Jika terdapat pria yang sempurna, sudah pasti tertuju kepada dua pria pewaris Keluarga Romanov. Selain berasal dari Keluarga Billionare, kedua pria berbeda itu memiliki paras yang tampan dengan tubuh kekar atletis. Tidak sulit mencari pendamping, hanya perlu menunjuk wanita yang dengan suka rela melemparkan diri. Akan tetapi baik Arthur maupun Austin, begitu sulit menerima kehadiran seorang wanita selain teman-teman wanita terdekat.
Langkah tegas tanpa senyum yang terukir mengundang decak kagum para wanita-wanita yang menatap mereka tanpa berkedip. Arthur dan Austin melangkah beriringan menyusuri lobby perusahaan, sudah hal yang biasa bagi Arthur mendapatkan tatapan memuja dari para karyawannya, berbeda dengan Austin yang nampak risih namun tetap memasang wajah datar.
"Tampan sekali. Apa pria muda yang bersama Tuan Arthur adalah Tuan Muda Austin?" Salah satu karyawan wanita bertanya kepada teman yang lain.
"Sepertinya benar. Wajah mereka sangat mirip dan Tuan Muda Austin juga tidak kalah tampan," sahut seorang wanita dengan rambut curly bergelombang.
"Tidak bisa mendapatkan Tuan Arthur, mendapatkan Tuan Muda Austin, aku tidak masalah."
"Ssshhtt, jangan bicara sembarangan." Kepala staff divisi pemasaran menegur bawahannya. "Baik Tuan Arthur maupun Tuan Muda Austin tidak akan mau dengan kalian."
Mendengar ucapan atasan mereka, ketiga karyawan wanita itupun berdecak kecewa, namun tidak mengalihkan perhatiannya dari kedua pria pewaris Keluarga Romanov.
"Dan lihatlah, pria tampan lainnya datang. Jika mereka berjalan bersama-sama seperti itu, aku sulit memilih." Kedua karyawan sependapat dengan temannya yang berambut curly tersebut, mereka masih terpesona akan keindahan yang luar biasa di cuaca cerah seperti ini.
Ya, yang baru saja datang menyambut adalah Darren, asisten pribadi dari Arthur yang juga memiliki paras yang tampan dengan tubuh yang kekar dan tinggi. Bahkan lebih tinggi beberapa senti dari Arthur dan Austin juga memiliki tubuh yang lebih tinggi dari Arthur.
Melihat kelakuan ketiga bawahannya, kepala divisi pemasaran tersebut menggelengkan kepala, sebelum kemudian berlalu dari sana untuk melanjutkan pekerjaan.
***
Arthur mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya, sementara Austin menjatuhkan tubuhnya di sofa, punggungnya sontak bersandar pada sandaran sofa. Darren yang berdiri di hadapan Arthur dengan meja persegi yang membatasi mereka, memberikan satu dokumen untuk segera di tanda tangani. Lantas Arthur segera menandatangani dokumen penting tersebut lalu memberikan kembali kepada Darren.
"Apa jadwalku hari ini?" tanya Arthur mendongak menatap Darren.
"Tidak ada agenda yang penting siang ini. Hanya mengecek beberapa laporan keuangan bulan ini." Arthur mengangguk akan penjelasan Darren mengenai agendanya hari ini.
"Kalau begitu baguslah, kau bisa menemani As berkeliling perusahaan. Mengenalkan As pada beberapa pekerjaan."
Mata Austin membulat sempurna begitu mendengar penuturan Arthur jika ia harus berkeliling perusahaan. "Kak Ar pasti bercanda," ujarnya. Berharap Arthur tidak benar-benar mengenalkan segala pekerjaan yang menjadi job desk masing-masing divisi.
"Apa aku terlihat sedang bercanda As?" Wajah datar Arthur ingin sekali Austin melemparkan benda apapun pada wajah kakaknya itu.
"Huuhh...." Tidak mungkin dapat menolak, akhirnya Austin menghela napas kasar. Ia akan ditemani oleh Darren yang kaku dan tanpa ekspresi itu.
Diam-diam Darren mengulum senyum, wajah terpaksa dan tidak berdaya Austin begitu lucu di matanya.
"Baiklah Tuan Muda As, aku akan menemani Tuan Muda berkeliling ke setiap ruangan," ujar Darren dengan bahasa yang begitu formal. Sosok Darren memang seperti itu jika sedang berada di perusahaan, bahkan bisa di katakan jauh berbeda dengan Daddy Jack yang bisa lebih santai.
"Hei, tidak perlu memanggilku Tuan Muda!" protesnya. "Kau cukup memanggilku seperti biasanya saat di Mansion." Sungguh, Austin tidak suka jika Darren terlalu formal padanya.
"Tidak bisa, karena saat ini kita sedang berada di perusahaan." Dan Darren menolak dengan tegas. Jika sedang berada di lingkup perusahaan, ia selalu bersikap profesional.
Aku benar-benar akan menjadi gila, jika berada di antara Kak Ar dan Darren.
Austin tidak menyahut, melainkan membatin sembari melihat kedua kakaknya secara bergantian.
"Kalau begitu, kita bisa berkeliling sekarang juga, Tuan Muda." Darren sudah berdiri di ambang pintu.
Lagi-lagi ia harus mendengar kata Tuan muda yang tersemat untuknya. "Ck, terserah kau saja." Dengan kesal, Austin beranjak berlalu berjalan mendahului Darren yang menatapnya heran, lalu segera menyusul langkah Austin.
Selepas kepergian Austin serta Darren, Arthur meraih salah satu dokumen yang harus ia periksa saat ini juga. Matanya bergulir melihat yang tertera di kertas putih itu, memberikan jeda kedua matanya untuk memastikan nominal pengeluaran perusahaan. Namun keningnya berkerut dalam karena merasa janggal dengan nominal yang tertera. Kemudian Arthur membandingkan laporan keuangan bulan lalu, selisih ratusan juta dengan bulan yang lalu.
Arthur berusaha memanggil Darren, tetapi sayangnya ia hanya seorang diri di ruangan. "Tidak bisa dibiarkan. Rupanya ada tikus kecil yang berkeliaran di perusahaan." Nampak seringai senyum di sudut bibir Arthur, ia sudah membayangkan hukuman apa yang akan diberikan untuk tikus tersebut.
Selama dua jam lebih, Arthur menyelesaikan pekerjaannya. Bertepatan dengan Austin dan Darren yang memasuki ruangan.
"Jangan bertanya apapun Kak. Biarkan aku beristirahat." Austin mengangkat tangannya ke udara sebagai tanda menginterupsi ketika Arthur hendak melayangkan pertanyaan. Arthur sadar jika adiknya itu belum memiliki minat kepada perusahaan.
Arthur tersenyum tipis, setidaknya Austin sudah berusaha, meskipun merasa terpaksa. "Ya, baiklah. Kau bisa beristirahat terlebih dulu," sahutnya.
"He'em...." Mata Austin terpejam karena rasa kantuk dan penat yang menyerang secara tiba-tiba, padahal ia hanya dua jam berkeliling, akan tetapi mampu menguras tenaganya.
"Sepertinya As kelelahan Der. Biarkan dia tidur sebentar saja," ujarnya melirik ke arah Austin yang terlihat sudah terlelap dengan posisi berbaring di atas sofa. Darren hanya mengangguk. "Dan apa kau sudah memeriksa laporan keuangan bulan ini?" tanyanya kemudian.
Darren diam berpikir namun sesaat kemudian mengangguk. Ia juga menemukan kejanggalan dengan pengeluaran beberapa bulan terakhir dalam jumlah yang besar.
"Kau sudah tau apa yang harus kau lakukan Der. Aku ingin dalam waktu satu hari kau sudah menemukan tikus seperti apa yang sudah berani bermain-main denganku." Nampaknya seseorang telah membangunkan macan yang sedang tertidur di dalam tubuh Arthur.
"Tidak perlu khawatir, beberapa hari yang lalu aku sudah menyelidikinya dan mengantongi beberapa nama yang terlibat." Dan kemudian Darren memberikan satu map yang ia bawa dari ruangannya.
Sudut bibir Arthur membentuk lengkungan, Darren adalah asistennya yang selalu cekatan dan bisa di andalkan. Dengan begitu tidak sabar membuka map biru tersebut, hingga seperkian detik rahangnya mengeras.
"Keparat! Rupanya tidak hanya ada satu tikus, tapi tiga tikus yang berkeliaran di perusahaan." Nampak geram penuh emosi, ingin sekali Arthur menendang wajah mereka satu persatu.
"Benar, sudah 5 bulan lebih mereka bertiga bertingkah dan begitu berani menggelapkan uang perusahaan," sahut Darren menjelaskan.
Samar-samar Austin mendengarkan percakapan Arthur dengan Darren. Ia membuka kelopak matanya lebar. Sebenarnya ia tidak benar-benar tertidur, hanya memejamkan mata saja. Ingatannya membawa dirinya ketika tadi ia berpapasan dengan salah satu manager yang terlihat begitu panik.
"Manager keuangan perlu dicurigai kak." Austin membuka suara begitu beranjak duduk. "Aku tidak sengaja menabraknya dan dia menjatuhkan dua laporan yang berbeda," lanjutnya.
Arthur mengangguk. Yang dikatakan oleh Austin memang benar. Salah satu nama yang sudah mereka kantongi adalah Manager Keuangan.
"Kak Ar, kalau tidak ada lagi yang harus kulakukan di perusahaan, sebaiknya aku pergi saja." Austin mengibaskan jas yang membalut tubuhnya yang sedikit berantakan.
"Ya baiklah. Kau boleh pergi. Pakai saja mobilku, karena aku akan pulang bersama dengan Darren," kata Arthur kemudian.
"Baiklah Kak Ar, aku pergi dulu." Wajah Austin nampak lebih senang, tidak seperti sebelumnya yang memasang wajah masam.
"Hem...." Arthur berdehem menanggapi dan memperhatikan punggung Sang Adik yang sudah lenyap di balik pintu ruangan kerjanya.
"Der, bawa ketiga tikus-tikus itu ke hadapanku sekarang juga!" perintahnya kemudian. Dari nada bicaranya terdapat amarah yang tertahan.
"Baik..." Dengan tergesa-gesa Darren keluar dari ruangan. Jika atasan sekaligus temannya dalam mood seperti ini, sudah pasti akan ada sesuatu yang terjadi.
Ck, malang sekali nasib mereka.
...Jangan lupa untuk like, vote, follow, fav, hadiah dan komentar kalian 💕 terima kasih 🤗...
...Always be happy 🌷...
...Instagram : @rantyyoona...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
Renireni Reni
wahh wahh auranya menakutkan
2024-03-03
0
Nor Azlin
para tikus kantor pasti takut dengan si Arthur kerana kekejaman nya ...siapa yang mencuri pasti akan dapat balasan nya enak aja mau mengambil uwang perusahaan kalian ingat itu perusahaan kalian...lama2 bisa bangkrut tau dasar udah bagi kerja mau mencuri lagi hajar terus jangan jasih ampun orang jayak mereka ini dikasih betis mau nya paha dasar para tikus kantor enggak nyadar diri ini ...lanjut kan thor
2023-08-09
0
Mba Nung Nanah
jodohin arthur sama licia tor
2022-04-11
0