Di Ujung Tanduk

Dipaksa Menikah Bagian 19

Oleh Sept

Rate 18 +

Meskipun dingin dan kaku, Garda tetaplah manusia biasa. Ia memiliki hati yang pasti sakit bila istrinya sendiri menyatakan mencintai pria lain. Marah, benci dan kecewa jadi satu. Dengan sejuta rasa sakit yang menjalar di tubuhnya. Pria itu memilih pergi.

Ia mengendarai mobilnya sendiri. Tidak ingin ada sopir yang menganggu, ia langsung tancap gas. Meninggalkan istrinya yang terus memintanya untuk berhenti.

Sofi masih berdiri dengan tubuh yang bergetar, ia tak habis pikir. Bisa-bisanya mulutnya berkata mencintai pria lain di depan suaminya. Meskipun tidak ada cinta untuk pria itu. Ia seperti menyesal atas perkataan tadi. Dilihatnya sekeliling, gelap. Hanya ada bayang-bayang pohon yang menjulang tinggi. Takut, ia pun memilih masuk dalam.

Dari jauh, juru masak mengawasi gerak-gerik Sofi. Ia nampak sinis menatap pertikaian antara majikannya itu.

Di sisi lain, di tempat yang berbeda. Pak kebun menatap miris. Ia tak mengira, tuan muda yang ia layani ternyata tidak diharapkan oleh istrinya sendiri. Kurang apa tuan mudanya itu, mapan dan tampan. Mungkin terlihat dingin di luar, tetapi aslinya penyayang.

***

Ketika dua orang pegawai di villa mengawasinya, Sofi kembali ke kamar. Ia mencari ponsel, harus menelpon Juna.

Tut tut tut,

Berkali-kali ia mencoba menghubungi pacarnya itu. Namun, tak kunjung tersambung.

Apartment Juna

Saat ini pria itu tengah duduk di hadapan beberapa bodyguard Garda. Juna menatap acuh pada pria-pria kekar di depannya. Permainan kotor apalagi yang akan Garda lakukan kali ini. Belum juga bekas luka lamanya hilang.

"Kalian mau apa?" Juna menatap pria di depannya.

Semua hanya diam dengan sikap siaga, dua orang diantaranya menunggu di balik pintu. Mencegah Juna bila ingin kabur.

Saat akan beranjak, seseorang mendorong tubuhnya, membuat pria itu langsung terduduk lagi di tempatnya semula.

"Hey! Jangan keterlaluan!" sentak Juna marah.

Tidak tahan, ia balik mendorong para utusan Garda tersebut. Namun, sayang jumlah mereka tak imbang. Satu lawan sembilan, jelas ia kalah.

Setelah drama penyerangan itu, Juna memilih diam. Percuma melawan, jelas ia akan kembali kalah.

"Lebih baik anda diam! Jangan sampai anda menyesal!" ancam orang itu dengan sorot mata tajam.

"Cuiiiih!" Juna mencebik, ia mendengus kesal.

Beberapa waktu kemudian.

Seseorang membuka pintu apartment Juna. Para pengawal langsung menaruh hormat pada pria berjas serba hitam. Dialah suami Sofia.

Akhirnya dua orang yang mencintai wanita yang sama pun bertemu. Pandangan keduanya langsung beradu. Saling menghujam, menatap penuh kebencian.

"Bukannya dia sudah menjadi istrimu? Lalu ada urusan apalagi denganku?" ujar Juna marah karena Garda sampai mengirim banyak orang ke tempat tinggalnya.

"Jangan pernah muncul di depan Sofi!" Garda melempar cek kosong pada pria itu, ia akan memberikan berapapun untuk Juna. Agar pria itu pergi jauh.

Dengan angkuh, Juna malah menyindir.

"Kenapa? Apa kau tidak yakin pada dirimu sendiri? Kau suaminya, kan?"

Juna sudah berhasil memprovokasi Garda, pria yang memendam api cemburu itu langsung saja menghajar Juna. Satu bogem mentah sudah mendarat di pipi Juna.

Tidak tinggal diam, Juna yang juga sudah geram dari tadi balik menyerang, tidak ingin terus ditindas ia juga membalikkan bogem yang diterimanya.

Para pengawal langsung menangkap tangan yang sudah berani menghajar bos mereka. Namun, Garda justru mengangkat tangannya. Memberi isyarat agar para pengawal tetap mundur. Kali ini ia ingin berduet untuk melepas kekesalan yang mengakar dalam hatinya.

Dua orang itu pun saling memukul, saling menghajar. Hanya karena merebutkan wanita yang sama. Pada akhirnya, mereka sama-sama babak belur, wajah keduanya sudah memar. Sedangkan para pengawal hanya bisa menonton dan diam. Karena Garda sendiri yang memintanya. Puas berduel, Garda kembali bernegoisasi.

"Jangan pernah muncul di hadapan kami!"

"Aku rasa anda keliru bila mendatangiku, katakan pada istrimu itu!" Juna tersenyum remeh. Meskipun wajah sudah babak belur.

Kembali tersulut emosi, Garda menarik kerah baju rivalnya.

"Apa kau ingin mati!"

Juna semakin menjadi, ia semakin gentol menertawakan Garda yang sepertinya kebakaran jengot. Pria muda itu merasa di atas angin, lantaran ia yakin. Bahwa Sofi saat ini masih menaruh hati pada dirinya. Jika tidak, mengapa suaminya susah payah mengejar-ngejar dirinya, seperti saat ini.

Melihat sikap Juna yang sepertinya menantang, Garda yang sudah dibutakan api cemburu kembali memberi bogem mentah untuk yang terakhir kali. Sebagai kenang-kenangan, ia mendaratkan kepalan tangan tepat di hidung rivalnya tersebut. Aksi Garda sukses membuat Juna meringis kesakitan.

Puas sudah menghajar, Garda membawa para pengawal untuk keluar. Sebelum keluar, ia menulis nominal di sebuah cek yang ia tinggalkan. Sebagai konpensasi atas pukulan-pukulan yang ia berikan.

Kesal sekaligus kesakitan, Juna merobek cek itu tepat di hadapan Garda. Tidak peduli, Garda pergi begitu saja.

Setelah menghajar Juna habis-habisan, kini Ia duduk di jok belakang. Seorang sopir akan mengantar ia kembali ke villa. Namun, ketika ada di persimpangan jalan. Ia menyuruh sopir untuk memutar arah. Pria yang masih patah hati itu meminta di antarkan ke tempat lain.

Malam ini ia tak selera pulang ke villa dan bertemu dengan istrinya. Hanya membuat hatinya lebih sakit

***

CHITTTTT ...

Decitan mobil terdengar. Sopir pribadinya sudah membuka pintu, mempersilahkan dirinya untuk keluar. Begitu masuk dalam sebuah klab, Garda yang sedang marah langsung menuju bar. Ia duduk di sana, kemudian memesan minum yang paling keras.

Hatinya sakit lantaran Sofi, ia ingin melupakan sakitnya itu untuk sejenak. Ia akan minum sampai lupa semuanya. Satu gelas langsung habis dengan sekali tengak, gelas berikutnya ia habiskan juga. Lanjut sampai gelas ke lima.

Tanpa diundang seorang gadis cantik aduhaii menghampiri, tanpa permisi ia langsung duduk di sampingnya. Bermodal parasnya yang ayu, ia mengedipkan sebelah matanya. Menggoda sang pria yang kesadarannya mulai berkurang.

"Sof...!" ucap pria itu sembari membelai wajah gadis yang ada di depannya.

Rupanya ia sudah berhalusinasi. Ia mengira gadis penggoda itu istrinya. Bagi si penggoda, mau Sof atau apapun itu bukan hal yang penting. Asal pria itu menerima rayuan darinya, semua tak jadi masalah.

"Apa hebatnya laki-laki itu? Bukannya aku lebih dari segalanya?" Garda mulai merancau.

Ia juga mulai kasar, dengan mata yang sudah mengembun ia menatap seorang wanita yang ia kira istrinya. Ia bahkan mencengkram kuat kedua bahu si wanita, membuat wanita itu urung menggoda karena takut. Wanita itu akhirnya lari.

Garda kembali merancau tak karuan. Berkali-kali ia menyebut nama istrinya. Kali ini nada suaranya terlihat sendu. Ada rona kecewa pada wajah tampannya itu. Sesaat kemudian, wajahnya sudah menyatu dengan meja. Ia terkapar tak berdaya.

Karena sudah hafal dengan kebiasaan sang bos. Para pengawal pun mendekat, membawa bos mereka keluar bar dan pulang ke villa.

Butuh waktu yang cukup lama untuk sampai di villa, sampai di sana Garda masih pingsan. Mereka lalu membawa Garda ke dalam kamar, tapi terlebih dulu mereka mengetuk pintu.

Tok tok tok,

Sofi yang memang tak bisa tidur karena terus kepikiran pacarnya, yang mungkin akan dihajar suaminya. Langsung membuka pintu kamar.

Ia terperajat. Kaget, pasti! Yang ia khawatirkan adalah Juna, yang muncul justru Garda dengan kondisi yang tak baik-baik saja.

Rambut yang biasanya klimis menjadi acak-acakan, bajunya yang selalu rapi kini awut-awutan. Dan lagi, mengapa banyak memar di wajahnya? Sofi pun mulai memikirkan hal yang buruk.

"Apa yang terjadi?"

Sofi langsung melangkah mundur, memberi ruang bagi mereka untuk masuk.

Para pengawal hanya diam, selesai membaringkan tubuh tuan muda, mereka semua keluar. Kini hanya ada Sofi dan suaminya dalam kamar.

Binggung mau apa, Sofi kembali meraih ponselnya. Ia kembali lagi menghubungi Juna

Tut tut tut,

Ia kesal, Juna tak kunjung mengangkat telpon darinya. Baru panggilan ke lima kali, pria itu menjawab.

"Junaa!"

Mendengar suara orang bicara, Garda mengerjapkan. Berusaha mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya. Telinganya terasa panas, tak kala istrinya menyebut nama pria lain. Masih dengan pengaruh minuman, ia mencoba menghampiri Sofi yang berdiri membelakanginya.

"Kamu gak apa-apa kan?" Sofi masih bicara di telpon. Ia tidak sadar, suaminya mencuri dengar tepat di belakangn.

Marah, seketika Garda merebut paksa ponsel itu. Melempar benda pipih itu tepat ke arah tembok. Membuatnya hancur berkeping-keping. Seperti perasaannya saat ini.

Menyadari singa telah bangun, Sofi beringsut. Ia mundur seketika. Sorot mata itu, Sofi tak kuasa menatap rasa benci yang tertuju padanya.

BERSAMBUNG

Innalilahi Sof ... tamat kamu. Hehehe

Terpopuler

Comments

RossyNara

RossyNara

si Sofi jadi cewek ko gobl*k banget

2024-08-19

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

MENJENGKELKN SEKALI SIKAP SOFI INI.. KLO JADI GARDA JUAL SAJA TU SOFI KE TEMPAT BUDAK2 PELACURAN...

2023-09-21

1

Zamie Assyakur

Zamie Assyakur

cari mati kamu sof... sof...

2022-11-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!