Kiara membuat hati Bima bergetar dengan perasaan sedih hanya dengan melihatnya menangis. Ingin rasanya Bima menghancurkan seluruh dunia yang membuat Kiara menangis. Bima kemudian memandang amplop tebal berisi uang sumbangan di tangannya. Bima rasa ini saat yang tepat mendekati Kiara dan bunda Nur. BIma harap bisa menghentikan tangisan Kiara karena kedatangannya yang tiba-tiba mendekati keduanya.
"Kiara dan Bunda ada di sini? Sejak tadi saya mencari kalian." Bima menyapa dari jauh sambil melangkah mendekat.
"Iya pak Bima. Maaf sudah menjadi tuan rumah yang kurang sopan. Tidak menyambut tamu dengan baik." Bunda Nur menjawab sambil mendekat kepada Bima. Memberikan ruang kepada Kiara untuk menyeka air matanya.
"Saya hanya ingin memberikan ini, bunda. Semoga bisa bermanfaat bagi anak-anak di panti asuhan ini." Bima menyerahkan amplop yang sedari tadi dia pegang. "Semoga bisa bermanfaat bagi anak-anak di panti asuhan ini. Isinya tidak seberapa, tapi mohon diterima."
Kiara sudah menoleh ke arah Bima dan bunda Nur. Wajahnya nampak heran melihat amplop coklat tebal yang diberikan Bima.
"Masya Allah pak Bima. Terima kasih banyak. Berapapun sumbangan dari para dermawan seperti bapak, kami sangat bersyukur, pak." Bu Nur kali ini yang mulai berkaca-kaca.
"Jangan menangis begitu, bunda. Ini tidak seberapa kok. Semoga saya bisa rutin memberikan sumbangan untuk panti ini. Baru kali ini saya masuk ke panti asuhan. Dan melihat anak-anak tadi makan dengan lahap menu yang sederhana seperti tadi membuat hati saya bergetar. Saya yang suka pilih-pilih makanan ini menjadi amat bersyukur dengan hidup saya setelah melihat mereka."
"Sekali lagi terima kasih, pak. Sudah menjadi atasan yang baik bagi Kiara. Juga sudah mau menyumbang untuk panti asuhan kami ini." Mendengar ucapan terima kasih yang kesekian kalinya, membuat Bima membalas dengan senyuman.
"Iya sama-sama bunda. Boleh saya bicara berdua dengan Kiara?"
"Silahkan pak Bima. Saya tinggal ke dalam dulu." Bunda Nur pun berlalu.
"Terima kasih, pak." Lagi-lagi ucapan terima kasih. Bagi Bima, itu jumlah uang yang tidak seberapa.
"Saya yang seharusnya berterimakasih." Bima memandang Kiara yang masih menundukkan wajahnya. "Maaf saya tidak sengaja mendengar pembicaraan kamu dengan bunda tadi."
Kiara terkejut. Kemudian Kiara mulai menatap mata Bima.
"Boleh saya bertanya sesuatu?" Bima agak berhati-hati.
"Saya tau yang ingin bapak tanyakan." Kiara membuang muka. Dia memalingkan pandangannya ke arah rimbunnya pohon di pekarangan panti asuhan.
"Saya dititipkan di panti ini sejak lahir." Bima hanya diam mendengarkan.
"Ibu saya berjanji kepada bunda Nur akan datang menjemput saya jika ekonomi keluarga sudah membaik. Tapi jika tidak, ibu menitipkan alamatnya. Jika aku sudah bisa berpenghasilan sendiri dan mau kembali kepada mereka, ibu memperbolehkan aku datang ke alamat itu."
Kiara hanya menerawang jauh meski tatapannya ke arah pepohonan.
"Apa rencana kamu sekarang, Kiara?" Bima mencoba mengalihkan kesedihan Kiara.
"Saya akan ke Jakarta. Mungkin besok saya mulai mengajukan pengunduran diri dan pindah ke Jakarta."
"Kamu tidak perlu mengundurkan diri." Bima berusaha menarik perhatian Kiara untuk menatap matanya lagi.
"Kamu bisa saya mutasi untuk kerja di hotel pusat yang di Jakarta." Kiara akhirnya kembali menatap mata Bima sesuai keinginan Bima.
"Apa bisa seperti itu, pak?" Kiara masih tidak percaya.
"Tentu saja Bisa. Gaji kamu di Jakarta juga bakal naik menjadi lebih besar. Karena di sini hanya hotel cabang di kota kecil. Omsetnya tidak sebesar hotel pusat."
Kiara merasa senang mendengar ucapan Bima. Jika yang dikatakan Bima ini memang benar, maka Kiara tidak akan bingung mencari pekerjaan lagi ketika sudah di Jakarta nantinya.
"Saya akan kembali ke Jakarta dalam 3 hari. Kita bisa ke Jakarta bersama. Nanti kamu saya antarkan ke alamat orang tua kamu. Mau?"
Lagi-lagi Kiara menatap Bima. Mencari kesungguhan dari tatapannya ataukah lelucon. Tapi Kiara merasa Bima bersungguh-sungguh dengan tawarannya.
"Kenapa bapak begitu baik sama saya?"
"Karena kamu juga baik. Jarang saya ketemu dengan gadis baik seperti kamu." Bima masih menatap Kiara yang semakin terlihat menggemaskan.
"Saya tidak sebaik itu pak." Kiara menunduk. "Saya bukan anak baik. Orang tua saya saja tidak menginginkan keberadaan saya."
"Kamu baik, Kiara. Orang tuamu pasti menyesal menelantarkan anak baik sepertimu."
Kiara tidak menjawab. Dia hanya malah meneteskan air mata kembali. Bima membiarkan Kiara menangis hingga puas. Hanya diam di sisinya. Ingin rasanya memeluk gadis itu. Tapi ini baru hari pertama Bima mendekatinya. Bima tidak mau Kiara kabur karena dipeluk pria yang baru dikenalnya.
Paling tidak Bima akan menunggu hingga mereka di Jakarta untuk menjadikan Kiara sebagai pacarnya. Karena di sana Kiara sebatang kara. Bima punya firasat bahwa Kiara tidak akan semudah itu bersatu dengan orang tuanya di Jakarta.
Setelah Kiara meluapkan kesedihannya dan menghentikan tangisannya yang tanpa suara, Bima hendak berpamitan dan menyerahkan kado yang telah Bima siapkan.
"Selamat ulang tahun." Kotak kado lumayan besar diserahkan oleh Bima kepada Kiara. "Tolong diterima."
Kiara terkejut dengan apa yang Bima lakukan. Tapi setelah diam cukup lama, Kiara akhirnya memutuskan untuk menerima kado itu.
"Bukalah."
Kiara masih dengan ragu menarik pita di atas kado dan membuka tutup kotaknya. Ada sepatu kerja, hand bag dan jam tangan yang sepertinya sepasang.
"Anggap saja pelengkap penampilan kamu untuk kantor baru di Jakarta nanti. Untuk melengkapi seragam kerja kamu nanti." Masih hanya Bima yang bicara. Kiara belum bisa mengatakan apapun.
"Saya pamit ya. Besok saya jemput." Bima berlalu dari hadapan Kiara begitu saja. meninggalkan Kiara yang masih bingung dengan Bos barunya ini.
Ada perasaan berbunga-bunga di hati Kiara. Hari ulang tahun yang biasanya menyedihkan bagi Kiara ini ditutup oleh Bima dengan rasa hangat. Bukan lagi kesedihan karena merasa dibuang.
Bunda Nur melihat Kiara masuk dengan sekotak hadiah. Senyum tersungging di wajahnya.
"Berbahagialah Kiara. Yakinlah setelah ini kamu akan mulai bertemu hanya dengan kebahagiaan." Bunda Nur berusaha meyakinkan.
Keesokan harinya, Bima menjemput Kiara. Mereka ke hotel bersama. Bima mulai mengurus segala hal mengenai kepindahan Kiara ke hotel pusat. Menentukan posisinya ketika di Jakarta nanti juga tempat tinggal Kiara.
Kiara lulusan D3 perhotelan dengan nilai yang sangat baik. Tidak akan ada masalah jika Kiara ditempatkan sebagai resepsionis di hotel pusat. Sama seperti di sini. Jika kinerja Kiara baik dan sudah memahami seluk beluk hotel di sana, Kiara bisa Bima rekomendasikan untuk naik jabatan setelah beberapa waktu.
"Ah... kenapa aku sudah merencanakan sejauh itu untuk gadis ini. " pikir Bima.
"Kamu sudah membuatku terpesona, Kiara." ucap Bima kepada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-02-26
0
dheey
modus beraksi
2023-02-11
0
Eva Rubani
seruuu
2023-02-09
1