Black Shadow
Malam pekat merah darah menghiasi langit Ibukota Jantapia sebuah Organisasi sedang di bantai tanpa pandang bulu.
Di salah satu sudut kediaman terdapat sebuah pertarungan yang benar-benar sengit seorang pria paruh baya dengan pedang di tangan kanan yang berlumur darah serta dipenuhi luka di sekujur tubuh akibat sayatan pedang dan berbagai jenis senjata, sedang di tangan kiri terdapat bayi laki-laki yang mungil.
Bayi ini begitu unik, tangannya terkepal. Terdapat gelombang energi hitam yang tak disadari oleh siapa, pun. Termasuk Ayahnya sendiri yang saat ini sedang menggendongnya, sambil bertarung.
"Rupanya hanya segini, kekuatan pendekar terbaik di dunia, hahaha." Puas akan gelak tawa, akibat hasil pertarungan yang telah diperoleh lawan pria paruh baya.
Demi mendengar ucapan lawannya pria paruh baya tersebut mengencangkan genggaman pada pedangnya sambil mengatupkan rahangnya.
"Apa yang engkau dapat sehingga dengan mudah berkhianat seperti ini, ha?"
"Apa posisi pemimpin saat ini berada di atas angin, sehingga bertanya dengan nada seperti itu?" lawan pria paruh baya bukannya menjawab malah bertanya balik dengan mengangkat alis kanannya.
"Keparat. Saya sudah menunjuk kamu sebagai panglima pembunuh dalam penyerangan organisasi tapak hitam, namun justru kamu juga yang dengan mudah menghancurkan semua kepercayaan yang saya berikan kepadamu, dan menggunakannya demi menghancurkan Organisasi..."
"Itu salah pemimpin sendiri hahaha. Momen inilah yang sudah kutunggu selama ini demi menjadi pembunuh nomor satu di dunia."
"Keparat...." Pria paruh baya dengan kecepatan yang tak terlihat dengan mata telanjang.
Begitu pria paruh baya berada di depan lawan. Dia menghunuskan pedangnya yang dengan mudah di blokir oleh lawannya.
"Harus kuakui pemimpin memang hebat, tetapi pemimpin telah kehilangan banyak darah akibat pertempuran sebelumnya. Yah!! walaupun saya harus kehilangan semua anggota beserta kapten setiap devisi."
"Huft, bagaimanapun caranya saya harus bisa membawa anakku dengan selamat, sebelum saya kehabisan darah dan tumbang." Gerutu pria paruh baya dalam hati.
Pria paruh baya tersebut mengeluarkan hampir seluruh tenaga dalam yang dia miliki dan menghilang begitu saja dari hadapan lawannya dan dalam hitungan sepersekian detik dia muncul di hadapan lawannya dan mengayunkan pedang dengan sekuat tenaga ke mata kanan lawannya. "Arrrggghhh. Mataku,"
Setelah melihat serangannya tepat sasaran pria paruh baya benar-benar bergerak cepat dengan sisa kekuatannya menuju ke arah selatan kota.
Pria paruh baya tiba di depan sebuah gubuk reot di sudut paling selatan kota.
"Nak. Mungkin kita takkan bertemu lagi setelah ini, dan ayah harus menitipkanmu disini!!!"
Pria paruh baya menatap langit sejenak lalu berkata, "Oh ya. Jika suatu hari nanti kamu telah mengetahui identitasmu dan mengetahui bahwa ibu kamu telah di bunuh oleh bajingan itu, ayah harap kamu tidak hidup dengan hati yang dipenuhi oleh dendam," ucap pria paruh baya sambil mengecup kening bayi yang berada dalam rangkulannya.
Tak lama kemudian muncullah seorang Bibi memegang tongkat ditangan kanannya sebagai dari yang terlihat Bibi ini hanyalah seorang perempuan yang hidup sebatang kara dan tak memiliki apapun.
Namun kenyataannya tidak seperti yang terlihat karena Bibi ini adalah salah satu orang kepercayaan pria paruh baya tersebut yang tidak lain adalah kapten devisi yang paling andal dalam organisasi dunia.
“Pemimpin, apa yang terjadi padamu? siapa yang bisa melukaimu sampai seperti ini setahu saya hanya beberapa orang yang bisa menandingimu didunia ini itupun hanya bisa membuatmu menerima luka ringan...” Perempuan itupun heran setelah melihat pria paruh baya dihadapannya terluka parah bahkan bernapaspun kesulitan.
Sekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah serta sayatan pedang. Nyawanya pun sulit tertolong akibat terlalu banyak kehilangan darah.
Dengan senyum yang tulus pria paruh baya berkata, “Tak perlu memikirkan itu Merume. Saya yakin merupakan hal yang sangat mudah untuk menyelidikinya, bukan? saya kemari ingin menitipkan anak saya kepadamu.”
Setelah itu pria paruh baya menyerahkan bayi yang tidak lain anaknya sendiri ke dalam rangkulan Merume.
“Bayi yang lucu, suatu hari akan menjadi pendekar terhebat seperti ayahnya. Oh ya lantas setelah ini pemimpin ingin ke mana?” seperti yang terlihat sepertinya pria paruh baya hanya benar-benar menitipkan anaknya, sebab jikalau dia tinggal maka akan membahayakan si cabang bayi dan Merume.
Walaupun Merume adalah pendekar yang cukup hebat tapi pria paruh baya tidak ingin mengambil resiko karena suatu alasan.
“Saya juga tidak tau ada kemungkinan nyawaku tidak akan tertolong lagi."
"Oh ya berikan ini pada anakku ketika usianya sudah menginjak enam belas tahun, dan latihlah dia ilmu belah diri, tetapi jangan latih sedikitpun ilmu membunuh dari organisasi,” ucap pria paruh baya tersebut sambil menyerahkan sebuah gulungan tua berpitakan emas murni.
“Baiklah jikalau begitu pemimpin. Anak ini siapa namanya ataukah mungkin belum diberi nama?” Merume tidak perlu menanyakan ibu si cabang bayi berada dimana, sebab nampak jelas dia telah terbunuh. Jika masih hidup, pria paruh baya akan membawanya melarikan diri.
“Gin... namanya Gin.” Setelah itu pria paruh baya pergi dengan langkah tertatih dan setelah beberapa lama kemudian dia menghilang di dalam hutan.
***
Gemuruh angin yang mengiringi langkah seorang remaja enam belas tahun yang memiliki mata seindah rembulan namun setajam elang serta memiliki wajah yang cukup tampan. Remaja yang sedang melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, gerakannya begitu tangkas dan cepat walaupun sedang memikul tumpukan kayu bakar yang begitu banyak dipunggung.
Tak lama sang remaja keluar dari hutan dan muncul di depan sebuah gubuk yang begitu reot seakan tidak pernah terawat.
“Bibi, saya sudah pulang.”
“Gin, kamu sudah pulang, nak. Latihan fisikmu hari ini sudah cukup gerakanmu tiap kali latihan bertambah cukup cepat, tapi itu belum cukup, jika ada musuh yang lebih kuat darimu. Bagaimana kamu akan menyelamatkan diri?” ucap Bibi sambil menggelengkan kepala, sekarang ikut Bibi ke dalam rumah, Bibi akan memberikan sesuatu yang akan bermanfaat nantinya.” Bibi Merumepun masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Gin.
Beberapa menit berjalan tiba-tiba Bibi Merume menghentikan langkah di depan sebuah meja, dia memindahkan meja tersebut. Gin baru memperhatikan, jika terdapat garis persegi di bawah meja. Setelah itu, dia mengangkat garis persegi tersebut, terlihat ruang bawah tanah yang membuat Gin termenung dengan berpuluh pertanyaan diantaranya siapa sebenarnya Bibinya ini? atau bagaimana bisa rumah mereka yang reot memiliki ruang bawah tanah?
Boro-boro Gin bisa mengetahui itu semua, pertanyaan soal Bibinya bisa bela diri saja, belum dia ketahui sejak setahun yang lalu setelah Gin memulai latihannya.
“Bibi tahu banyak pertanyaan yang ada dalam benakmu, tapi ikuti saja dulu Bibi, suatu hari nanti kelak Bibi akan ceritakan semuanya, tetapi sekarang belum saatnya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
YT FiksiChannel
good ceritanya, aqu suka
2023-05-10
0
mochamad ribut
up
2023-04-04
0
mochamad ribut
lanjutkan
2023-04-04
0