Kini Arthur dan Darren sudah berada di ruangan kerja. Begitu masuk di dalam sana, Arthur segera melepaskan T-shirt berkerah yang dikenakannya. Ia hanya ingin membiarkan tubuh telanjangnya diterpa hawa sejuk.
"Apa kau sudah membawakan semua yang kuminta, Der?" tanyanya to the point.
"Sudah." Memang kedatangan Darren selain memberikan dokumen penting yang harus segera ditandangani. Ia juga ingin memberikan sesuatu dari hasil penyelidikan para anak buah mereka. Sejak tadi Darren membawa paper bag dan sebuah map, karena itu ia segera meletakkan semua yang digenggamnya di atas meja.
Yang pertama diraih Arthur adalah dokumen penting perusahaan. Ia membaca untuk diteliti terlebih dahulu, meskipun ia percaya jika Darren tidak mungkin membuat kesalahan. Karena apapun yang sudah melewati tangan Darren, sudah pasti asistennya itu mengecek dan merevisi terlebih dahulu jika ada kesalahan dalam pengetikan atau bahkan yang terparahnya adalah kesalahan pada jumlah nominal yang akan dikeluarkan.
Setelah membubuhi tanda tangan, Arthur menutup map tersebut. Lalu meletakkannya di atas meja, sebelum kemudian menyambar paper bag yang terlihat cukup berat itu. Tangan Arthur merogoh ke dalam hingga menampakkan benda hitam yang tidak lain adalah sebuah kamera mahal.
"Kau sudah mencetaknya Der?" Arthur kembali bertanya sembari menghidupkan kamera tersebut dan mendudukkan tubuhnya di atas meja.
"Seperti yang kau inginkan Ar. Aku sudah mencetak banyak. Bukti-bukti foto beserta rekaman suara sudah di simpan dengan baik," sahut Darren melaporkan hal yang selama ini ia lakukan.
"Bagus." Angguknya bangga. "Jika semua bukti sudah terkumpul, kita bisa menjalankan rencana kedua. Aku tidak ingin menunggu lama, karena cepat atau lambat mereka akan menggunakan Elie," imbuhnya.
"Kau tenang saja, selama ini mereka kesulitan mendekati Nona Elie. Apalagi saat di perusahaan, mereka tidak bisa berbuat macam-macam. Hanya saja kita harus pastikan Nona Elie tidak akan datang ke Club malam seorang diri, itu akan semakin memperlancar rencana mereka." Darren menyahuti kembali. Sebab itulah tanpa sepengetahuan Aurelie, baik Arthur dan Darren menjaga ketat dari kejauhan.
"Jangan memudahkan ruang gerak mereka, Der. Pastikan anak buah kita menjaga Elie," perintahnya. "Dan biarkan perusahaan itu berjalan seperti biasanya, aku ingin melihat berapa lama lagi Alan Born akan mempertahankan perusahannya."
"Hem, serahkan padaku," jawabnya yakin. "Dan tentang Tuan Alan Born, dia ingin menemuimu besok pagi. Ada suatu hal yang dia ingin bicarakan secara langsung denganmu."
Mendengar perkataan Darren, kening Arthur mengernyit. "Untuk apa? Bukankah perusahaan kita sudah tidak bekerja sama lagi dengannya."
"Aku juga tidak tau, sekretarisnya yang datang ke perusahaan. Wanita itu tidak pergi jika belum bertemu denganku, karena itu aku menemuinya." Saat sebelum jam makan siang, sekretaris wanita Tuan Alan Born datang ke perusahaan dan memaksa ingin bertemu. Agar tidak mengganggu kenyamanan di ruang lingkup perusahaan, Darren menyanggupi pertemuan mereka.
"Biarkan Alan Born menemuiku di perusahaan. Aku penasaran apa yang sedang pria tua itu rencanakan." Arthur menyunggingkan senyum. Terjun di dunia bisnis membuatnya cukup paham sikap dan karakter seseorang, bahkan ambisi beberapa rekan yang terkadang membuatnya menggeleng tidak percaya.
"Baik, aku akan menghubungi sekretaris Tuan Alan Born setelah kembali ke perusahaan."
Arthur mengangguk, lalu duduk di kursi kerja. Menangkupkan kedua tangan dengan sikut yang bertumpu pada meja. "Apa ada lagi yang ingin kau sampaikan Der?" tanyanya kemudian menelisik.
Darren tidak akan pernah setengah-setengah jika menyelidiki sesuatu. Sebab itu ia mengetahui setiap perusahaan yang menggunakan jasa Aurelie untuk menjadi brand ambassador.
"Nona Elie menjadi brand ambassador di Perusahaan MJ Corp," ujarnya melaporkan.
"MJ Corp?" Arthur mengulangi ucapan Darren. Perusahaan itu terdengar tidak asing baginya.
"Benar, perusahaan raksasa yang sudah berjalan selama enam tahun. Tidak ada catatan apapun mengenai perusahaan itu. Dari informasi yang aku dapatkan, pemilik sekaligus presdir perusahaan itu sebelumnya membeli perusahaan yang sudah lama failed di Amsterdam, lalu mengembangkannya kembali di Kota London, sehingga bisa menjadi sebesar seperti saat ini."
Alih-alih penasaran dengan perusahaan yang menggunakan jasa sang adik, Arthur justru tersenyum. "Misterius..." gumamnya. Jemarinya mengusap dagu berulang kali, bertanda jika Arthur tertarik. "Der, buatlah janji dengan perusahaan itu," tuturnya terselip penuh arti.
Mata Darren nyaris membulat sempurna ketika mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh Arthur. "Ar, kau baik-baik saja?" Dan akhirnya Darren melayangkan pertanyaan demikian.
Salah satu alis Arthur tertarik ke atas. "Maksudmu?"
"Apa kau lupa jika Perusahaan MJ Corp bergerak di bidang perhiasan. Itu artinya tidak berkaitan dengan perusahaan kita. Lalu untuk apa meminta bertemu dengannya?" Sungguh Darren dibuat bingung, ia sempat mengira jika Arthur sedang tidak baik-baik saja, sehingga dapat berkata seperti itu, pikirnya.
"Kau tau Der. Tanpa kau menjelaskannya aku sudah tau, tapi tidak ada salahnya membuat janji dengannya. Kau bisa memberitahunya jika perusahaan kita membutuhkan investor yang ingin bekerjasama."
"Jangan katakan kau ingin berinvestasi di perusahaan itu Ar?" selidik Darren disertai mata yang memicing tajam.
"Kalau memang bisa, kenapa tidak Der? Bukankah kau mengatakan perusahaan itu berkembang dengan baik? Karena itu aku ingin mencoba berinvestasi disana."
"Kau pasti bercanda Ar." Darren berdecak masam. Ia tidak percaya begitu saja, mengingat itu adalah sesuatu yang jauh diluar bidang perusahaan mereka.
"Lakukan saja, kau bisa membuat salah satu investor di perusahaan itu untuk menjual sahamnya padaku." Namun Arthur tetaplah Arthur, apapun yang dikatakannya adalah mutlak. Sehingga apapun yang sudah diputuskannya, mau tidak mau harus terlaksana meskipun sulit.
Pasrah. Hanya itu yang dapat dilakukan oleh Darren saat ini. Tugasnya menjadi bertambah karena harus merayu beberapa investor untuk menjual sahamnya kepada Arthur. "Baiklah, akan aku usahakan, tapi aku tidak bisa menjamin mereka akan menjual sahamnya padamu."
Kalimat pesimis yang dilontarkan oleh Darren membuat Arthur melayangkan tatapan tajam. "Aku tidak mau tau Der! Bagaimana caranya kau harus bisa mendapatkan saham itu untukku. Jika perlu, kau mengancam mereka. Bukankah itu hal yang mudah untukmu, heh?!" Arthur yang nampak diliputi kekesalan, kembali menegaskan Darren jika asistennya itu tidak mampu menyanggupi apa yang diperintahkannya.
"Baiklah.... baiklah.... Akan aku pastikan salah satu dari mereka menjual sahamnya padamu," sahut Darren pasrah. Ia menyelipkan napas kasar yang ia hembusan ketika menyanggupi perintah Arthur.
Arthur tersenyum menyeringai. Ia merasa tertantang untuk mengorek lebih dalam lagi tentang Perusahaan MJ Corp. Sebenarnya Darren sudah menyadari jika ada sesuatu yang direncanakan oleh Arthur, sebab itu ia harus menjalankannya dengan benar.
Seketika wajah Arthur yang semula menegang mendadak sendu. "Der, apa kau sudah mendapatkan informasi lagi tentang keberadaan Paman Matthew dan keluarganya?"
Darren terkesiap, ia bahkan belum mendapatkan laporan kembali sejak satu tahun yang lalu. Darren hanya bisa menggeleng. "Sorry Ar, aku belum bisa menemukan keberadaan mereka. Dari yang aku dapatkan dari petugas bandara, mereka check-in penerbangan menuju Rusia. Tapi kau dan aku sudah menyelidikinya secara langsung jika mereka tidak berada di negara itu."
"Kau benar Der. Tapi ini sudah lebih dari 10 tahun, Dad dan aku tidak menemukan keberadaan mereka." Arthur menyugar kasar rambutnya lalu menunduk lemah. Ia merasa gagal karena tidak bisa membantu Daddy-nya mencari keberadaan Paman Matthew sekeluarga.
"Son..." Entah sejak kapan Xavier sudah berdiri di ambang pintu, tubuhnya yang masih kekar itu nyaris menutupi ruangan pintu.
Mendengar suara Xavier, lantas Arthur mengangkat wajahnya ke arah pintu. "Dad, sejak kapan berdiri disana?" tanya Arthur gugup.
"Sejak kalian membahas mengenai temanku, Matthew." Lalu menutup pintu dan berjalan menuju kedua pria yang berbeda generasi dengannya. "Jadi lagi-lagi kalian gagal menemukan keberadaan mereka?" Entah kenapa ucapan Xavier terkesan mengejek.
"Sorry Dad." Memupuklah rasa bersalah Arthur kepada Daddy-nya.
"Tidak masalah." Dan ditanggapi biasa saja oleh Xavier. Pria tua tetapi masih tampan itu, membenamkan dirinya di salah satu sofa single. "Seharusnya aku mengatakan hal ini sejak lama, tapi karena aku tidak takut tidak bisa menerimanya sehingga aku membiarkannya berlarut-larut."
Pandangan Arthur dan Darren yang semula menatap serius kepada sosok pria setengah abad yang mereka hormati, mendadak bingung dan saling pandang.
"Apa maksudmu Dad?" tanya Arthur mendesak.
Tidak ada jawaban selama beberapa saat, Xavier menyandarkan punggung pada sandaran sofa lalu menghembuskan napasnya ke udara. "Kalian bisa mendatangi salah satu toko buku di Amsterdam. Sebenarnya tempat itu bukan toko buku biasa. Jika toko buku itu masih bertahan, maka kita beruntung."
Dan dua pria muda itu semakin bingung dengan penuturan Xavier. Entah kenapa mereka harus memecahkan teka-teki seperti itu.
"Dad, katakan saja yang jelas. Aku belum cukup mengerti," keluh Arthur dengan wajah yang nampak bodoh. Sehingga membuat Xavier terkekeh melihat wajah putra dan keponakannya yang hanya mampu tercengang.
"Ada yang disembunyikan oleh Matthew disana dan aku juga tidak tau apa yang disembunyikan olehnya. Dia hanya mengatakan jika sewaktu-waktu dia pergi ke suatu tempat, aku harus pergi ke toko buku yang bernama ABC Bookstore yang berada di Hey Spui Amsterdam," kata Xavier menjelaskan apa yang ia ingat, meskipun daya ingatnya sedikit melemah.
"Kalau begitu dua hari lagi, aku dan Darren akan terbang ke Amsterdam," sahut Arthur.
"Hem, tapi berhati-hatilah. Bisa saja seseorang diam-diam mengawasi kalian," sarannya memperingati. "Dan satu hal lagi, tidak ada orang sembarangan yang bisa bertemu dengan pemiliknya. Karena itu kalian perlu mengatakan sandinya agar bisa bertemu dengan pemiliknya."
Arthur dan Darren mengangguk serentak. Keduanya merasa tertantang karena sudah lama sekali mereka tidak bersenang-senang. Terutama Arthur, ia ingin segera menemukan keberadaan Michael, teman masa kecil yang dulu menjadi panutannya.
Aku berharap kau baik-baik saja, Mike.
To be continue
Babang Arthur
...Jangan lupa untuk like, vote, follow, fav, hadiah dan komentar kalian 💕 terima kasih 🤗...
...Always be happy 🌷...
...Instagram : @rantyyoona...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
Renireni Reni
siapa ya mattew kok aq lupa??
2024-03-20
0
Renireni Reni
apa ar kalau ktmu mikel di mj group bakal kenal ya??
2024-03-20
0
Nor Azlin
babang Arthur super Hot sekali kalau enggak pake baju deh😂😂😂😂 ..Mikel atau Michel adalah orang yang sama teman mu masa masih kecil..kerana sesuatu yang terjadi terhadap keluarga nya membuatkan perusahaan mereka jatuh bangkrut & Mikel secara terjun di bidang mafia demi kesinambungan klan mafia turunan nya...lanjut kan thor
2023-10-15
1