik
hati yang rela melakukan apapun untuk menemukan keluarganya. Tapi ketika Bima
sudah berhasil menemukan info mengenai keluarganya, kenapa Kiara merasa enggan
seperti sekarang?
"Apapun keinginanmu, sayang. Aku akan mendukung semua keinginanmu."
"Tidak, jangan konyol. Aku tentu harus mengabarkan bahwa putri mereka akan menikah. Juga mengundang mereka untuk hadir. Tapi bukan untuk meminta restu, Bim. Aku khawatir mereka tidak merestui kita." Kiara membuang muka keluar jendela
mobil."
"Jadi itu alasan kamu enggan ketemu keluarga kamu. Kamu khawatir aku ditolak menjadi
menantu mereka, begitu kan?"
"Bukan hanya itu. Aku punya banyak kekhawatiran lain. Bagaimana jika keluarga kamu menjadi melarang kita bersama karena tau keluargaku jauh di bawah mereka? Bagaimana jika kamu dan keluarga kamu dapat malu karena berbesanan dengan keluargaku,
Bim?" Mata Kiara sudah memerah seolah akan menangis.
Bima menghentikan laju mobilnya. Membawa Kiara ke dalam pelukannya.
"Ini sindrom pengantin yang mau nikah ya, sayang. Mommy sempat berpesan supaya aku
jagain kamu. Banyak hal terjadi ketika tanggal pernikahan sudah dekat. Perubahan emosi, rasa ragu, rasa khawatir, juga banyak rasa yang lain akan menghampiri kita. Aku gak nyangka, kamu duluan yang kena."
"Maaf" Kiara berusaha menghentikan kekhawatirannya. Mencerna apa yang Bima baru saja sampaikan secara pelan-pelan.
Malam itu Bima tidak memaksa bertemu keluarga Kiara lagi. Tapi sebisa mungkin menghalau kesedihan Kiara. Kini Bima paham keengganan Kiara bertemu keluarganya. Bima sempat berpikir untuk menemui keluarganya Kiara sendiri tanpa Kiara. Sekedar untuk meminta restu. Tapi Bima akan meminta pendapat mommy terlebih dahulu. Sebagai sesama perempuan, Bima yakin mommy lebih paham perasaan Kiara.
Bima mengantar Kiara ke apartemennya tanpa mampir seperti biasa. Padahal hari masih sore. Mau tidur juga belum terlalu malam. Kiara mulai memikirkan apa yang dikatakan Bima
kembali. Kiara memang seperti kena sindrom pengantin yang hendak menikah. Kalau
memang itu penyebabnya, kini Kiara paham kenapa ada rasa enggan bertemu keluarganya.
Kiara sendiri sangat senang Bima menemukan keluarganya. Tapi dihadapkan dengan rencana
pernikahannya yang di depan mata dan juga keluarga yang belum tentu mau menerima Kiara, rasa senang Kiara pergi ntah kemana. Kiara ingin sekali tau alasan keluarganya tidak menginginkan Kiara. Apa memang benar karena ekonomi mereka yang lemah atau ada hal lain. Memikirkan hal itu, keinginan bertemu
keluarganya menjadi semakin kuat.
Sebelum dirinya berubah pikiran kembali, Kiara memutuskan untuk mengunjungi keluarganya saat itu juga.
Diambilnya map yang berisi informasi alamat keluarganya juga foto ibu dan kakaknya. Sebelumnya Bima maupun Kiara belum pernah membuka isi amplop itu sejak mendapatkannya dari
detektif yang disewa oleh Bima.
Melihat wajah ibunya, rindu pelukan seorang ibu menjadi semakin tak tertahankan. Akan tetapi melihat foto kakaknya, Kiara merasa pernah melihat wajah itu. Sedangkan foto ayahnya tidak ada di dalam map itu.
Kini rasa penasaran Kiara semakin meningkat. Kiara harus bertemu keluarganya. Semakin cepat semakin baik. Kiara ingin sekarang juga mendatangi alamat rumah keluarganya.
Kiara mengendarai mobilnya ke alamat tersebut. Ya, Kiara bisa menyetir mobil. Tapi
hanya terbatas mobilnya sendiri yang bertipe mobil matic. Untuk mobil lainnya maupun mobil dengan tipe manual dengan kopling, Kiara tidak bisa mengemudikannya.
Mobil ini pun juga hadiah dari Bima. Hadiah kenaikan jabatan Kiara sebagai manajer enam bulan yang lalu. Meski Kiara jarang butuh mobil untuk kemanapun, Kiara hanya bisa terpaksa menerima hadiah Bima. Kemanapun Kiara pergi, pasti ada kaitannya dengan Bima. Berangkat maupun pulang kantor seringkali mereka bersama. Kegiatan lain di hidup Kiara yang berada di luar kantor dan rumah juga selalu berkaitan dengan Bima. Hanya ketika Bima harus keluar kota atau ada rencana meeting hingga malam saja mobil ini terpakai. Atau jika Kiara punya urusan mendesak seperti sekarang, maka mobil ini difungsikan.
Kiara sendiri sangat menyayangkan kenapa Bima menghadiahinya mobil. Mobil baru pula. Kiara lebih suka naik motor. Tapi motor itu ada di panti asuhan. Dan ketika Kiara mau mengambil motor itu untuk dipakai di Jakarta, dengan cepat Bima telah menjual motor itu. Uang hasil penjualannya diberikan kepada Kiara. Tapi Kiara memberikan semuanya ke Panti Asuhan. Kiara saat itu sangat kesal terhadap keputusan-keputusan Bima yang semaunya dan tidak memikirkan keinginan Kiara.
Tapi Kiara tidak mau egois dan membebani Bima dengan kemarahannya. Kiara tahu pekerjaan Bima sangat banyak. Memberikan Kiara banyak perhatian sendiri sudah sangat menyita waktu. Kiara paham akan hal itu. Kiara tidak ingin dicap tidak tahu terima kasih. Tapi menerima semua itu juga bertentangan dengan hati nurani Kiara. Juga membuat gosip buruk mengenai dirinya juga hubungannya dengan Bima semakin parah. Yang bisa kiara lakukan hanya menutup mata dan telinga akan perkataan buruk maupun gosip yang beredar. Demi menghargai apa yang dilakukan Bima untuk dirinya.
Larut dalam pemikiran tentang Bima membuat Kiara sampai di tujuan tanpa dia sadari. Ada mobil yang baru pergi dari rumah keluarganya. Kiara sempat melihat kakaknya mengantar kepergian pria yang mengendarai mobil itu. Pikir Kiara, mungkin itu teman atau kekasih kakaknya. Tapi Kiara sendiri tidak memperhatikan wajah pria yang sebenarnya itu adalah Aldi.
Kiara memperhatikan kakaknya masuk ke rumah dan menutup pintunya. Kiara dengan perlahan keluar dari mobilnya. Rumah yang ditempati keluarganya itu tidak memiliki pagar. Kiara kini sudah berada di depan pintu masuk rumah. Kiara hendak mengetuk pintu ketika terdengar suara kakaknya yang agak keras.
“Bulan depan kami menikah, ma.” Suara kakak Kiara.
“Kamu sudah mantap dengan Aldi?” Suara mama Kiara
“Mantap ataupun enggak. Aldi memiliki lebih banyak uang dari kita. Hutang kita yang dilunasi Aldi tidak sedikit, ma.”
“Kamu mencintainya, nak?” kembali terdengar suara mamanya. Tapi kakaknya terdiam.
Ya Bella tidak bisa dengan yakin mengatakan bahwa Dia mencintai Aldi. Tidak ada ketertarikan sedikitpun di mata Aldi terhadap Bella. Bahkan saat makan malam di rumahnya terakhir kali, Bella sudah menggodanya dengan berpenampilan seksi dan menggoda.
Malam itu Bella sengaja mengenakan rok yang sangat pendek. Kemeja warna pucat tanpa lengan yang seksi sengaja Bella kenakan. Dua kancing kemeja sengaja Bella buka. Aldi juga dalam kondisi tidak terlalu sadar karena menghabiskan sebotol wine sendirian.
Tapi malam itu Aldi tidak sedikitpun menatap Bella. Bella juga sudah berinisiatif duduk di sampingnya dan akan mendudukkan diri di pangkuannya. Tapi lagi-lagi Aldi menghindar. Malam itu Aldi masuk ke kamarnya. Mengunci pintu hingga pagi dalam keadaan tidak sadar karena alkohol. Sementara Bella menangis menghadapi penolakan. Bella ditolak bahkan di saat Aldi setengah sadar dan dirinya setengah telan..jang.
Bella sudah yakin, Aldi ingin menikahinya hanya karena perjodohan. Tidak ada rasa apapun di hati Aldi bagi Bella. Tapi tidak mungkin Bella membatalkan pernikahannya. Perjodohan ini harus berlanjut.
Setelah mengingat itu, Bella akhirnya menjawab perkataan ibunya.
“Menikah tidak harus selalu didasari cinta, ma. Mama dan papa menikah karena cinta juga tidak bisa bahagia.”
“Mama bahagia, Bel” Mama langsung menatap Bella tak terima dengan pernyataan anak gadisnya.
“Oh, kalau gitu mama juga bahagia kan menikah sama om Heru? Bukannya kalian juga saling mencintai? Yang satu menanti mama menjanda sejak papa sakit. Yang satu berharap hidupnya berubah dengan suami baru. Bukankah itu juga cinta.”
“Cukup, Bella” Mama ingin menangis mendengar perkataan Bella.
“tok.. tok.. tok” Kiara yang tak sanggup mendengar semakin banyak pembicaraan mereka, memutuskan untuk mengetuk pintu.
Bella membukakan pintu rumahnya. Agak terkejut melihat Kiara yang datang. Bella mana mungkin melupakan wajah perempuan di hadapannya ini. Perempuan yang Bella yakin adalah pacar Bima. Lelaki tampan yang juga kaya raya yang dia temui di kantor siang tadi. Tapi anehnya kenapa perempuan ini ada di rumahnya?
“Maaf. Anda siapa? Mencari siapa?” Bella mulai bertanya.
“Saya Kiara. Saya mencari kalian.” Nama Kiara yang terdengar oleh mamanya membuat sebuah harapan di dada mama mulai ada. Apakah dia Kiara yang selama ini aku tunggu? Mama bertanya-tanya dalam hati. Meski merasa itu tidak mungkin. Mereka telah
pindah dari alamat lama yang dia tinggalkan di panti asuhan.
Sementara Bella yang mendengar nama Kiara tidak merasa ada yang aneh dengan nama itu. Bella
hanya merasa sekarang tahu siapa nama pacar Bima. Bella masih berpikir perempuan di hadapannya sedang salah alamat.
“Ada perlu apa dengan kami?” Bella kembali bersuara.
“Boleh saya masuk?” Kiara bertanya dengan sopan.
“Silahkan nak. Maaf kalau kami kurang sopan. Membiarkan nak Kiara berdiri di depan pintu
saja. Silahkan duduk.” Mama kali ini yang buka suara. Sebelum Bella kembali menyahut.
“Terima kasih” Kiara mulai bingung mau bicara dari mana. Tampaknya mereka tak mengenali Kiara.
“Perkenalkan nama saya Kiara Permatasari” Mama langsung menutup mulutnya dengan terkejut. Reaksi ini yang ditunggu Kiara. Tampaknya mamanya mulai mengingatnya. Sementara Bella sendiri bingung dengan reaksi mamanya mendengar nama lengkap Kiara.
“Ada apa ma? Kenapa mama terkejut mendengar namanya?” Bella kembali bersuara
“Saya sejak bayi dititipkan di Panti Asuhan Bunda Kasih di kota C yang jauh dari jakarta.” Kiara berbicara dengan menatap mata mamanya. Memperhatikan setiap ekspresi mamanya.
“Ya Alloh Kiara anakku.” Mama memeluk Kiara dengan isak tangis. Tapi Kiara tidak ikut menangis. Kiara dipeluk sang mama tanpa ekspresi “ Anakku.. Maafkan aku, anakku.”
Kiara dipeluk dengan erat. Tapi tidak balas memeluk mamanya. Kiara tak sanggup bergerak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-02-26
0
Arin
lah kok bisa ankny di ttpin di panti,kira"ada apa y🤔
2023-02-22
0
Sientje Merentek
BELLA DAN KIARA. RAHASIA APA?
2022-04-13
1