Bima selesai berbincang dengan mommy dan ingin menemui Kiara di apartemennya lagi. Bima paham kebiasaan tidur Kiara. Jam segini masih jauh dari jam tidur kebiasaannya. Biasanya juga Bima mampir untuk berbincang malam dengan Kiara. Tapi karena tadi terburu-buru bertemu mommy, Bima langsung pulang meninggalkan Kiara yang masih sedih. Bima tidak mau Kiara berpikir bermacam-macam akibat sikapnya tadi.
Setibanya di apartemen, Kiara tidak kunjung membuka pintunya. Sudah Bima telfon juga tidak diangkat. Bima bisa saja masuk ke apartemennya dengan kunci sandi. Tapi akan tidak enak bagi Bima jika Kiara ternyata sedang mandi atau melakukan kegiatan pribadi ala wanita lainnya.
Tapi Bima juga tidak tenang jika ternyata Kiara masih bersedih.
Bima memutuskan masuk saja ke apartemennya. Tak tampak Kiara di ruangan manapun. Kamar tidur pun nampak seperti belum sempat ditiduri.
Bima mengecek kunci mobil di tempat Kiara biasa menyimpan kuncinya. Kunci itu tidak ada.
"Kemana Kiara pergi malam-malam begini." Pikir Bima. Kemudian Bima ke ruang kerja. Amplop coklat berisi informasi keluarganya yang seminggu ini tergeletak di meja itu juga sudah tidak ada. Bima kini tahu kemana Kiara pergi.
"Tapi kenapa Kiara berubah pikiran untuk menemui keluarganya. Dan kenapa pergi sendiri. Dia pasti tahu aku akan kuatir. Oh Kiara. Selalu saja membuat aku cemas dan tidak tenang." Bima mengomel sendirian.
Sambil menghubungi detektif yang mencari informasi keluarga Kiara, Bima keluar dari apartemennya dan hendak menyusul Kiara. Bima butuh alamat rumah keluarganya dari detektifnya.
Setengah jam kemudian Bima telah tiba di alamat yang di tuju. Sebuah alamat perumahan yang tampaknya aman dan nyaman. Mobil Kiara terparkir agak jauh dari rumah keluarganya. Bima memarkirkan mobilnya di belakang mobil Kiara.
Bisa Bima lihat pintu rumah itu masih terbuka. Bima berusaha mendekati rumahnya. Tapi ingin melihat kondisi Kiara dulu sebelum memutuskan ikut masuk atau tidak.
Bisa Bima lihat bahwa Kiara sedang dipeluk mamanya. Mamanya menangis memeluknya. Bisa Bima bayangkan apa yang terjadi. Bima juga melihat Bella di sana. Pegawai WS TECH yang siang tadi Bima temui. Bima rasa Bella adalah kakaknya.
Bima ingin masuk tapi tidak ingin merusak suasana. Akhirnya Bima hanya kembali ke mobilnya. Menanti Kiara menyelesaikan urusannya dengan keluarganya.
Sementara itu di dalam rumah, mama Kiara sudah berhenti menangis. Rasa penasaran akan banyak hal memenuhi benak Kiara. Terutama mengenai papanya. Juga seputar alasan dirinya dibuang.
"Kamu adikku Kiara?"Kali ini Bella yang berbicara.
Kiara hanya diam. Belum ingin mengakui keluarga ini.
"Dia Kiara yang selama ini mama tunggu, Bel" Mama yang menjawab. Kembali berbicara dengan tangis.
"Kenapa kalian hanya berdua? Dimana papa?" Kiara mengalihkan pertanyaan mengenai dirinya. Kiara akan mendapatkan jawaban dari semua rasa ingin tahunya malam ini.
"Papamu meninggal, nak" Mama yang menjawab dengan tangis lagi.
"Bagaimana papa meninggal?" Kiara mengeraskan hatinya. Tak ingin menangis lagi.
"Sejak mama mengandungmu, Papa sakit keras. Ada kanker di otaknya. Papa meninggal sepuluh tahun yang lalu."
Kiara semakin sakit mendengarkan ini. Apa dia masih mampu mendengar jawaban dari pertanyaan selanjutnya.
"Lalu apa yang terjadi setelah papa meninggal?"
Bella curiga Kiara mendengar perbincangannya dengan mamanya sebelum Kiara mengetuk pintu. Bella juga tahu kedatangan Bima. Bella sempat melihatnya di luar. Bella memutuskan bersikap baik kepada adiknya. Bima pasti sangat menyayangi Kiara. Rela menyusul Kiara kemari.
Dibandingkan dengan Aldi, Bima tampak seperti kekasih idaman. Memikirkan Aldi dan melihat Kiara membuat suatu kemungkinan berseliweran di benaknya.
Bella sudah memutuskan untuk terlihat sebagai kakak yang baik dan menyayangi Kiara.
"Papa memiliki teman bernama Heru. Sejak papa sakit, perusahaan warisan keluarga tidak sanggup diurus oleh papa. Papa keluar masuk rumah sakit dan menghabiskan banyak uang. Om heru yang mengatur perusahaan dan menjaga kami selama papa sakit."
"Mama menikahi om Heru setelah papa meninggal. Mewarisi perusahaan yang semakin merosot sejak dipimpin om Heru."
"Jangan tanya dimana dia sekarang. Om Heru juga meninggal. Meninggal dengan hutang Milyaran."
Kiara menutup mulutnya dengan kaget.
"Lalu bagaimana kalian hidup ?" Kiara mulai peduli dengan keluarganya.
"Tentu aku hidup dengan bekerja. Mama tidak pernah kerja seumur hidupnya. Jadi hanya di rumah."
"Lalu hutang itu?" Kiara menyela.
"Sudah lunas. Aldi tunanganku melunasinya dengan syarat aku menikahinya. sesuai wasiat ayahnya."
"Kakak akan menikah?" Kiara lagi-lagi penasaran.
"Ya. Awal bulan depan kami menikah." Bella menatap Kiara sedih. Kiara tau Bella tidak mencintai Aldi. Kiara sudah mendengar pembicaraan kakak dengan mamanya tadi.
"Kamu tinggal dimana nak? Bagaimana bisa menemukan kami?" Mama menyela Bella dan Kiara. Mama mengelus bahu Kiara. Mengirimkan getar aneh di hati Kiara.
"Aku tinggal di apartemen tak jauh dari sini. Aku bekerja sebagai manajer di sebuah hotel. Dan bulan depan juga akan menikah." Pernyataan Kiara membuat senang hati mama. Sementara Bella menahan rasa cemburunya. Dan berusaha menampakkan kebahagiaan seperti mamanya.
"Hidupmu beruntung, nak. Mama bahagia mengetahui kamu hidup dengan baik." Mata mama berbinar memancarkan kebahagiaan.
Tapi Kiara berubah sedih. Kiara rasa cukup untuk malam ini. Kiara harus menenangkan diri. Kiara memutuskan untuk berpamitan.
Keluar dari rumah itu, Kiara agak linglung. Kiara tidak menyadari ada mobil Bima di belakang mobilnya. Kiara langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tidak ingin kembali ke apartemennya. Tapi bingung mau kemana.
Kiara ingat pernah diajak Bima kencan di taman dimana banyak anak muda berlalu lalang. Kiara memutuskan ke sana.
Sementara Bima mengikuti Kiara dari belakang. Mulai menebak kemana Kiara akan pergi.
Kiara duduk di bangku taman yang kosong. Memperhatikan keramaian orang di sekitarnya. Ada sekumpulan remaja bermain skateboard, ada yang berkerumun bersama keluarga yang melihat anaknya bermain mainan seperti ubur-ubur yang memancarkan lampu. Mainan itu dijual oleh pedagang mainan di taman. Cukup jadi favorit. Melihat keluarga yang bersenang-senang itu Kiara kembali ingin menangis.
Tiba-tiba Kiara merasakan ada yang duduk di sampingnya. Kiara terkejut. Takut ada orang asing bertindak macam-macam. Kiara menoleh dan kembali terkejut tapi senang melihat Bima di sampingnya.
Ingin rasanya Kiara menghambur ke pelukan Bima dan menangis. Tapi Kiara sadar mereka sedang di tempat umum.
"Ingin ku peluk, ra?" Bima menawarkan bahunya.
"Malu di tempat umum."
"Mau pindah tempat?"
"Tidak ada tenaga untuk kemanapun."
"Ku gendong deh." Bima masih menawarkan diri.
"Andai masih kecil dan digendong. akan seperti pemandangan itu." Kiara menunjuk seorang ayah yang menggendong anaknya di belakang punggungnya untuk membuat sang anak tertawa karena habis jatuh. Air mata Kiara lolos jatuh saat melihatnya. Kiara ingin merasakan itu bersama papanya.
Papa.
Papa telah tiada. Air mata Kiara akhirnya tak terbendung lagi. Mengalir ke pipi mulusnya yang tampak lebih pucat malam ini.
Bima sangat bingung. Ntah jawaban apa yang Kiara dengar di rumah itu hingga semakin sedih begini. Bima telah salah membiarkan Kiara menghadapinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-02-26
0