Mobil yang dikendarai Arthur berhenti di pelataran Mansion. Pagi ini ia memiliki janji dengan Austin karena sebelumnya sang adik meminta dirinya untuk berolah raga bersama-sama seperti biasanya yang dilakukan setiap weekend.
Arthur turun dari mobil, melihat Austin yang sudah berada di pelataran Mansion tengah melakukan pemanasan. Bertepatan dengan mobil Daddy Xavier yang baru saja tiba, ia sedikit lebih lambat dari Arthur karena harus melakukan sesuatu terlebih dahulu.
"Kau sudah menunggu lama As?" tanya Arthur.
"Tidak, aku baru saja melakukan pemanasan," sahut Austin. Sebelum kedatangan Arthur, ia memang sedang berlari di tempat. Dan kemudian sorot matanya menangkap luka di rahang sang kakak yang sudah tidak terdapat bulu-bulu halus disana. Austin mengurungkan niatnya untuk bertanya karena pandangannya beralih pada sosok Daddy Xavier yang berjalan menuju mereka. "Dari mana Dad?" Pandangannya menelisik curiga, karena tadi ia sempat melihat Daddy Xavier yang pergi terburu-buru di pagi buta.
Daddy Xavier yang merasa tengah dicurigai oleh putra bungsunya mengulas senyum. "Mencari udara segar. Dimana Mom?" tanyanya kemudian.
"Tadi As melihat Mom di dapur dan berpesan jika Dad sudah kembali harus menemuinya. Mungkin Dad akan dihukum karena pergi begitu saja," ujar Austin menggoda. Karena ia selalu senang jika Daddy-nya itu nampak tidak berdaya dan harus merayu Mommy tercintanya.
Mendengar perkataan Austin, Daddy Xavier mengusap tengkuk lehernya. "Dad menyukai hukuman Mommy kalian." Namun alih-alih takut, Xavier justru menyukai hukuman itu. Terlebih lagi, sang istri tidak mungkin bisa menolak jika dirinya sudah menggiringnya ke atas ranjang. Meskipun usia tidak lagi muda, akan tetapi tenaga Xavier masih sangat kuat dan mampu membuat istrinya mengeluh nikmat.
Austin dan Arthur saling bersitatap, mereka paham apa yang dipikirkan oleh Daddy mereka. Keduanya kemudian melirik singkat pada punggung tegap Daddy yang berlalu.
"Aku akan menemui Mom terlebih dulu," ujar Arthur. Ia sangat yakin jika sang Mommy mencemaskan dirinya, meskipun ia sudah mengirimkan pesan singkat kepada Mommy Elleana jika ia pulang ke penthouse.
Setelah Austin mengangguki perkataannya, Arthur melenggang masuk, meninggalkan sang adik yang kembali berlari di tempat. Langkah Arthur terjeda sejenak kala samar-samar pendengarannya menangkap pembicaraan kedua orang tuanya.
"Sweety, don't angry anymore, please." Rupanya Daddy Xavier tengah membujuk Mommy Elleana. Pagi-pagi sekali ia memang pergi begitu saja dan tidak berpamitan kepada sang istri. Karena pikirannya hanya tertuju pada putranya, Arthur.
"Jika hubby tidak mengatakannya, aku tidak ingin berbicara denganmu," sahut Elleana bersedekap, bahkan memalingkan wajahnya dari sang suami.
"Sudah kukatakan aku tidak mungkin macam-macam sweety. Aku hanya pergi sebentar karena memiliki urusan." Xavier berkata selembut mungkin. Selama mereka bersama, ia memang tidak pernah berkata kasar atau mengucapkan kalimat yang dapat menyakiti hati wanita yang paling ia cintai setelah Mommy Marry.
Ekor mata Elleana melirik ke arah suaminya itu. "Lihatlah, sekarang kau berani menyembunyikan sesuatu dariku. Apa karena aku sudah tidak cantik lagi dan tidak seksi seperti dulu, hm?" Karena Xavier tidak ingin berkata yang sebenarnya, sehingga Elleana berpikir sang suami sudah jenuh padanya. "Aku tau sekarang aku memang sudah tua, aku sudah tidak menarik lagi di matamu!" serunya.
Xavier meringis mendengar tuduhan sang istri. Padahal istrinya itu selalu cantik dan seksi, meskipun usianya tidak lagi muda. "Sweety, sampai kapanpun kau selalu cantik di mataku." Namun tetap saja perkataannya tidak mengubah kekecewaan di hati Elleana. Xavier hanya mampu mengusap wajahnya. Entah harus bagaimana membuat sang istri tidak lagi merajuk padanya.
Melihat kedua orang tuanya yang seperti itu, Arthur nampak bersalah. Ia sangat yakin jika Daddy-nya tidak mungkin berkata yang sebenarnya. "Mom, tadi pagi Daddy datang ke penthouse untuk membantuku."
Suara Arthur yang berjalan mendekati mereka, sontak membuat kedua pasangan suami istri itu menoleh ke arahnya. "Son..." gumam Daddy Xavier.
"Ar, astaga.... Apa yang terjadi dengan wajahmu sayang?" Mommy Elleana langsung menghampiri putranya. "Kenapa kau bisa terluka seperti ini?" Lalu tangannya terulur menangkup wajah putranya itu.
"Hanya luka kecil Mom. Saat diperjalanan dihadang oleh beberapa perampok." Arthur tersenyum lembut. Setidaknya alasan itu sangat masuk akal, mengingat Mommy-nya tidaklah bodoh.
"Perampok? Jadi mereka telah melukai wajah tampan putra Mom." Meskipun terdengar berlebihan, tetapi seperti itulah Mommy Elleana. Sikap Mommy-nya yang hangat dan penyayang itu selalu membuat Arthur sedih dan takut jika sewaktu-waktu dapat melukai Mommy-nya disaat Killer tengah menguasainya.
"Hubby...." panggil Mommy Elleana kepada sang suami.
"Ada apa sweety?" Daddy Xavier segera mendekat.
"Kenapa tidak memberitahu sejak awal jika Arthur terluka seperti ini?" Elleana melayangkan tatapan tajam kepada suaminya itu.
"Aku hanya tidak ingin membuatmu cemas, Sweety," sahut Xavier.
"Aku yang mengatakan kepada Dad untuk tidak memberitahu Mom," sahut Arthur masih menyematkan senyumannya.
Mommy Elleana menghela napas berat. "Baiklah, yang penting saat ini kau baik-baik saja." Mommy Elleana kembali menyentuh wajah sang putra.
"Putra kita baik-baik saja Sweety. Jangan terus menyentuhnya seperti itu." Daddy Xavier menarik pinggul Mommy Elleana dan membawa istrinya itu ke sisinya. Ia selalu tidak rela jika istrinya menyentuh pria lain meskipun dengan putra mereka sendiri.
"Ck posesif," cebik Mommy Elleana menyikut perut suaminya itu.
Arthur terkekeh, ia menyukai kedekatan dan kemesraan kedua orang tuanya. Sebab itu ia akan selalu menjadi menengah jika kedua orang tuanya saling berselisih paham.
"Aku akan berganti pakaian Mom, As sudah menungguku," ucap Arthur.
"Ah ya baiklah. Mom sudah menyiapkan kotak bekal untuk kalian sarapan."
Arthur hanya mengangguk saja, sebelum kemudian melenggang pergi.
"Sarapan untukku mana Sweety?" Xavier bertanya dengan manja. Dan pria tampan yang usianya tidak lagi muda itu selalu bersikap manja hanya kepada istrinya.
"Sudah aku siapkan juga," sahut Mommy Elleana menunjukkan sarapan yang telah ia buat dengan penuh cinta untuk keluarga kecilnya.
"Bukan sarapan yang itu, tapi yang ini." Daddy Xavier mengecup bibir istrinya itu hingga sukses membuat Mommy Elleana memekik.
Interaksi kedua orang tuanya masih dapat di dengar oleh Arthur yang menapaki tangga. Kepalanya menggeleng, tetapi hatinya menghangat melihat dan mendengar kebahagiaan mereka. Namun meskipun hidup di tengah-tengah keluarga yang hangat serta harmonis, entah kenapa ia sangat sulit tertarik dengan lawan jenisnya.
***
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, Arthur dan Austin sudah berada di Taman Hyde. Area berpohon hijau di Central London. Keduanya memang terbiasa berlari pagi di taman tersebut. Selain udaranya sangat menyejukkan, disana tidak begitu dipadati banyak pengunjung karena hanya orang-orang tertentu saja yang biasanya berkunjung ke Taman Hyde.
Setelah berlari beberapa kilometer, Arthur dan Austin beristirahat dan duduk di atas rerumputan. Mereka meneguk minuman masing-masing dan sarapan sandwich yang sudah dibuatkan oleh Mommy Elleana dengan penuh cinta.
"Kau lihat, wanita-wanita disana sejak tadi melihatmu kak. Apa aku perlu berkenalan dengan salah satunya untuk mewakilimu?" Ya, sejak tadi Austin memperhatikan ketiga wanita yang tidak henti memandang ke arah sang kakak.
Plak
Arthur memukul kepala belakang Austin. "Jangan membawa namaku. Jika kau suka, kau saja yang berkenalan dengan mereka. Lagi pula mereka tidak hanya melihatku, tapi juga memperhatikanmu." Sorot mata Arthur juga sempat menangkap jika para wanita itu memperhatikan sang adik.
Austin terkekeh. "Mereka bukan tipeku."
"Lalu kau pikir mereka tipeku?" dengkus Arthur kesal.
"Ya, kau memang tidak mungkin menyukai mereka," sahut Austin. "Wanita cantik dan super seksi saja kau tolak kak, apalagi mereka." Austin ingat salah satu wanita yang kala itu berusaha mendekati Arthur, namun pertemuan ketiga mereka yang entah sengaja atau tidak, langsung di tolak tegas oleh sang kakak.
"Diam kau!!" hardik Arthur walaupun yang dikatakan Austin benar adanya. Ia tidak begitu tertarik dengan wanita, meskipun wanita itu bersedia bertelanjang di hadapannya. Sangat mudah mencintai Mommy Elleana dan adik kembarnya, bahkan Arthur sangat menyayangi adik perempuannya, Freya, Kimberly, Livy dan juga Greisy. Namun entah kenapa ia tidak bisa bersikap ramah terhadap wanita lain selain keluarganya.
Austin terkekeh-kekeh, ia sangat menyukai jika menggoda kakaknya yang dingin itu. "By the way, ada apa dengan wajahmu Kak?" tanyanya kemudian, tertuju pada luka di wajah sang kakak.
"Mereka ingin merampokku!" sahut Arthur datar.
"Benarkah?" Namun entah kenapa Austin tidak percaya begitu saja. "Malang sekali nasib perampok-perampok itu," lanjutnya. Austin sangat mengenal kakaknya, jika seseorang berani mengusik sang kakak, sudah pasti seseorang itu tidak akan selamat.
Arthur menoleh mendengar ucapan adiknya, ia hanya tersenyum menanggapi. Tidak perlu menjelaskan satu sama lain karena keduanya sudah paham dan tidak ingin mencampuri urusan mereka masing-masing. Lain halnya jika menyangkut dengan Aurelie, Arthur akan sangat posesif menjaga adik kembarnya itu.
"Besok kau sudah mulai kembali masuk, sebaiknya belajar yang benar," saran Arthur mengalihkan pembicaraan.
"Tanpa belajar aku bisa mengerjakan tugas kuliah kak, tenang saja." Selama ini memang Austin mampu mengikuti pelajaran kuliahnya dan mengerjakan tugas-tugas meskipun ia tidak belajar dan bahkan hampir beberapa kali tidak masuk kelas.
Arthur mengangguk, memang ia mengakui kepintaran adiknya. Meskipun berulangkali ia mendapatkan laporan jika adiknya itu beberapa kali tidak masuk kelas. "Bagaimana dengan mereka? Apa mereka jadi pindah di universitas yang sama dengan kalian?" Tiba-tiba Arthur teringat akan anak-anak dari teman-teman Sang Daddy yang selama ini menetap di Los Angeles, yang sejak kecil selalu mengekori dirinya.
"Sekarang mereka sudah menetap di London, besok kami akan bertemu di kampus," sahut Austin. Ia mendapatkan kabar jika Jacob, Albern, Beryl dan Maxwell sudah berada di London sejak dua hari yang lalu. Jolicia yang mengirim pesan padanya, karena hubungan keduanya sangat dekat dari yang lainnya.
Perhatian Austin tersita pada ponselnya yang berdering, ia segera menjawab panggilan itu. Sementara Arthur beranjak berdiri, sejak tadi seorang wanita di seberang sana menjadi pusat perhatiannya.
Tanpa berlama-lama Arthur bergegas menghampiri mereka, dan melayangkan tinjunya kepada pria yang berusaha menarik tangan wanita itu.
"Damn!!" Austin memutuskan sambungan telepon, melihat sang kakak yang tengah berkelahi dengan seorang pria, lebih tepatnya menghajar seorang pria.
To be continue
Arthur
Austin
...Jangan lupa untuk like, vote, follow, fav, hadiah dan komentar kalian 💕 terima kasih 🤗...
...Always be happy 🌷...
...Instagram : @rantyyoona...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
Renireni Reni
wess....pokoke isone mung mbayangne
2024-03-11
0
Maia Mayong
rasa ny visual ny kurg hot thor ...
ga kyk xavier , nico. daniel , keil n zayn. mereka sngat hott. hehhhe.
tp ga ap thor dantra mereka aq suka visual michele ... hehhehe
2022-11-17
0
Arnissaicha
orang cakep" bakalan dikumpulin ini...
2022-04-28
1