Satu tahun Kiara mengenal Bima. Dengan arahan Bima dan keinginan belajar Kiara yang tinggi, Kiara sudah berhasil menduduki jabatan manajer. Orang tua Bima juga sudah setuju dengan hubungan Kiara dan Bima.
Bagi Kiara, satu tahun ini sudah seperti mimpi yang tak pernah Kiara harapkan meski dalam tidurnya sekalipun. Bima begitu baik dan perhatian. Hanya satu hal yang Kiara perhatikan untuk diwaspadai dari Bima. Pria itu tidak suka niat baiknya dibantah.
Setiap Bima ingin memberikan sesuatu bagi Kiara dan menghadapi penolakan Kiara, Bima bisa dengan mudah emosi. Memang Bima tidak pernah main pukul atau kasar. Hanya saja Kiara tidak suka didiamkan oleh Bima berhari-hari ketika Bima emosi. Pesan maupun telfon Kiara pasti diabaikan sebelum Kiara menerima niat baik Bima berupa barang-barang mahal.
Dari situ Kiara mulai belajar menerima semua pemberian Bima yang kebanyakan bukan barang murah.
Berkat fasilitas sebagai pacar seorang Bima sang pemilik hotel ini juga lah, Kiara bisa menyisihkan banyak dari gajinya untuk panti asuhan.
Hingga Kiara juga mulai lupa tujuan dirinya menjalani hidup di Jakarta. Belum ada kabar apapun mengenai orang tua Kiara.
Pekerjaan dan Bima membuat Kiara melupakan orang tua dan kesedihannya.
"Kiara, kita makan malam di luar atau di apartemen kamu?" Suara Bima terdengar dari ujung telfon.
"Kamu sudah kangen masakan ku?"
"Tentu sayang. Aku sangat rindu bisa menjilati jari-jari mu sehabis makan. Kita tidak bisa melakukannya ketika makan di luar. " Bima mulai menggoda.
"Oke. Tapi nanti kita mampir supermarket belanja dulu ya."
"Sesuai titah, tuan putri." Jawaban Bima dijawab gelak tawa Kiara.
Seorang pegawai hotel masuk ke ruangan Kiara. Tersenyum senang melihat tawa Kiara.
"Aku sudah lama menanti undangan pernikahan kalian. Kalian pasangan paling serasi yang pernah kutemui."
"Diamlah Nadya. Selalu itu yang kalian gosipkan setiap berkumpul dengan pegawai hotel yang lain. Tidakkah kalian bosan?"
"Kami terlalu senang melihat kalian." Nadya paling dekat dengan Kiara. Dulu mereka sama-sama resepsionis.
Tapi melihat Kiara sudah naik jabatan pun Nadya masih tetap akrab dengan Kiara. Tidak ada rasa iri. Nadya paham sampai mana kemampuan dirinya dan juga kelebihan kemampuan yang dimiliki Kiara.
Hari ini weekend. supermarket lumayan ramai. Banyak pasangan yang berbelanja berdua. Kiara hendak mengambil daging steak yang hanya tinggal 1 kemasan. Tapi steak itu juga hendak diambil oleh pengunjung lain.
"Maaf mbak. saya duluan yang mau ambil." Wajah pengunjung itu mengeras.
"ya sudah mbak. Buat mbak saja." Jawab Kiara dengan senyum.
"Maaf ya sayang. Kita ga jadi makan steak favorit kamu malam ini." Kiara berbalik kepada Bima.
"Gak apa-apa, Ra. Aku dah sering makan steak." Bima mengelus punggung Kiara.
Pengunjung tadi masih memandang Kiara dan Bima dari ekor matanya hingga pasangannya berbelanja menegurnya.
"Kok bengong aja, Bella." Aldi memasang tampang datar andalannya. "Lanjut belanja apa udahan?"
Di sinilah pertama kali Kiara dan Bella bertemu. Tanpa menyadari keduanya bersaudara.
"Lanjut, Al. baru dapat daging steak nya aja. bahan-bahan pelengkap steak ama bahan pastanya belum."
"Okey. yuk." Aldi mendorong kereta belanjaan Bella.
Bella masih saja memperhatikan kemesraan Kiara dan Bima dari jauh. Lalu membandingkan Aldi dengan dirinya yang hanya seperti rekan kerja.
Kemudian menyusul Aldi yang sudah jauh meninggalkan dirinya.
Malam ini Bella akan merayu Aldi dengan ajakan makan di rumah Aldi. Tentunya Bella yang akan memasak. Aldi bilang di rumahnya tidak ada bahan makanan apapun. Aldi tidak pernah memasak di rumahnya. Maka di sinilah mereka. Dipertemukan dengan Kiara di tempat ini.
Kiara dan Bima sudah terbiasa belanja lalu menghabiskan waktu dengan memasak bersama. Sebelum menyantap makan malam berdua. Bima tidak pernah menginap. Bima masih tinggal di rumah orang tuanya. Sementara Kiara menempati apartemen milik Bima.
"Ra, aku ada kabar terbaru mengenai keberadaan orang tua kamu. Apa kamu masih berminat mencari mereka?" Bima membuka pertanyaan dengan agak ragu.
Sesuai dugaan Bima, raut bahagia di wajah Kiara sejak tadi kini berubah murung. Bima merutuki dirinya. Kenapa tidak menunggu Kiara selesai makan baru membicarakan hal ini.
"Tentu. Dimana mereka?"
"Ibu dan kakak kamu ngontrak sebuah rumah minimalis, Ra." Bima berusaha menunggu respon Kiara yang masih hanya diam.
"Oh." Pandangan Kiara menerawang ke arah balkon yang terbuka. merasakan sejuknya angin malam yang bertiup dari luar.
"Kamu mau liat mereka?" Bima masih agak ragu.
"Ntahlah. Ada rasa takut ketemu mereka. Bagaimana jika mereka menolakku?" Kiara tertunduk sedih.
"Paling tidak kamu bisa tanyakan kenapa mereka setega itu membuangmu. Kamu bisa dengar langsung alasan mereka. Dan aku butuh keluarga kamu yang akan nikahin kamu sama aku, Kiara"
"Menikah?" Kiara kini menatap Bima. Mencari kesungguhan dalam kata-katanya. "Jangan main-main dengan pernikahan, Bim. Apa aku pantas buat kamu?"
"Aku sudah gak tahan untuk tidak menyentuhmu, Kiara. Kamu bikin aku tergila-gila. Menikahlah denganku. Kita temui orang tua kamu supaya kita bisa nikah, ya sayang." Bima mengecup tangan Kiara.
"Mommy dan Daddy sudah setuju sejak lama. Dan aku yakin kamu juga sayang ma aku, Kiara. Kita telah melalui banyak hal." Bima masih meyakinkan Kiara.
"Okey, Bim. Kita temui orang tuaku dan meminta restu mereka, ya."
"Makasih sayang. Aku janji bakal jadi suami yang akan bahagiakan kamu selamanya. Aku sayang kamu, Kiara sayang." Bima mengecup kening Kiara.
"Aku juga sayang kamu, Bima Atmaja. " Dalam hati Kiara berkata: "Tetaplah seperti ini di sisiku. Apapun yang kamu inginkan, Bim. Selama aku mampu, akan aku lakukan. Aku hanya punya kamu."
Kiara dan Bima mulai membahas rencana pernikahan mereka.
Sementara itu Bella dan Aldi juga makan malam berdua di rumah Aldi yang katanya juga rumah kontrakan. Bukan milik Aldi pribadi.
Bagi Bella, rumah ini cukup luas, bersih dan Bella yakin bernilai lumayan mahal. Gaji Bella tidak akan cukup untuk menyewa rumah ini. Jadi Bella cukup senang. Aldi lebih mampu dari dirinya. Bella tidak ingin berpacaran dengan pria yang lebih miskin dari dirinya. Yang tidak bisa membantu kondisi keuangan keluarganya.
"Gimana rasa masakan aku, Aldi?" Bella mencoba mengawali perbincangan usai makan malam. Sejak tadi mereka berdua hanya makan dalam diam.
Aldi sendiri sosok yang pendiam. Jarang sekali Aldi mau bicara banyak. Bella selalu berusaha menjadi sosok ceria yang menarik di hadapan Aldi.
"Lumayan." Hanya itu jawaban Aldi.
"Makasih banyak ya Al. Tanpa kamu, aku gak akan bisa seperti sekarang." Bella masih mencoba mendapatkan respon yang hangat dari Aldi. Meski selama ini belum pernah dia dapatkan.
"Saya sudah cukup dapat ucapan terima kasih kamu selama ini." Aldi mulai mencicipi wine koleksinya. Bagi Aldi, steak tanpa wine kurang lengkap.
"Kapan rencana pernikahan kita?" Aldi akhirnya membahas sesuatu yang sudah Bella tunggu-tunggu.
"Kamu masih tetap bisa kerja setelah menikah. Jangan khawatir." Baru kali ini Bella mendengar Aldi bicara hingga 3x berturut-turut karena Bella belum juga merespon.
"Apa kita nanti akan tinggal di sini?"
"Tentu. Jika kamu bersedia."
"Bagaimana dengan ibuku?"
"Kamu boleh ngajak ibu tinggal di sini juga. Dari pada ngontrak dua rumah."
Bella tidak ingin tinggal bersama ibunya. Bella ingin terlepas dari ibunya. Tapi bagaimana meyakinkan Aldi. Bella tidak ingin terlihat sebagai anak yang tega kepada orang tua di hadapan Aldi.
Aldi seperti sosok malaikat bagi keluarga Bella.
Sekitar satu bulan yang lalu Aldi datang seperti seorang pahlawan yang memberikan bantuan di saat keluarganya sudah putus asa.
Tapi untuk mendapat semua bantuan Aldi itu, Bella harus bersedia menjadi pengantin Aldi. Sesuai janji ayah Aldi dan Bella semasa mereka kuliah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-02-26
0
Sientje Merentek
semakin seru cweitanya
2022-04-13
3
Rizal dody Zakaria
lanjut kak
2022-04-09
2